Tapi di antara berbagai petani yang saya temui, Bu Asmin yang paling menarik komentarnya. Ia mengaku petani yang bekerja sambilan sebagai penjual kopi dan makanan ringan di sekitar Air Terjun Bedegung, sekitaran Tanjung Enim, setelah negeri penghasil kopi, Empat Lawang. Jika masuk musim merawat dan memanen, ia kembali ke kebun.
"Betul pak, sawit dan karet turun. Tapi saya tetap senang dengan pemerintahan sekarang." Saya bingung. Lah kok beda sekali ini petani.. ternyata alasannya sederhana. "Soalnya kopi tetap naik pak. Minimal stabil harganya." Jawabnya mantap, sambil mengacungkan jempol.
Bu Asmin sadar presiden kita getol mempromosikan kopi ke mancanegara, menjadikannya bagian dari diplomasi antar negara. Karena itu dia cukup bersyukur, walau tetap berharap pemerintah mau berbuat sesuatu untuk memperbaiki harga sawit dan karet.
Matanya berbinar. Sawit dan karetnya tak perlu disingkirkan. Tapi jelas kopi lebih penting sebagai secercah harapan, karena berfungsinya industri pengolahan CPO dan ekspor ke negara lain lewat Pelabuhan Kuala Tanjung masih butuh waktu untuk berjalan. Tol Sumatera juga baru komplit nanti sekitar tahun 2023.
Parahnya, di balik kepanikan ini, banyak tangan tak bertanggung jawab menambah kesusahan mereka. Tengkulak (lagi-lagi) menekan pengungsi yang panik. Terdesak kebutuhan hidup sementara penghasilan lain tak ada, maka mereka memaksa mengambil kopi petani dengan harga ditekan serendah-rendahnya.
Kasihan petani ini, saya pikir.
Maka saya minta mereka mencarikan dan mengumpulkan kopi. Lalu saya beli dengan harga normal, jauh di atas tengkulak. Mereka senang bukan main, "Bapak masih mau kopinya lagi ga pak?" sekaligus keheranan ngapain orang Jakarta jauh-jauh datang ke tenda mereka hanya untuk beli green bean . Saya bilang uang saya sudah habis, hanya cukup beli segitu.
Pulang dari sana, saya bingung sebanyak itu kopi Lombok mau diapakan. Dari segi kualitas jelas tidak terlalu bagus. Kopinya dikumpulkan dalam keadaan terburu-buru. Sehingga biji yang masih muda pun dicerabut dari pohonnya. Ini terlihat saat diroasting, biji kopinya berwarna-warni, tidak seragam coklat. Kopi seperti ini kalau dipaksakan digrinding, jelas hasilnya tidak akan enak. Tidak akan ada penikmat kopi yang suka.