Nyatanya keliru.
Praktis sekali untuk perjalanan jauh. Tapi saya lupa mengecek jarak dari Takengon ke Kutacane. Sambil menikmati indahnya matahari terbenam di Bukit Barisan, warnanya persis seperti di film Hollywood, warna warni kontras, saya baru tersadar.
Petunjuk Google Map menyatakan saya masih harud berjalan 220 KM lagi.. minus 30 kilometer. Sementara untuk balik ke Takengon terus terang saya malas. Buang-buang waktu...
Panik, saya coba cari SPBU di sepanjang jalan menuju Kutacane. Nihil. Ada di sekitar Blangkejeren. Tapi dari perkiraan ETA (estimated time of arrival), keduanya akan tutup saat saya sampai di sana.Â
Maka saya putuskan putuskan berhenti di Blangkejeren menunggu pagi hari, mengisi perut dulu dengan membakar udang galah yang saya beli murah seharga Rp 30 ribu sekilo di Danau Lot Tawar.
Dia menatap saya agak lama. "Wah hati-hati lah, Bang. Di depan itu ada pos pemeriksaan." Ia lalu bercerita bahwa jalur tengah ini memang sering menjadi tempat menyelundupkan ganja dari Aceh ke Provinsi lain di Indonesia, dan ada kemungkinan saya bisa dijebak dengan menyisipkan narkoba di antara barang-barang yang dibawa. Tentu saja saya tidak percaya, tapi jelas kepikiran juga.
"Terus solusinya bagaimana?" Tanya saya cemas.
"Begini saja, usahakan saja bapak lewat di depan kantor jam 2 subuh, biasanya petugasnya tidur. Ini kan jam 11. jangan menunggu lama-lama. Kalau beruntung, bisa lewat dengan aman. Tapi kalau sudah siang jelas diperiksa."
Maka saya punya dua pilihan, jalan dengan bensin hanya cukup separuh jalan, minus 30 KM, soalnya di Google Map tertulis 100 km, sementara dashboard menunjukkan tinggal 70 KM. Atau menunggu SPBU Blangkejeren buka dan meresikokan diri tertangkap, difitnah, dan kena ancaman hukuman mati sebagai pengedar.