Nah errornya adalah, saat menahan terkencing-kencing tadi, tanpa sadar saya memutar kunci ke kiri dan mencabut kuncinya! Waktu balik baru tersadar kalau mesin sudah dalam keadaan mati, tak bisa distarter lagi...Â
Gobl....!
Namanya mobil matic pasti tidak bisa didorong. Kalau sudah mogok karena aki soak ya sudah mogok saja, pasrah sampai ada yang bisa memberi bantuan.Â
Alhamdulillah saya selalu membawa peralatan darurat minimal, yaitu kabel jumper, karena sudah memprediksi hal seperti ini pasti suatu saat terjadi di tengah perjalanan.
Maka terdiamlah saya di tengah-tengah puncak Singgah Mata, dengan suasana hening, hanya semilir angin yang menusuk. Menunggu dan menunggu.. selama 2 jam. Namun terus terang saya menikmati kesendirian itu, memandangi indahnya tanah Aceh Gayo dari ketinggian... Saya mulai merasa yakin bahwa Tuhan akan menolong saat kita berserah diri, tak lagi mengkhawatirkan diri akan selamat atau tidak.
Hingga akhirnya mobil pickup yang mengantar logistik ke Takengon lewat, dan setengah heran ia bertanya "Bapak sendirian ke sini Dari mana?". "Dari Jakarta," jawab saya yakin.Â
Saya masih belum mengerti apa yang salah dengan pergi ke Takengon sendirian. "Bawa barang?" Tanyanya. Ya tentu saja dengan polos saya jawab, "Ya bawalah." tanpa mengerti maksudnya. Si Abang supir itu tertawa dengan muka takjub "Hati-hati lah ya kalau gitu." Ia pun meminjamkan akinya untuk sekedar jumper agar bisa start lagi.
Di Takengon, masih setengah bandel, saya berusaha sekedar mengganti air aki dengan air keras, atas saran seorang tukang dinamo. Menurutnya, paling tidak baterai masih bisa bertahan beberapa kali pakai sebelum distarter lagi.Â
"Nanti beli aja di Medan, Bang. Tapi jangan lebih jauh dari itu ya. Saya takut akinya mendidih seperti ini lama-lama meledak." Ya sudah, saya ikuti sarannya dan mengajak mobil tersebut jalan-jalan sebentar keliling Danau Lot Tawar, mancing, dan mandi. Beberapa kali starter saat berkeliling, masih normal.
Sambil bertukar cerita, dia terkaget-kaget pula mendengar cerita bahwa saya hanya berdua dari Lampung ke Medan, lalu nyetir sendirian sejak dari Kuala Namu, berputar-putar keliling Aceh, lalu menyeberang ke Sabang, lalu balik lewat Meulaboh, hingga akhirnya ke Takengon.