Mohon tunggu...
Harfi Nandiajati
Harfi Nandiajati Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMAN 28

Siswa SMAN 28, Kelas XI MIPA 1, Absen 17

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Redenominasi, Lawan atau Kawan?

30 Agustus 2020   12:16 Diperbarui: 30 Agustus 2020   12:18 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan rencana redenominasi. Pro dan kontra mewarnai wacana ini, ada yang mendukung dan ada juga yang menganggap redenominasi hanya membuang-buang anggaran. 

Redenominasi sebenarnya bukan hal baru dan sudah pernah direncanakan pada tahun 2011 oleh Gubernur BI, Darmin Nasution. Akan tetapi redenominasi baru menjadi prolegnas pada tahun 2020 ini. Redenominasi ini kemudian tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020. 

Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga digit angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.  

Jadi, apa itu redenominasi? Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Saat terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah.

Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Singkatnya redenominasi adalah penghilangan angka nol dalam suatu mata uang. 

Sebenarnya redenominasi sudah lumrah terjadi di masyarakat contohnya dengan harga harga yang ditulis tanpa tiga digit nol atau diganti dengan huruf k, tetapi itu hanya sekedar untuk kepraktisan semata tanpa diregulasi.

Jika dilaksanakan dengan baik redenominasi akan menjadi kawan tetapi redenominasi bisa juga menjadi lawan. 

Mengapa demikian? mari kita bahas.

Redenominasi bisa menjadi kawan karena sekarang ini nilai tukar rupiah terhadap dolar sangat jauh yaitu 1 dolar setara dengan 14.000 rupiah, berbeda dengan negeri tetangga kita, Malaysia dimana 1 dolar setara dengan 4 ringgit. 

Jika rupiah di redenominasi, maka nilainya akan menjadi 14 rupiah untuk 1 dolar, dan hal tersebut akan meningkatkan kredibilitas dan kesetaraan antar mata uang. 

Dengan redenominasi, nilai tukar rupiah akan berkesan setara atau sejajar dengan mata uang negara lain. Dalam kacamata market hal tersebut merupakan hal yang baik dan bisa meningkatkan daya saing rupiah di perdagangan dunia dan juga bisa menciptakan persepsi yang lebih baik terhadap perekonomian Indonesia.  

Redenominasi juga akan berdampak pada efisiensi pencatatan baik dalam akuntansi atau kegiatan sehari hari, karena jika dipikir tiga digit nol hampir tidak pernah dipakai sama sekali dan hanya memperpanjang pencatatan. Dengan redenominasi kegiatan pencatatan akan jauh lebih efisien dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pencatatan maupun hitungan.

Redenominasi bisa menjadi lawan karena ada sesuatu yang bernama money illusion. 

Apa itu money illusion? Money illusion adalah saat dimana orang orang hanya melihat uang dari nominalnya saja bukan dari daya beli uang itu sendiri. 

Contohnya, sekarang ini uang 25.000 rupiah sangat wajar untuk biaya makan.  Tetapi saat redenominasi, uang 25.000 rupiah menjadi 25 rupiah. Uang 25 rupiah itu akan terkesan sangat kecil dan saat harga makanannya naik menjadi 30 rupiah, kita menjadi tidak begitu peduli karena terkesan hanya 5 rupiah dan kesannya hanya sebagai pembulatan, padahal jika dihitung kenaikan tersebut setara dengan kenaikan 20%. 

Jika money illusion ini terjadi secara massal, maka akan terjadi inflasi yang bertolak belakang dengan tujuan dari redenominasi itu sendiri dan hanya akan membuang-buang anggaran.

Untuk melaksanakan redenominasi juga diperlukan biaya yang sangat besar, dimana Indonesia adalah negara yang sangat luas dan dilihat dari bentuk geografisnya yang beraneka ragam, pelaksanaan redenominasi akan memakan banyak biaya untuk transportasi dan pengedaran uang baru itu sendiri.

Mengingat ancaman dari money illusion, pemerintah juga harus melakukan sosialiasi terhadap hampir 270 juta jiwa yang memiliki latar belakang sosial, dan budaya yang berbeda beda, ada yang berpendidikan tinggi, ada yang berpendidikan rendah, ada yang mendukung redenominasi, ada juga yang menolak dengan teori teori konspirasi yang absurd. Pastinya hal tersebut akan memakan biaya yang sangat besar agar money illusion tidak terjadi.

Redenominasi juga memerlukan kondisi-kondisi agar dapat berjalan dengan lancar. Diantaranya kenaikan inflasi yang stabil, kondisi fundamental yang kuat, stabilitas nilai tukar, defisit anggaran diangka yang wajar, dan pertumbuhan ekonomi yang naik. 

Redenominasi juga memerlukan waktu yang cukup panjang dan dalam jangka waktu itu kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada perekonomian Indonesia maupun perekonomian dunia.

Pada akhirnya, yang menentukan redenominasi itu kawan atau lawan adalah kita, masyarakat itu sendiri. Jika kita tahu apa itu redenominasi dan apa tujuan dari redenominasi, maka kita bisa menghindari terjadinya money illusion.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun