Penilaian Tidak Ada Yang “Benar”
ProKontra
Ternyata dalam memandang “sesuatu” dan apapun itu jauh dari kebenaran
Menyedihkan membaca artikel yang begitu banyak mengandung kalimat ajakan secara tersurat dan tersirat yang akhirnya di “amini” oleh para reader. Ajakan yang memiliki banyak motif, motif yang dapat memicu konflik dan menjadikan kita terpecah belah karena memberikan opini yang tidak ada batasan.
Melihat kenyataan itu, menjadi ingat pesan guru “ngaji” dikampung tempo hari. Subuh yang dingin bertempat dipesisir desa Gontar Baru-NTB, guru menyampaikan kisah “Lukmanul Hakim dan Keledainya.” Ibnu Katsir menceritakan kpribadian lukmanul hakim, adalah seorang lelaki sholeh, ahli ibadah dengan pengetahuan dan hikmah yang luas. Tidak hanya itu, karena kemuliaan yang dimiliki sampai diabadikan namanya dalam Al-qur’an—surat Al-lukman.
Luqman dijuluki dengan Ahlul Hikmah. Mungkin kita sudah sering mendengar kata hikmah. Namun pada hakikatnya kita sering meleset akan arti hikmah tersebut. Hikmah adalah kemampuan memecahkan masalah dan mampu mencari solusi terbaik dari suatu masalah. Sehingga hasil dari hikmah itu adalah kemaslahatan bagi orang tersebut (Anonim, Harian Hikmah 2017). Guru mulai mencerikan tentang salah satu perjalanannya. suatu hari Luqman al-Hakim bersama anaknya pergi ke pasar dengan menaiki seekor Keledai. Ketika itu Luqman naik di punggung Keledai sementara anaknya megikuti di belakangnya dengan berjalan kaki.
Melihat tingkah laku Luqman itu, ada orang yang berkata, “Lihat itu orang tua yang tidak merasa kasihan kepada anaknya, dia enak-enak naik keledai sementara anaknya disuruh berjalan kaki.” Setelah mendengarkan gunjingan orang orang, maka Luqman pun turun dari keledainya itu lalu anaknya diletakkan di atas keledai tersebut. Melihat yang demikian, maka orang di pasar itu berkata pula, “Hai, kalian lihat Situ ada anak yang kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan kaki, sedangkan dia enak-enaknya menaiki keledai.”
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas punggung keledai itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang-orang juga ribut menggunjing, “Hai teman-teman, lihat itu ada dua orang menaiki seekor keledai. Kelihatannya keledai itu sangat tersiksa, kasihan ya.” Oleh karena tidak suka mendengar gunjingan orang-orang, maka Luqman dan anaknya turun dari keledai itu, kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Hai, lihat itu. Ada dua orang berjalan kaki, sedangkan keledai itu tidak dikenderai. Untuk apa mereka bawa keledai kalau akhirnya tidak dinaiki juga.”
Ketika Luqman dan anaknya dalam perjalanan pulang ke rumah, Luqman al-Hakim menasihati anaknya tentang sikap orang-orang dan keusilan mereka tadi. Luqman berkata, “Sesungguhnya kita tidak bisa terlepas dari gunjingan orang lain.” Anaknya bertanya, “Bagaimana cara kita menanggapinya, Ayah?”
Luqman meneruskan nasihatnya, “Orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan melainkan hanya kepada Allah Swt. Barang siapa mendapat petunjuk kebenaran dari Allah, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam mengambil keputusan.”
Cerita ini memiliki hikmah yang sangat bernilai. Ternyata dalam memandang “sesuatu” dan apapun itu jauh dari kebenaran. Ada saja sisi buruk yang dapat dilihat oleh orang lain kemudian itu dijadikan pembicaraan, yang akhirnya orang-orang suka merendah-rendahkan dan menyepelekan orang yang dibicarakan. Kuncinya adalah jangan pernah menyandarkan penilaian kepada orang lain karena itu kadang-kadang terasa sakit saat tidak bisa memikulnya.
Sumber bacaan:
https://awaluddinadil82.wordpress.com/2013/03/10/hikmah-dibalik-kisah-luqmanul-hakim-anaknya/
http://harian-hikmah.blogspot.sg/2015/06/kisah-luqman-al-hakim-dan-keledai.html
https://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/kisah-luqmanul-hakim-dalam-al-qur-an.htm
sumber : http://jalur9.com/hikmah-dibalik-kisah-luqmanul-hakim-anaknya-dan-seekor-keledai/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H