Pa, apakah masih ada ruang untukku melepas rasa.
Agar prasangka merasa tak digdaya.
Agar pikiran buruk dan sekutunya binasa, mati tak berdaya.
Pa, apakah engkau tahu setiap waktu mengalir, kau merasa detik-detikmu akan berakhir.
Selama hidupku belum teratur, aku sadar kau nelangsa dan hancur.
Pa, aku memang tak membanggakan, tak punya toga dan keping harapan.
Maaf bila belas kasihmu hingga kini tak terbalaskan.
Pa, yakinkan aku bahwa malamku akan berakhir, esok kita coba lagi singkap takdir.
Sedikit ku berharap semua yang jahat akan larung pada waktunya.
Dan yang rumpang, akan terisi dengan memori.
Memori yang mengubah sesal menjadi sebuah asa.
(Sedikit cerita, tulisan ini saya buat 6 bulan sebelum Ayah saya pergi untuk selamanya pada bulan Juni silam. Dulu saya sempat mati-matian memasukkan tulisan saya di Menjadi Manusia namun sepertinya tulisan  saya tidak menarik di mata mereka. Tidak apa-apa.
Well, untuk menjadi manusia, anda tidak perlu menunggu persetujuan manusia lainnya bukan?)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H