Eits, jangan dulu menghujat saya, ini bukan kata-kata saya, percayalah. Salahkan The Smiths, terutama Moz dan Johnny Marr. Mereka berdualah yang melahirkan lagu Bigmouth Strikes Again. Moz yang membuat lirik, sedangkan Marr yang membuat aransemen lagu. Saya akan sedikit bercerita tentang lagu ini, tetapi sebelum membahas mereka, selaku fans The Smiths, saya berharap mereka mengakhiri konflik & perang dingin mereka. Saya menyukai vokal Morrissey, tetapi tanpa iringan gitar Marr, musik Moz terasa monoton, itu pun terbantu oleh lirik-lirik Moz yang tak biasa dan kesetiaan penggemar-penggemarnya
Menurut Marr sendiri, lagu ini terinspirasi oleh lagu Rolling Stones yang berjudul Jumpin' Jack Flash. Dalam pembuatan lagu ini, Marr memang secara sengaja mencari beberapa nada yang terdengar sama lalu membuat versinya sendiri. Lagu ini sendiri dirilis pada 22 Mei 1985, dan direkam setahun sebelumnya. Menariknya, cover depan album itu menggunakan foto mendiang James Dean, yang kita tahu Dean adalah inspirasi dan candu terbesar Moz dalam membuat lagu-lagunya. Moz sendiri bahkan membawa-bawa Joan of Arc, salah satu wanita tangguh dalam sejarah Prancis dan pernah diperankan oleh artis ternama kala itu, Ingrid Bergman.Â
Lagu ini sendiri sangat berpengaruh saat itu, hingga membuat seorang Noel Gallagher mengakui sebagai fans terberat dari The Smiths. Bahkan banyak musisi yang mengcover lagu ini dua diantaranya Placebo & Treepeople.Â
Bicara soal makna  dari lagu ini, Moz pernah berujar bahwa lagu ini bercerita tentang seorang protagonis yang penuh tekanan (terutama oleh media pers) kala itu dan kritik yang terus menerus menekan Moz dan membandingkan dirinya dengan Joan of Arc. Sebagai seorang idealis, Moz memang dibuat seakan-akan penuh kontroversi, dihujat-hujat berkali-kali oleh para oportunis.Â
Dalam bait pertama bertuliskan..
"Sweetness, sweetness I was only joking
When I said I'd like to smash every tooth
In your head
Oh sweetness, sweetness, I was only joking
When I said by rights you should be
Bludgeoned in your bed"
Lirik diatas memang terdengar brutal, tapi bukan Moz namanya kalau membuat karya tanpa sarkasme dan komedi gelap yang mungkin hanya dimengerti olehnya dan mungkin para pengagum Oscar Wilde. Terakhir, saya ingin memberikan simpati untuk Moz dan mengecam orang-orang yang menghina dirinya dan sengaja berperan selaku oportunis. Baiklah, kaum oportunis sendiri akan selalu ada di setiap jaman. Terakhir, saya akan mengutip pernyataan dari salah satu Kompasianer beberapa tahun lalu, artikel berjudul "Oportunis" ini dibuat oleh Bapak Akhmad Fauzi.
"Fenomena ini kalau dikorelasikan dengan pola fikir "genit" akan terbaca bahwa oportunis ternyata diperlukan juga, harus tetap hadir. Sama halnya dengan energi negatif, bagi yang mencintai kepositifan tentu merindukan kenegatifan untuk sparing partner. Kegenitan pola fikir ini bukan berarti menjustifikasi kebenaran akan sesuatu yang jelek, tetapi lebih pada pensikapan akan realitas yang sebenarnya. Maksudnya, nilai akibat tidak bisa dipisahkan dengan nilai sebab. Hukum klausul ini berlaku sepanjang jaman."
Ya, benci atau tidak mereka akan selalu ada, cara terbaik menyikapi dan membungkam mereka adalah membuat karya.Â
The Smiths akan selalu dikenang sebagai salah satu band terbaik pada jamannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H