Mohon tunggu...
HARFANI
HARFANI Mohon Tunggu... Freelancer - Bersahaja dari hati

Tumbuh untuk berjuang!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Mabuak Untuang Jo Parasaian"

29 Januari 2019   23:45 Diperbarui: 30 Januari 2019   00:07 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Harfani

 Sebenarnya kalimat di atas adalah lirik dari lagu minang yang berjudul laruik sanjo yang di ciptakan oleh Asbon Madjid, lagu ini sangat berkesan dan berpesan sekali bagi saya sehingga saya jadi penasaran dan berfilosofis pada potongan lirik lagu ini. Penuh dramatis pada kenyataan hidup, bermakna suruik pangana dan menjurus pada arti sebuah kebimbangan antara belum berhasil dan sudah berhasil pada perjuangan hidup seseorang.

Pada pandangan filsafat lirik-lirik lagu pada laruik sanjo penuh dengan estetika, karena bisa membuat telinga seseorang nyaman, puas dan candu mendengarkannya bayangkan lagu ini membuat seseorang bisa intropeksi diri, membuat orang harus berbenah dan berubah walaupun di racik dengan nada-nada sendu bercampur riang. begitupun yang saya rasakan. Maka dari itu tidak heran jika orang minang banyak perbendaharaan lagu minang yang beragam kisah dalam judul dan liriknya.

Jika di maknai secara etimologi mabuak untuang jo parasaian berarti mabuk untung dan penderitaan, kemudian adalah sebuah utopis kehidupan yang belum sampai menemui titik yang di tuju, gambaran hidup yang belum berubah, makanya dari itu ada kata mabuak pada kalimat tersebut. Kemudian lagi bentuk kebimbangan hidup yang mesti di jeda kemudian di lanjutkan kembali dengan semangat hijrah dan revolusi yang di miliki oleh orang Minangkabau.

"Takkan berhenti pada nasib buruk": sebuah jati diri orang Minang

Walaupun lirik lagu ini sudah zaman saisuak ada banyak tersirat kesan yang bisa di ingat oleh saya sendiri lewat teelinga seseorang yang mendengarnya, dulu sejak berumur kecil saya tidak suka sekali mendengarkan lagu Minang karena terkesan kampungan dan tidak gaul sama sekali. 

Setelah sekian durasi dilewati hingga sekarang saya jadi suka mendengarkan lagu Minang apalagi lagu yang sudah dulu kala. Entah kenapa, barangkali setelah lama di kampung kemudian merantau jauh jadi selalu rindu dengan tanah kelahiran, dengan mendengar lagu Minang bisa mengobati dan mengingat ranah Minangkabau. Hal ini bisa kita temui di tanah perantauan, orang Minang akan sering mendengar lagu minang untuk menepis kerinduan mereka kepada kampung halaman

Kodrat manusia itu adalah makhluk dinamis yang selalu begerak dan berubah, betapa tidak mereka akan mengalami fase-fase perubahan pada setiap jengkal waktu yang di temukan. Orang minang sudah membuktikan mereka adalah manusia dinamis yang takkan tinggal diam pada nasib hingga bisa sampai pada titik nasib baik yang mereka temukan, kedinamis-an mereka selalu penuh dinamika yang beragam yang takkan jauh-jauh antara baruntuang dan baparasaian.

Kemudian pada akhirnya setelah berlama-lama menikmati mabuak untuang jo parasaian mereka akan menemukan hijrah yang sesungguhnya, konsep hijrah yang di pakai oleh Nabi Muhammmad Shollahu 'Alahi Wassalam, strategi revolusi Ibrahim Datuak Tan Malaka dan cara jenius Agus Salim yang menjadi jati diri orang minang. Jati diri yang  ndak lakang dek paneh, ndak lapuak dek hujan. Jati diri yang tagak nan di data, bajalan nan di luruih, bakato di nan bana, manimbang di nan adil.

Semoga mabuak untuang jo parasaian hanya sebuah lirik lagu saja

Ada sebuah tuntutan dan nasehat Nabi Muhammad shollahu 'alaihi wassalam yang mengatakan "setiap perkataan adalah doa", dan sayapun berharap sedemikian pada judul kecil di atas. Semoga uraian panjang teks pada lagu "lah laruik sanjo"tersebut hanya sebuah lirik saja. Cukup pada lirik saja, yang menghibur semua orang yang mendengar.

Walaupun sudah banyak orang-orang yang mendengarkan lagu ini menjadi terbawa rasa, terhiba-hiba hatinya, tersenyum-senyum bibirnya, terkenang-kenang dengan kampung halamannya, terbayang-bayang olehnya lekuk indah gonjong rumah gadang. Yah! Sudah! Ini Cuma lirik lagu.

Ketika kita hadapkan kepada hukum kausalitas yang kita maknai secara singkat adalah sebab-akibat, membuat kita sampai hari ini percaya sekali keterlibatan hukum Illahi serta ketetapan alam mempengaruhi semua lini kehidupan manusia.

Secara sangat sederhana perjuangan hidup yang berjalan secara dinamis akan menghasilkan pencapaian-pencapaian yang sesuai dengan ikhtiar dan kesungguhan kita, dengan keyakinan teguh untuk berubah membuat manusia memang akan mengalami kausalitas. Sangat jelas sekali lirik mabuak untuang jo parasaian adalah manifesto utopis Urang Awak dalam merubah hidup dan menjadi manifesto konkrit apabila meniadakan kata mabuak dengan kalkulasi kata parasaian di eksekusi menjadi untuang.

Diantara berganda kata untuang dan mabuak harus ada salah satu rela ditinggalkan yang akhir nya akan menjadi  satu kata, saya pun memutuskan kata untuang di jadikan kata satu-satunya untuk sebuah dikte akhir dan filosofis akhir dari serangkai lirik lagu ini.

Bagaimanapun juga dari kata untuang kita akan berfikir sebuah impian masing-masing kita yang menginginkan hidup tanpa mabuak dan tanpa parasaian, tetapi bagaimanapun juga keberadaan kata untuang itu layak di jadikan satu-satunya kata karena adanya kata mabuak dan parasaian yang telah berdampingan menyatu menjadi sebuah kalimat. Setelah semua ini selesai berjalan saya pun sepakat kata untuang menjadi sebuah "doa" bukan sekedar lirik lagu, karena sangat mengandung makna futuristik yang hakiki, banyak manfaat untuk diri sendiri dan orang banyak.

Dari berjuang lurus menuju ke-kukuh-an asa

Di kandang kambiang kito mambebek di kandang harimau kito mangaum, bialah
kapalo baluluak asa tanduak lai makan. 
Sebuah ungkapan yang menafsirkan watak orang Minang yang di ekspresikan secara diam bahkan terang-terangan ketika beradaptasi dimanapun berada dan kapanpun waktunya hingga sejauh manapun orang Minang merantau. Orang Minang akan menjadi sosok yang tau diri dan rendah hati karena dia sadar kalau mereka bukan berada pada kampung halamannya hingga akan berjuang samati aka dari pada malu tidak membawa kesuksesan ke pulang kampung halaman nantinya.

ketika mereka sedang berada dalam mencari sesuatu yang di inginkan dan ketika mereka sudah berada pada posisi genting di tengah-tengah tuntutan, mereka harus bisa beradaptasi dimanapun berada dan kapan saja waktunya dengan melakukan sesuatu hal yang bisa membuat dia bisa survive pada hidupnya hingga capaian-capaian yang di inginkan bisa terwujud. Maka dari itu penggalan pituah " bialah kapalo baluluak asa tanduak lai makan"

ini adalah gambaran konkrit bahwasanya orang minang itu sosok pejuang yang gigih dan kukuh hingga akan melakukan segala sesuatu "asa tanduak lai makan". 

Sebuah kekukuh-an orang Minang yang sangat memeluk erat "adat basandi syara', syara' basandi kitabullah"  orang minang tidak akan melupakan hal ini hingga mereka menjadi sosok manusia yang futuristik.

Ranah berjuang!

Akhir tahun 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun