Peribahasa adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang diucapkan atau tertulis. Bentuknya singkat, padat, dan berisi kebenaran yang disetujui orang bsnyak. Para ahli bahasa mendefinisikan peribahasa sebagai kelompok kata yang mengandung nasihat atau prinsip hidup.
Berikut ada beberapa peribahasa yang lahir dari masyarakat dan mewarnai kehidupan sosial.Â
Belum bertaji hendak berkokokÂ
Peribahasa ini bisa diartikan orang yang belum berkuasa namun hendak menyombongkan diri. Sungguh bijak sekali orang yang pertama kali menulis peribahasa tersebut. Pencetusnya hendak mengingatkan agar menjauhi sikap sombong.
Sombong adalah sikap yang merugikan diri sendiri. Mereka akan dijauhi teman-temannya dalam pergaulan. Orang yang takabur menganggap orang lain lebih rendah.Â
Belum beranak sudah ditimangÂ
Peribahasa ini bisa berarti seseorang yang belum sukses namun sudah bersenang-senang dulu. Setiap orang harus ingat bahwa kebutuhan orang hidup banyak sekali. Papan, sandang, dan makanan adalah kebutuhan utama. Setelah membentuk rumah tangga, kebutuhan bertambah. Pendidikan untuk anak, kesehatan keluarga, dan hiburan, misalnya.
Peribahasa tersebut mengajarkan setiap orang, anak muda khususnya, supaya tidak mengabaikan kewajiban untuk bekerja. Jangan sia-siakan kesempatan. Mumpung tenaga masih kuat, kesempatan masih terbuka; gunakan sebaik-baiknya, jangan bersenang-senang melulu.
Berat sama dipikul, ringan sama dijinjingÂ
Peribahasa ini berarti bersama-sama merasakan suka dan duka. Atau juga diartikan menanggung baik dan buruk dari akibat suatu perbuatan secara bersama-sama.
Peribahasa di atas menunjukkan pentingnya rasa kebersamaan dalam persahabatan. Perasaan ini akan memotivasi orang untuk saling menghargai. Mereka tidak memikirkan kepentingan diri sendiri.Â
Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlaluÂ
Peribahasa ini bisa diartikan biarpun rintangan menghadang langkah saat berbuat kebaikan, namun kita tidak boleh putus asa. Setiap tindakan pasti ada yang mendukung atau sebaliknya. Jika menilai tindakan tersebut untuk kepentingan orang banyak maka tetapkan hati mewujudkannya.
Bergantung pada akar lapuk
Peribahasa di atas mengisyaratkan arti bahwa mengharapkan pertolongan dari orang yang tidak mungkin memberikan bantuan. Sebagai makhluk yang punya keterbatasan, sudah barang tentu kita tak bisa mencukupi kebutuhan diri kita sendiri.
Ada hal-hal lain yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Misalnya, karena tidak punya kendaraan kita butuh bantuan orang lain agar bisa terwujud kehendak kita. Namun tidak semua orang bisa membantu karena terkendala keterbatasan masing-masing.
Bermain air basah, bermain api hangusÂ
Peribahasa ini menunjukkan arti setiap pekerjaan mengandung resiko yang harus diperhitungkan. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa betapa pentingnya memikirkan segala sesuatu sebelum melakukan suatu perbuatan. Menimbang untung rugi perbuatan tersebut.Â
Besar pasak daripada tiangÂ
Peribahasa ini biasanya digunakan orang-orang untuk menyinggung urusan rumah tangga dalam hal belanja. Seperti diketahui, orang berumah tangga pasti tak luput dari belanja. Orang yang bijak akan mempertimbangkan besar uang pemasukan sebelum membeli suatu barang. Jika orang tersebut tak mengindahkan aturan tersebut, bolehlah dikatakan peribahasa ini ditujukan buat dirinya.
Biduk lalu kiambang bertautÂ
Peribahasa ini menyiratkan arti perselisihan dalam keluarga itu tiada guna lebih baik rukun kembali. Tak bisa dipungkiri dalam keluarga pasti ada percekcokan antar anggotanya. Entah karena permasalahan sepele atau yang lebih serius.Â
Keluarga adalah tonggak utama kerukunan suatu masyarakat. Jika semua keluarga mampu menjaga kerukunan maka masyarakat tersebut akan damai. Jadi ketika ada perselisihan kecil hendaknya anggota keluarga segera rukun kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI