Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Karena LGBT Kami Ada dan Menyatu Bersama

17 Februari 2016   19:24 Diperbarui: 17 Februari 2016   20:16 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Love LGBT (source: dreamstime.com)"][/caption]Maraknya LGBT saat ini mengingatkan saya pada masa lalu. Meski istilah LGBT baru trend saat ini, hal ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Dengan perkembangan saat ini, sudah bukan hal yang asing lagi orang secara terbuka dan terang-terangan memproklamirkan diri sebagai kaum LGBT. Melalui tulisan ini saya coba untuk terbuka dan jujur cerita tentang masa lalu yang berhubungan dengan LGBT. Dan ini adalah kisah nyata saya. 

Terlahir sebagai anak bungsu dari 6 orang bersaudara dengan jarak lumayan jauh dari kakak membuat saya menjadi sosok kecil yang sangat dimanja. Tiga orang kakak perempuan hampir sebaya 1-2 tahun dengan jarak 7 tahun lebih dari saya membuat saya kecil bak boneka buat mereka. Masih teringat di kepala ini bagaimana saya ikut serta dalam permainan mereka. Permainan perempuan. Mulai main boneka, masak memasak atau pun dokter-dokteran. Dan sialnya,  saya yang selalu jadi objek permainan mereka. 

Meski terlahir dengan jelas punya belalai ala Shin Can, tubuh mungil dan muka imut membuat penampilan sosok kecil saya lucu dan ngegemesin. Bahkan tetangga memanggil saya dengan sebutan 'Cah Ayu'. Dandanan ala anak perempuan dengan bedak dan lipstik menjadikan saya objek eksperimen kakak-kakak dan teman-teman perempuannya. Tidak terbersit sedikit pun perasaan aneh dengan perlakuan kakak-kakak saya tadi. Yang ada hanyalah rasa senang dan gembira bermain bersama tertawa lepas bahagia. 

Itulah sekelumit gambaran masa kecil saya dulu. Kita skip perjalanan masa remaja saya. Langsung saya masuk ke masa kuliah di Jogja, kost sendiri jauh dari orang rumah. Apakah masa lalu saat saya kecil masih terbawa sampai masa dewasa memasuki masa kuliah? Jawabannya tentu saja. Yang pasti bahkan sampai sekarang pun masih menyisakan wajah imut ini #nyengir. Lalu apa hubungannya dengan LGBT? Seberapa jauh sepak terjang saya berikutnya di dunia LGBT? Mari kita simak cerita selanjutnya. 

Saat memasuki masa kuliah, saya hidup mandiri dengan tinggal di tempat kost, meski jarak rumah tidak terlalu jauh dari kampus, kira-kira ditempuh selama 1-1.5 jam perjalanan dengan motor ala pembalap. Satu kost sesuai ingatan saya ada 11 kamar yang semua adalah laki-laki. Singkat cerita ada salah satu teman kost saya, asli dari Jombang. Teman saya ini terpaut kurang lebih 2-3 tahun di atas saya. Dia mengambil kuliah Fakultas Hukum di salah satu perguruan tinggi di Jogja. Saat itu periode tahun era millenium. Teman saya ini sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Pada suatu hari sambil santai di sore hari kita ngobrol di teras kamar. Dia cerita tentang tugas akhirnya yang ternyata mengambil judul tentang bagaimana perilaku kekerasan yang terjadi pada kaum LGBT ditinjau dari aspek hukum. Tema yang cukup aneh, bukan? Tapi begitulah kenyataannya. Teman saya ini coba mencari referensi dari berbagai nara sumber terkait tugas akhirnya. Sedikit mengernyitkan dahi saya coba berpikir untuk membantu teman saya ini. Saya teringat punya satu teman perempuan yang kuliah di Fakultas Psikologi dan cukup aktif di kegiatan mahasiswa. Mungkin bisa membantu sebagai referensi nara sumber untuk teman saya tadi. 

Akhirnya setelah janjian, pada suatu hari selepas maghrib, kami berdua meluncur di atas motor kesayangan menuju tempat kost teman perempuan saya tadi. Gayung bersambut. Ternyata teman perempuan saya ini cukup aktif di unit kegiatan mahasiswa dan ikut dalam berbagai aktivitas penyuluhan HIV-AIDS. Diskusi panjang mewarnai pertemuan kami malam itu dan berlanjut dengan janjian ketemuan berikutnya. Kali ini atas saran teman perempuan saya tadi,  dia akan ajak salah satu teman laki-lakinya yang lebih dalam terlibat dalam membahas dunia LGBT. 

Seperti rencana sebelumnya akhirnya kita ketemuan lagi, kali ini jadi berempat. Diskusi seru kembali mewarnai pertemuan 8 mata malam itu. Di situ juga saya pertama kali tahu dan baca sebuah majalah kaum LGBT yang berjudul 'Gaya Nusantara'. Berbagai ulasan dan kehidupan kaum LGBT dibahas di situ. Teman kost saya begitu senang dan antusias karena apa yang dia inginkan untuk bahan tugas akhirnya bisa didapat. Karena kita berempat dan teman kost saya tadi menemukan teman diskusi yang seru, akhirnya perbincangan terbagi menjadi dua kubu. Saya lebih banyak ngobrol bareng teman perempuan anak Psikologi tadi. Obrolan ringan yang ternyata cukup seru mewarnai waktu. Berbagai eksperimen mulai dari coba tes kepribadian,  menggambar pohon, gambar orang dan permainan anak Psikologi yang lain saya coba. Beberapa hasilnya membuat teman perempuan saya terbengong-bengong. 

Pertemuan-pertemuan berikutnya berlangsung beberapa kali,  dengan format yang sama saya menemani dan ngobrol dengan teman perempuan Psikologi tadi. Ntah sadar atau tidak perasaan nyaman ngobrol dan bertemu itu menjadi sebuah aktivitas yang saya tunggu-tunggu. Bahkan ketika teman kost saya tidak butuh untuk ketemu diskusi, saya tetap cari-cari alasan untuk datang ke tempat teman perempuan Psikologi tadi, dengan berbagai macam alibi tentunya. 

Lalu akhirnya bagaimana? Bagaimana hubungan dengan LGBT tadi? Yup, bagi Anda yang sudah membaca kisah saya di '3 Kali Hamil Akibat Merayakan Vakentine' tentu sudah bisa menebak kisah lanjutannnya. Gadis Psikologi tadi adalah sosok yang ada di cerita itu, yang akhirnya hamil 3 kali akibat perbuatan saya #nyengir. 

Yup.. Sosok gadis Psikologi tadi adalah pendamping hidup saya saat ini. Dan tepat hari ini,  17 Februari, 15 tahun yang lalu kami jadian. Sepotong coklat menjadi senjata saya untuk menembaknya. Dan saya meski punya masa lalu sebagai 'Cah Ayu', sosok anak kecil imut yang sering didandani ala perempuan oleh kakak-kakak saya adalah seorang lelaki tulen yang gagah perkasa. Sosok Ayah sebagai pengayom keluarga dan 2 kakak laki-laki yang siap setiap saat untuk maen bola atau berantem membuat jiwa laki-laki saya tetap mendominasi, dibuktikan dengan hasil 3 orang krucil lucu yang mewarnai hari-hari bahagia kami. Dan semua itu ada dan kami menyatu bersama karena LGBT.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun