Dokter dan Apotik yang Konservatif
Pernah saat kami sekeluarga sedang berlibur ke kampung halaman. Tiba-tiba si kakak badannya panas dan mulai muncul bintik-bintik berair di badannya, cacar air. Segera kita bawa ke dokter anak yang buka praktek di rumahnya. Setelah cek ini itu dan karena jelas sakitnya kita tidak banyak diskusi. Resep dari dokter kita ambil di apotik sebelah. Agak aneh ketika mendapati botol sirup obat yang polos tanpa label lagi karena sengaja dilepas, diganti tempelan manual. Kata kakak saya, "itu memang biasa di sini, biar orang tidak tahu itu obat namanya apa dan tidak beli sendiri tapi datang lagi ke dokternya." #duh. Padahal di tutup botol masih ada tulisan kecil nama obatnya yang bisa dengan segera kita cari tahu dengan tanya ke mBah Gugel #hehe.
Masih ada lagi cerita tentang dokter di kampung halaman yang konservatif juga. Ketika "terpaksa" di rawat di kampung, saya coba untuk diskusi dengan dokter tentang progress kondisi saya. Tentu saja berbekal smartphone di tangan berbagai informasi saya coba gali terkait penyakit yang menyerang saya saat itu. Tapi yang terjadi bukan sebuah diskusi seru, dokter senior itu bahkan bilang dengan santainya,"ndak usah percaya apa kata internet, isinya orang ngapusi semua." #waduh. Akhirnya saya dengan sabarnya menunggu saatnya sembuh tanpa pengen diskusi dengan bekal informasi "ngapusi" dari internet #xixi
Dokter tidak Kompeten
Selain manajemen RS yang bagus serta peranan interaksi antara dokter dan pasien yang sangatlah penting untuk membangun kepercayaan, masalah kompetensi dari tenaga medis juga memegang peranan yang tidak kalah penting. Hal ini bisa kita lihat dari orang yang lebih suka langsung ke dokter spesialis ketika mau konsultasi dibanding ke dokter umum. Orang juga cenderung mencari dokter yang cess pleng, langsung sembuh. Masalah kompetensi ini sangat mudah kita buktikan, ketika dengan gampang dan percaya kita mau buka baju di hadapan dokter. Bagaimana coba kalau saya yang minta seorang gadis untuk buka baju di depan saya..? Bisa dikepruk langsung keluar bintang-bintang seketika.. #meringis
Mungkin masih banyak lagi pertimbangan pasien untuk memilih tenaga medis maupun RS yang akan dikunjungi. Tapi sepertinya cerita di atas sudah terlalu panjang lebar. Jadi saya cukupkan sekian. Kasihan istri kalau terlalu panjang dan lebih kasian lagi buat suami kalau terlalu lebar #ehh #nyengir
Â
Salam,
HUM
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H