Mohon tunggu...
HUM
HUM Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sebut saja saya HUM, panggilan inisial yang melekat ketika saya beranjak dewasa. Saat masa anak-anak yang begitu lucunya sampai masa remaja yang sedemikian cerianya, tidak pernah terbersit sekalipun panggilan HUM, tapi yang namanya takdir siapa yang bisa menolaknya kan..?!\r\n\r\nhttp://www.69hum.com\r\n email : hardono.umardani@bicycle4you.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ibu Guruku, Guru Nyata dalam Kehidupanku

28 Mei 2012   10:32 Diperbarui: 27 Juli 2015   10:41 9502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_179336" align="aligncenter" width="544" caption="Bu Tatik dan si anak kecil di tengah (Doc: HUM)"][/caption]

Namanya Hartati, orang-orang memanggilnya Bu Tatik, sesuai lidah orang jawa gampang untuk mengucapkannya. Beliau adalah sosok guru SD yang cukup bersahaja. Kenapa beliau begitu mewarnai kehidupan saya? Coba kita simak jalan ceritanya.

Bu Tatik, beliau lah yang menemukan 'bakat aneh' dari seorang anak kecil yang suatu ketika ngambek tidak mau lagi sekolah di taman kanak-kanak karena merasa bosan hanya bermain, bernyanyi dan menggambar saja. Anak kecil tadi akhirnya 'dititipkan' untuk belajar di SD kelas 1 di tempat beliau mengajar. Guru kelas akhirnya menempatkan sang anak kecil untuk ikut duduk bersama menikmati pelajaran dengan status 'pupuk bawang' alias anak kecil 'titipan'. Waktu ngambek si anak kecil kebetulan bukan pas di waktu tahun ajaran baru, sehingga dia berstatus 'pupuk bawang' mulai catur wulan terakhir. Ibu Guru kelas melihat perkembangan sang anak kecil ternyata bisa mengikuti mata pelajaran dengan baik dan di-promote untuk naik ke kelas 2 di akhir masa 'titipan' yang hanya berlangsung sekitar 3 bulan saja. Bu Tatik sebenarnya mau menahan si anak, tapi sang guru kelas meyakinkan bahwa si anak bisa.

Akhirnya setelah menempuh pelajaran selama 3 bulan, si anak resmi naik ke kelas 2. Ya..karena kebetulan si anak kecil dilahirkan di desa dengan teman-teman sebaya yang sama-sama kurang gizi, sehingga asupan nutrisi belum seperti anak sekarang yang pintar dan cerdas, akhirnya si anak kecil menjadi anak 'paling pintar', maklum ndak ada saingan *:nyengir  dan sekaligus paling kecil. Bu Tatik juga lah yang menjadi saksi sejarah ketika seorang anak kecil kelas 2 SD tadi mulai kenal rokok :D. Kisah merokok si anak kecil bisa di baca di tulisan Berhenti Merokok Itu Mudah.

Cerita tentang Bu Tatik tidak habis sampai di sini, pas menginjak kelas 4, ada satu kejadian yang hampir merusak reputasi si anak kecil yang 'paling pintar' tadi. Ceritanya ada guru baru pengganti untuk mata pelajaran matematika, karena guru yang sebenarnya sedang mengikuti penataran. Soal matematika penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan yang dianggap anak-anak sulit, tiba-tiba menjadi begitu mudah karena 'teorema ngawur' sang guru pengganti.

(1/2) + (2/4) = "atas tambah atas / bawah tambah bawah"

(1/2) + (2/4) = (1+2) / (2+4) = 3/6

Whuaahh...teorema yang menyesatkan bukan? Si anak kecil yang merasakan ada yang tidak beres dengan penjelasan sang guru tentu saja protes, tapi tidak ditanggapi sang guru bahkan teman-temannya membodoh-bodohkan dirinya yang merasa tiba-tiba jadi orang paling bodoh sedunia saat itu.Akhirnya si anak kecil mengadu ke Bu Tatik dengan penjelasan logisnya. Meski menjelang kenaikan kelas 3 beliau pindah tugas untuk promosi ke SD lain, Bu Tatik masih bersedia menyempatkan diri untuk diskusi dengan guru pengganti tadi mengenai pelajaran yang diberikan. Akhirnya 'teorema ngawur' sang guru pengganti direvisi agar tidak menyesatkan dan eksistensi si anak kecil tambah diperhitungkan di kancah percaturan anak-anak SD tersebut *:senyum.

Menjelang kenaikan kelas 5 si anak kecil, Bu Tatik kembali bertugas di sekolahnya dengan posisi baru sebagai Kepala Sekolah. Demi melihat potensi sang anak, setiap kali ada perlombaan selalu coba diikutsertakan. Beliau selalu ikut serta mendampingi si anak ketika lomba sendiri maupun berkelompok. SD kampung yang sebelumnya kurang diperhitungkan, sedikit demi sedikit diperhitungkan namanya di tingkat kecamatan ketika berhasil menjuarai berbagai perlombaan sekolah tingkat kecamatan dan berhasil bertatap muka dengan Pak Bupati ketika si anak kecil menjadi juara 1 lomba mengarang tingkat kabupaten. Terlihat wajah bangga ketika melihat si anak kecil naik ke panggung dan disebut nama SD-nya yang dari kampung. Lebih bangga dan lega lagi ketika si anak kecil akhirnya bisa jadi anak satu-satunya yang tembus masuk ke SMP terfavorit di kota, meski anak kampung dari SD terpencil.

Sudah bisa menebak kira-kira siapakah anak kecil yang ngambek tadi? Yup...tiada lain tiada bukan dialah HUM :), anak kecil yang sampai sekarang tidak punya ijazah kelulusan TK *:nyengir.

Bisa nebak juga siapa sosok Bu Tatik yang begitu mewarnai hidup saya? Yup..beliau adalah Ibunda tercinta, sosok yang merawat saya semenjak dari rahim sampai sekarang dewasa ini tapi tetap menjadi seorang 'anak kecil' di mata beliau sampai saat ini dalam usia yang sudah menginjak angka 72 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun