Mohon tunggu...
Hardo Firmana Given Grace Manik
Hardo Firmana Given Grace Manik Mohon Tunggu... -

Seorang Kholerik-Melankolik yang berjuang untuk berdikari dan bertindak maju.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kampus Kapitalisme Vs Kampus Ekonomi Kerakyatan: Dimanakah posisi kita?

9 November 2013   09:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:24 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perasaan cukup bergejolak ketika membaca Harian Jogja online edisi 13 Mei 2013, dimana Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta (FE-UNY) akan mengganti kurikulum pendidikan mereka ditahun ajaran 2013/2014 dengan memfokuskan pada ekonomi kerakyatan. Pendidikan ekonomi di fakultas tersebut mayoritas akan diisi materi mengenai usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi. Ya, akhirnya ada kampus yang “tahu diri” dengan negeri sendiri.

Dan cukup “iri” juga dengan Universitas Gadjah Mada yang sudah mendirikan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM yang lahir dengan nama Pusat Studi Ekonomi Pancasila, dibentuk pada tanggal 17 Oktober 2002 dengan keputusan Rektor UGM No.177/P/SK/HKTL/2002 dengan kepala Prof.Dr. Mubyarto (Alm). Aih,aih, saya jadi bertanya. Kami kapan ya tahu diri?

Dua Universitas tersebut sudah sadar bahwa sekarang ini perkembangan ilmu dan sistem ekonomi Indonesia semakin jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Khususnya, Bung Karno dengan Ajaran Trisakti-nya dan Bung Hatta dengan Ekonomi Kerakyatan-nya dimana memunculkan Pasal 33 UUD 1945 yaitu:

1)Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

2)Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara

3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kampus, yang seharusnya bisa menjadi tempat mahasiswa-mahasiswi untuk mempelajari secara dalam Ajaran Trisakti Bung Karno dan Ekonomi Kerakyatan Bung Hatta terkhusus melaksanakan amanat pasal 33 UUD 1945, kebanyakan sudah berkiblat pada ekonomi kapitalisme yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kondisi sosial-budaya bangsa Indonesia. Sebagai contoh, pemakaian textbook dalam buku perkuliahan terutama dalam mata kuliah ekonomi makro dan mikro, materi ekonomi kerakyatan dan kedaulatan ekonomi nasional yang tidak diperdalam, dan masih banyak lagi, menyebabkan pemikiran kita menjadi kebarat-baratan yang menjadikan kita memiliki mental berpikir asisten. Kita bangga mengutip perkataan atau kalimat tokoh-tokoh barat menjadi perkataan kita atau mengutipnya di skripsi atau tugas perkuliahan lainnya yang membuat diri kita sendiri berpikir bahwa kita “keren”. Jangan salah kawan-kawanku! Bukan “keren” tetapi “kere”(=miskin, dalam hal pemikiran). Itu sama sekali membuat kita menjadi budak pemikiran mereka. Kita bisa memiliki mental mandiri kawan-kawan! Harus berani! Justru kutipan itulah yang harus mendukung pemikiran kita, bukan kita malah mengikut. Dan tidak kurang tokoh-tokoh di Indonesia ini yang bisa kita gali pemikirannya, khususnya founding fathers Indonesia. Tentunya, tokoh-tokoh yang bukan antek kapitalis.

Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan kesungguhan membela ekonomi rakyat. Harus diperhatikan kawan-kawan! Berasas kekeluargaan, bukan individualisme. Berkedaulatan rakyat, bukan berkedaulatan pemilik modal. Bermoral Pancasila, bukan bermoral kapitalis. Menunjukkan kesungguhan membela ekonomi rakyat, bukan mempersubur kapitalisme dan membuat “buncit” antek-anteknya.

Menurut pasal 33 UUD 1945 diatas bahwa ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang demokratis, sistem ekonomi kerakyatan termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi : “Produksi dikerjakan semua untuk semua dibawah pemimpin atau anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang paling diutamakan bukanlah kemakmuran orang perseorangan. Karena itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan atas keluarga. Dan bangunan perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.

Penjelasan singkat dua paragraf diatas memunculkan pertanyaan dua hal teknis:

-Apakah kita sudah memiliki dan melaksanakan kurikulum ekonomi kerakyatan serta memperdalam ajaran Bung Karno? Jika belum, kapankah?

-Apakah kita sudah memiliki Koperasi Mahasiswa yang tidak hanya sebagai tempat pengembangan kewirausahaan dan penerapan ekonomi kerakyatan, tetapi lebih pada gerakan untuk memberantas kapitalisme dan efek-efeknya termasuk hedonisme, materialisme dan snobisme di kampus?

Jika belum, kapankah?

Kalau belum,bukankah kita benar-benar malu dan muka tertampar bahwa sebuah Fakultas Ekonomi tidak memiliki Koperasi Mahasiswa ?

Jika belum, tidak berlebihan jika kita adalah “sesuatu” yang keras kepala dan buta terhadap kenyataan kapitalismeseterusnya adalah kenyataan neoliberalisme, dan paling keji kenyataan imperialisme di negeri ini. Karl Marx mengungkapkan bahwa kapitalisme adalah reinkarnasi sempurna dari kolonialisme dan imperialisme. Mari kita analisa sendiri perkataan Karl Marx tersebut, benar atau tidak. Karena kita “kata orang” kaum intelektual. Itu kata orang. Gak tahu masih betul atau tidak.

Ayolah kawan-kawanku! Kita haruslah “tahu diri”. Mengapa kita tidak menggabungkan ide dari 2 kampus diatas yakni mengembangkan Pusat Kajian dan Aksi Ekonomi Kerakyatan ( PUSKASIEKRA ) dan Koperasi Mahasiswa? Mari mewujudkan cita-cita ekonomi para founding fathers negara ini dengan membuat kampus kita sebagai tempat kajian dan titik pergerakan Ajaran Trisakti dan Ekonomi Kerakyatan. Ayo hilangkan mental berpikir asisten, gali-kembangkan-terapkan pemikiran mereka-para pendiri bangsa ini-, perangi segala bentuk kapitalisme-neoliberalisme-imperialisme dan bergerak menuju kedaulatan ekonomi nasional yang adil dan sejahtera. Ayo!

Oleh: Hardo Firmana Given Grace Manik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun