Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu sosok sastrawan terbaik Indonesia. Selama masa hidupnya, Pram, sapaan akrabnya, telah menghasilkan karya yang sangat banyak dan terdapat 50 karya sastranya diterjemahkan dan diterbitkan ke dalam lebih dari 40 bahasa di dunia.
Semasa hidupnya, Pram juga termasuk ke dalam keanggotaan beberapa organisasi, menjadi anggota kehormatan organisasi internasional, serta mendapatkan beberapa penghargaan internasional, yang salah satunya dari UNESCO pada tahun 1996.
Karya sastra yang ditulis Pram memang sangat terkenal dan fenomenal. Salah satunya adalah karya sastra Tetralogi Buru, yang merupakan seri dari empat novel yang secara keseluruhan bercerita tentang awal kebangkitan nasional Indonesia dan terciptanya semangat nasionalisme.
Tetralogi Buru atau Tetralogi Pulau Buru terbit dari tahun 1980 sampai 1988 yang kemudian peredarannya dilarang oleh Jaksa Agung Indonesia dalam beberapa masa. Keempat seri buku tersebut telah diulas oleh lebih dari 10,000 pembaca di situs ulas buku, Goodreads. Berikut empat karya legendaris yang termasuk ke dalam Tetralogi Buru:
Bumi Manusia
Bumi Manusia merupakan buku pertama yang terbit dari keempat seri Tetralogi Buru yang terbit pada tahun 1980. Buku ini bercerita tentang perjalanan tokoh yang bernama Minke. Minke merupakan salah satu anak pribumi yang menempuh pendidikan di Hoogere Burgerschool (HBS). HBS adalah sekolah yang mayoritasnya keturunan Eropa.
Minke merupakan seorang putra pribumi yang dikenal pandai dan mahir menulis, yang mana karya tulisannya sampai masuk di berbagai surat harian Belanda saat itu. Dalam buku ini, Minke diceritakan kurang disukai oleh siswa keturunan Eropa karena darah pribumi yang mengalir dalam dirinya. Namun, Minke merupakan sosok pemberani yang melawan ketidakadilan pada bangsanya sendiri.
Melalui buku ini, Pram menggambarkan bagaimana sistem kolonialisme Belanda yang selalu menindas pribumi yang menyebabkan kondisi bangsa Indonesia pada saat itu menjadi terpuruk. Dan dari sinilah, sosok Minke yang hadir dalam melawan kondisi tersebut dengan membuat berbagai tulisan yang menantang kolonialisme.
Anak Semua Bangsa
Buku kedua dari seri Tetralogi Buru ini terbit pada tahun 1981. Namun baru beberapa bulan setelah penerbitannya, Kejaksaan Agung melarang peredaran buku tersebut.
Anak Semua Bangsa umumnya bercerita tentang Minke yang mengalami konflik batin atas istrinya Annelies, yang harus dibawa paksa ke Belanda. Tetapi pihak keluarga Nyai Ontosoroh, ibu dari Annelies, menentang keputusan tersebut dan mengirim seorang teman sekolah Minke bernama Panji Darman untuk memantau keadaan Annelies selama di Belanda.
Annelies pun tidak tinggal diam dan melakukan banyak hal, seperti bisnis dan hukum, seperti yang dilihat dari sosok ibunya, Nyai Ontosoroh.
Jejak Langkah
Jejak Langkah merupakan seri ketiga dari Tetralogi Buru. Buku ini bercerita tentang Minke yang melawan kolonialisme pemerintah Belanda dengan membentuk organisasi dan mendirikan pers. Hal ini dilakukan Minke untuk memengaruhi massa agar tergerak dalam melawan kolonialisme.
Medan Prijaji pada saat itu semakin dikenal masyarakat pribumi sebagai koran penerbit yang berisi tentang persoalan pribumi atas penindasan yang dilakukan gubermen. Minke, yang saat itu menjabat sebagai pemimpin Medan Prijaji ditangkap dan dibuang ke tempat pengasingan.
Namun, Medan Prijaji dan berbagai organisasi tetap berjalan walau Minke ditangkap. Karena sebelumnya, Minke beserta kawan seperjuangannya telah bertemu untuk membahas berjalannya organisasi tersebut.
Rumah Kaca
Buku yang merupakan seri terakhir dari Tetralogi Buru ini bercerita tentang seorang komisaris polisi Hindia Belanda asal Minahasa, Jacques Pangemanann, yang melawan kelompok Si Pitung dan membuatnya ditugaskan untuk memata-matai aktivitas Minke.
Dan dari tugas tersebutlah, membuat Jacques menjadi sosok yang bertanggung jawab dalam pengasingan Minke ke wilayah pulau terpencil di Maluku Utara. Namun, seri buku ini berakhir dengan situasi yang mengecewakan.
Minke di akhir cerita meninggal setelah melihat media dan organisasi yang selama ini didirikan dengan segala usaha, direbut oleh gubermen kolonial. Tetapi tetap saja, Minke memiliki pengaruh besar bagi pribumi.
Sumber: Berita Seni Budaya CNNIndonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H