Mohon tunggu...
Hardiyanti Rahmah
Hardiyanti Rahmah Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Psikolog dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Siasat Asyik dan Menarik bagi Anak Berkebutuhan Khusus Belajar dari Rumah Melalui Berbagai Game Edukasi

19 Juli 2021   12:29 Diperbarui: 19 Juli 2021   12:42 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sekolah online kembali di 2021... Apa yang dirasakan anak-anak selama dirumah? "Jenuh? Iya", "Malas? Pastinya" karena tidak ada teman-teman bermain pada jam istirahat seperti di sekolah, "Lebih banyak main handphone? Ya iyalah", kan bisa alasan ada tugas padahal main game. Bagaimana dengan Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang belajarnyapun perlu pendampingan khusus? Jawabannya tentu akan lebih sulit lagi karena orang tua juga harus menyesuaikan diri untuk menemani pada saat pembelajaran, maka akan lebih beratlah tantangan yang harus dilalui para orang tua ABK tersebut.

Di masa pandemi Covid-19 saat ini bukan hanya orang tua siswa-siswa di sekolah-sekolah biasa yang perlu mendampingi anak-anak dalam proses pembelajaran jarak jauh, namun para orang tua dari ABK yang anaknya sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau sekolah inklusi juga memiliki tantangan yang lebih berat dalam mendampingi proses belajar online para ABK tersebut.

Seperti yang kita ketahui, para ABK dengan berbagai kondisi atau permasalahan yang dimiliki seperti autism, hiperaktif, gangguan perkembangan, gangguan belajar dan lainnya, tentu membuat orang tua mereka akan mengalami kesulitan yang lebih besar di saat anaknya harus belajar dari rumah. Perlu banyak strategi untuk mendampingi ABK belajar, karena lingkungan belajar yang berbeda bisa saja menyulitkan mereka dalam berkonsentrasi dan menyesuaikan diri dalam proses belajar.

Banyak  jurnal-jurnal penelitian tentang bagaimana kondisi pembelajaran jarak jauh ABK yang menunjukkan bahwa sekarang ABK kehilangan proses pendidikan di sekolah seperti program-program intervensi, pendidikan dan pelatihan, serta terapi fisik yang mereka biasa lakukan di sekolah untuk membantu meningkatkan kemampuan mereka. 

Peningkatan interaksi sosial, komunikasi dan perilaku pada ABK sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Karena itu, adanya Covid-19  menyebabkan perubahan dalam rutinitas harian ABK. Dimana guru dan orang tua murid perlu beradaptasi dengan situasi Pendidikan pada saat ini yang mengharuskan dengan online/daring (Syafarana & Chairani, 2020).

Orang tua dan guru ABK perlu lebih mengeratkan komunikasi untuk memaksimalkan proses belajar jarak jauh mereka, berbagi tips dan trik dalam mengajar akan sangat membantu orang tua di rumah menemani anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan suasana belajar yang baru. 

Beberapa orang tua yang memiliki anak ADHD menyampaikan bahwa perlu kesabaran jauh lebih besar dalam mendampingi proses belajar anak mereka, karena penuh dengan kendala dalam kontrol diri anak, dimulai dengan kendala belajar akademik yang tidak secara langsung, kendala dengan perubahan situasi atau rutinitas yang memang sulit dipahami anak ADHD karena bagi mereka rutinitas harus sesuai jadwal yang sudah biasa dilakukan.

Pada sebuah kasus anak penyandang autis yang saat ini mengikuti pembelajaran jarak jauh contohnya, menurut orang tuanya anak banyak protes karena banyak hal berubah dari rutinitas yang biasanya dilakukan saat sekolah tatap muka. Mulai dari jam belajar yang berubah, interaksi tidak langsung yang juga membuat anak cukup kesulitan mengikuti proses pembelajaran sehingga orang tua harus selalu mendampingi dalam proses belajar tersebut agar bisa mengulang kembali penjelasan yang tidak dimengerti oleh anak, serta jam bermain dan istirahat yang tidak selalu sama seperti di sekolah. Hal tersebut memiliki dampak yang besar bagi ABK, menurut orang tuanya kemampuan mengontrol emosi anak jadi kurang bagus, sehingga anak kadang mudah marah dan mengamuk  karena merasa bingung dengan perubahan situasi dan kebiasaan yang terjadi.

Beberapa contoh kondisi tersebut membuat dukungan dan kerja sama antara Guru dan Orang tua sangat penting dalam menjalin dan membahas kondisi anak di rumah, serta apa yang harus dilakukan orang tua ketika mengalami kesulitan. Salah satu strategi yang bisa diterapkan orang tua di rumah adalah merancang game atau permainan edukasi yang membuat anak lebih tertarik untuk belajar serta lebih memudahkan anak dalam penyesuaian diri dengan situasi dan rutinitas baru.

Adanya permainan edukasi yang disesuaikan dengan keperluan pembelajaran anak akan mampu membantu anak melakukan sesuatu yang menjadi target belajar mereka dan membuat orang tua mampu mengukur kemampuan dan potensi diri anak. Dimana pada proses bermain tersebut anak akan mampu melakukan pemahaman tentang berbagai hal yang mereka imajinasikan, baik berperan menjadi orang lain, mengekspresikan berbagai emosi ataupun belajar tentang norma atau aturan (Mutiah, 2010).

Selain itu permainan juga bisa menjadi terapi dalam memaksimalkan proses tumbuh kembang pada ABK, karena bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak, sehingga merancang terapi melalui permainan membuat anak tidak merasa bosan dengan proses terapi atau pelatihan yang harus dia lakukan (Adriana,2011).

Beberapa contoh game edukasi yang bisa diberikan untuk ABK (Ismail, 2009) bisa dengan aktivitas bermain berikut:

  • Bermain balok/puzzle untuk melatih kemampuan mengenal benda, bentuk dan warna.
  • Menggunting dan menempel untuk melatih motorik halus anak.
  • Mewarnai gambar (hewan, buah atau benda lainnya)
  • Bermain dan membuat kereta/mobil dari kardus untuk mengembangkan unsur-unsur fisik-motorik, sosial emosional, kordinasi dan keseimbangan, kognisi, imajinasi dan kreativitas anak.

Selain beberapa permainan tersebut, banyak sekali permainan-permainan yang bisa memfasilitasi proses belajar anak, kuncinya ada pada orang tua yang harus lebih kreatif dan inovatif membuat permainan-permainan sesuai dengan keperluan proses belajar anak. Membuat permainan edukasi juga bisa menggunakan alat-alat sederhana yang ada di rumah, tidak harus membeli alat permainan khusus jika memang tidak memungkinkan bagi orang tua.

Salah satu contoh permainan yang mudah dan murah bisa menggunakan kardus-kardus bekas kemudian dibuat menjadi bentuk yang dinginkan seperti rumah-rumahan, mobil-mobilan dan lainnya. Atau bisa juga menggunakan kertas dan crayon atau pensil warna untuk menggambar bentuk-bentuk yang disukai anak kemudian digunting dan ditempel di dinding kamar anak. Setiap permainan ini akan bermanfaat untuk menunjang kemampuan anak, terutama pada ABK yang mungkin masih kesulitan dalam mengorganisasikan gerak tubuhnya dengan baik.

Salah satu cara untuk menarik perhatian ABK pada saat mengajak belajar sambil bermain adalah dengan cara membuat intonasi bicara lebih ramah dengan suara yang terdengar nyaring dan jelas, seperti anak yang berteriak kegirangan karena senang mendapatkan mainan baru, misal dengan kalimat, "Wow... bagus sekali mainan ini", atau "Wah... ada kertas kosong ayo kita mewarnai," pengucapan kalimat-kalimat tersebut harus disertai dengan mimik wajah dan gerakan tubuh yang penuh antusias untuk siap melakukan aktivitas yang disebutkan. Anak akan cenderung lebih cepat merespon instruksi ketika orang yang memberikan instruksi terdengar menyenangkan dalam mengajak anak belajar atau bermain bersama.

Jika orang tua kesulitan dalam menentukan permainan yang tepat untuk anak dalam mencapai target belajar atau target pelatihannya, maka bisa berdiskusi dengan guru kelasnya yang pasti lebih mengerti bagaimana proses belajar dan bermain anak saat di sekolah. Jadi bagi orang tua ABK harus aktif berkomunikasi dengan pendidik anak-anak mereka agar proses pendidikan yang diterima anak di rumah tidak terlalu jauh berbeda dengan proses yang dilakukkannya di sekolah bersama gurunya.

Referensi

Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Salemba Medika: Jakarta.

Ismail, A. (2009). Education Games. Pro-U Medika: Jogjakarta

Mutiah, D. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana: Jakarta.

Syafarana, I.A.N & Chairani, A. (2020). Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus pada Masa Pandemi Covid -- 19 di Sekolah Inklusif SDN 12 Gedong. Jurnal Ortopedagogia, 6, 2, 125-129.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun