Heboh masalah perkalian 6 x 4 di Indonesia, yang mana sampai terjadi perdebatan antara para pakar mengusik perhatian saya. Apalagi ketika orang awam juga ikutan nimbrung, dengan bertumpu pada hasil. Sementara di kalangan pakar selain hasil juga memperdebatkan tentang konsep dan teoritis. Ternyata PR anak SD yang dibantu kerjakan oleh kakaknya yang mahasiswa itu benar benar menyulut perdebatan yang luar biasa.
Saya tidak akan menambahi yang mungkin hanya akan membuat muak pembaca, apalagi saya juga bukan pakar matematika. Barusan saya bertanya kepada anak saya yang kebetulan menjadi siswa kelas 3 SD Isobe Elementary School, Toyohashi, Jepang. Kebetulan dia ikut saya yang 3 tahun terakhir studi lanjut di Jepang.
6 x 4 berapa mas?
Sebentar...... (dia menghitung)..... 24.
Bagus, kata saya. Bagaimana kamu dapat 24?
Ya 6 x 4 itu kan sama dengan 6 nya 4 kali atau 4 nya 6 kali. Hasilnya sama, 24. Kata anak saya.
Coba kamu tulis, kata saya.
Segera dia ambil buku notes dan menuliskan pengerjaannya.
wah, mantap sekali, saya bilang.
Lho, memang hasilnya sama sama 24, tapi penjumlahannya yang mana? Tanya saya lagi.
Itu sudah saya beri keterangan di bawahnya, kata anak saya.
Ternyata di bawah pengerjaannya dia tulis dalam huruf hiragana どちらでも (dochira de mo). Yang artinya yang mana saja sama
Pembaca yang terhormat, saya hanya mengutip apa yang telah dikerjakan anak saya. Sementara saya sendiri juga tidak meneliti lebih jauh, apakah di sekolah diajari seperti itu, apakah semua anak SD di Jepang diajari seperti itu saya juga tidak tahu.
Dengan hanya 1 sampel anak saya, tidak bisa disimpulkan bahwa di Jepang siswa diberi kebebasan dalam menterjemahkan perkalian. Namun, sampai saat ini saya maupun ibunya belum pernah mengajari dia tentang konsep itu. Kemungkinan besar dia mendapatkannya di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H