Setelah menikmati Metro dari Roma sekitar 20 menit, sampailah kami di Stasiun Ottaviano. Cukup banyak turis hari itu yang turun dari kereta bersama kami. Jadi, sekalipun kami tidak tahu pasti arah menuju Vatikan, kami mengikuti saja arus para turis.Â
Kami kira Vatikan merupakan kota atau kawasan yang eksklusif, yang jauh dari kehidupan masyarakat. Perkiraan kami salah total, sebab untuk sampai ke sana kami harus menyusuri pertokoan, dari toko makanan, suvenir, sampai toko yang menawarkan barang-barang bermerek.
Vatikan merupakan negara terkecil di dunia. Luas negaranya hanya 44 hektar, dengan populasi yang berjumlah tidak sampai 900 orang. Akan tetapi negara yang sangat kecil ini mempunyai kekuatan yang dahsyat.Â
Pemimpin-pemimpin negara superpower sekalipun tidak bisa berbuat 'seenaknya' kepada negara ini. Tidak jarang pula mereka mematuhi atau minimal mempertimbangkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Vatikan. Bahkan ketika perang dunia berkecamuk, kota ini tidak pernah tersentuh, walau Italia sempat dikuasai Jerman tahun 1943 dan Pasukan Sekutu tahun 1944.
Di Vatikan kita bisa menikmati berbagai keindahan, mulai dari lapangan luas, pilar-pilar dan bangunan berukir, hingga sejarah yang tercatat, seperti: Sistine Chapel, Saint Peter's Basilica, Saint Peter Square, atau museum Vatican.
Bagi penganut Katolik tentu tidak akan melewati kesempatannya untuk beribadah di Saint Peter's Basilica. Sedang bagi yang tidak beribadah tentu memilih untuk menikmati interior yang bernilai seni sangat tinggi dan keindahan bangunan dari Saint Peter Square.Â
Saat menikmati panorama di Saint Peter Square, kami merasakan atmosfir yang penuh damai. Mungkin karena di tempat inilah kami sering mendengar seruan perdamaian, saling berkasih sayang, dan menjunjung toleransi.
Kedamaian merupakan suasana yang didambakan setiap umat manusia, dan kedamaian hanya bisa terwujud oleh kelembutan kasih sayang dan keteguhan menggenggam toleransi.
Dari Castle Sant Angelo kami berniat untuk menyusuri gang-gang sempit ke Fontana di Trevi. Perjalanan ini betul-betul sangat mengesankan. Di gang sempit itu, kita dapat menemukan bangunan-bangunan indah, dan berbagai situs bersejarah, yang tidak jarang membuat kami terpana.Â
Sebenarnya waktu berjalan kaki antara kedua tempat itu, paling lama hanya satu jam, tetapi karena banyak keindahan dan situs yang perlu kita saksikan, maka perjalanan ini bisa membutuhkan waktu berjam-jam.Â
Perjalanan dimulai dari Castle Sant Angelo, yang merupakan makam Kaisar Hadrianus, penguasa Romawi tahun 117 -- 138 M. Dari kastil  ini, kami menyeberangi Sungai Tiber melalui Jembatan yang bernama Ponte Sant Angelo, yang konon dibangun tahun 134 M.Â
Jembatan ini mirip dengan Jembatan Charles di Praha, dimana setiap sisi jembatan terdapat patung. Bedanya di Ponte Sant Angelo semua patung menggambarkan malaikat, sementara di Jembatan Charles menggambarkan Saint.Â
Berdiri di jembatan sambil menyaksikan sungai bergerak perlahan, dan merasakan angin sejuk yang membelai, sungguh memberikan kenikmatan tersendiri.
Selanjutnya kami melewati beberapa pertokoan dan gang-gang sempit, hingga sampailah kami di Piazza Navona, sebuah alun-alun yang 'Romawi' banget, baik dari sisi arsitektur maupun tata letak bangunannya. Di tempat ini juga terdapat air mancur Fontana dei Quattro Fiumi, atau dapat diartikan sebagai air mancur dari empat sungai.Â
Bagi yang pernah menonton Film Angles and Demons pasti mengenal air mancur ini. Arsitektur yang begitu indah semakin sempurna dipandang sambil menghirup cappuccino panas.
Setelah menikmati pantheon beberapa waktu, kami pun melangkah menuju Fontana di Trevi, sebuah air mancur dengan patung Dewa Neptunus. Air mancur ini merupakan sebuah 'klenik' di Roma.Â
Konon orang yang melempar koin ke sana dengan menggunakan tangan kanan melewati bahu kiri akan kembali lagi ke Roma kelak. Klenik serupa dapat kita jumpai di Zero Point di depan Notre Dame di Paris, atau patung Everard T Serclaes di Grand Place Square-Brussel.
Hari ini kami berjalan dari Vatikan, sebuah pusat keyakinan agama, sampai ke Fontana di Trevi, sebuah tempat keyakinan klenik.Â
Manusia memang memiliki keyakinan yang berbeda-beda, dari yang rasional hingga yang tidak dapat diterima akal. Perbedaan ini tidak akan menjadi masalah jika manusia memegang toleransi yang tinggi, sehingga tidak ada yang saling mengganggu.Â
Sayangnya, beberapa pihak sengaja meruncingkan perbedaan ini dengan dalih membela keyakinannya, sebagai bungkus dari tujuan utamanya, yaitu mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI