Mohon tunggu...
Hardius Usman
Hardius Usman Mohon Tunggu... Dosen - Humanitarian Values Seeker in Traveling

Doktor Manajemen Pemasaran dari FEUI. Dosen di Politeknik Statistika STIS. Menulis 17 buku referensi dan 3 novel, serta ratusan tulisan ilmiah populer di koran. Menulis hasil penelitian di jurnal nasional maupun internasional bereputasi. Mempunyai hobby travelling ke berbagai tempat di dunia untuk mencari nilai-nilai kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Phnom Penh, Kekhawatiran yang Tidak Terbukti

8 Juni 2020   09:38 Diperbarui: 8 Juni 2020   11:23 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Koleksi Pribadi

Berwisata ke negara berkembang seperti Kamboja pasti akan diiringi rasa was-was, terutama mengenai masalah keamanan. Apalagi setelah membaca beberapa ulasan yang menyebutkan di Phnom Penh sering terjadi pencurian atau penipuan. 

Walau kekuatiran merasuk dalam pikiran, traveler tidak akan menghentikan langkahnya untuk menikmati keunikan yang ada di sana. Kekuatiran harus diwaspadai dan merupakan tantangan untuk dijawab, bukan untuk dihindari. Keyakinan inilah yang pada akhirnya membawa kami tiba  di Phnom Penh, ibu kota Kamboja. 

Pagi itu langit agak mendung, sehingga sengatan mentari tidak begitu terasa membakar. Kami memulai perjalanan dari tepi Sungai Mekong. Walau tidak dapat dikatakan bersih, aliran sungai tampak tenang dengan beberapa perahu yang berlalu-lalang. Tiupan angin yang membelai lembut, menambah nikmatnya keterpanaan menatap air. 

Setelah beberapa saat mata dimanjakan tarian sungai, kami melangkahkan kaki ke arah Royal Palace. Ternyata kami kurang beruntung karena hari itu Royal Place sedang ditutup untuk umum. Akhirnya kami hanya bisa menikmati keindahan arsitekturnya dari luar pagar istana saja.

Perjalanan dilanjutkan ke independence monument, yang terletak di tengah tanah lapang. Bentuknya mirip-mirip Candi Prambanan, tetapi ukurannya jauh lebih kecil. Model monumen seperti ini ternyata ciri khas Kamboja. 

Tidak jauh dari monumen kemerdekaan ini, terletak Wat Langka, sebuah kuil Buddha. Kalau diperhatikan beberapa bangunan, arsitektur Kamboja ini mirip dengan arsitektur Thailand. Bisa jadi mereka sebenarnya satu budaya mengingat kedekatan geografis kedua negara tersebut.

Dari sini kami melanjutkan perjalanan ke central market. Di tengah jalan, kami kehabisan air minum, dan mampir di sebuah toko. Inilah saat pertama kami bersentuhan dengan masyarakat Phnom Penh. 

Bahasa memang menjadi kendala, tetapi dengan bahasa tubuh akhirnya dua botol air mineral berada di tangan kami. Kami tidak menyangka wanita setengah baya itu melayani kami dengan ramah dan penuh senyum. Oleh karena kendala bahasa juga, kami tidak menanyakan harga air mineral tersebut, tetapi langsung memberikan 2 USD, dan siap memberi lagi jika kurang. Maklum ini kan tempat wisata biasanya harga lebih mahal, apalagi dia pasti tahu bahwa kami adalah turis, yang sering menjadi korban harga. 

Ternyata perkiraan kami meleset. Dengan senyum ramahnya dia mengembalikan selembar dolar kami plus memberi recehan uang kamboja. Di sinilah awal kami mendapat kesan betapa ramah dan jujurnya orang Kamboja.

Baru sekitar seratus meter melangkah dari toko penjual air mineral, kami melihat ada yang menjual manisan mangga di pinggir jalan. Terdorong perasaan ingin tahu, apakah rasanya sama dengan yang dijual di Jakarta, kami pun membelinya. Kami memberi selembar uang 1 USD. 

Kejadian membeli air mineral kembali terulang, ibu-ibu yang sudah tergolong senior itu mengembalikan uang kami dengan recehan mata uang Kamboja. Hati kami betul-betul bertanya-tanya, apakah semua orang Kamboja khususnya di Phnom Penh sejujur ini?

Central Market (Sumber: Koleksi Pribadi)
Central Market (Sumber: Koleksi Pribadi)
Perilaku dua pedagang itu membuat kami yakin akan keramahan dan kejujuran orang Kamboja. Kesan itu terus menguat ketika kami membeli souvenir di Central Market. Tidak ada di sana harga yang dilonjak-lonjakan, dan setiap toko memberi harga hampir serupa. 

Cara mereka melayaninya pun sangat bersahabat. Beberapa penjaga toko berusaha juga menggunakan bahasa Indonesia untuk merayu kami agar membeli barang dagangannya. Khusus untuk yang terakhir ini, di mana-mana memang begitu, bahkan di Moscow pun pedagang souvenir berusaha menggunakan bahasa Indonesia. 

'Murah... murah...' merupakan kata-kata yang sering menggema di berbagai pasar souvenir di dunia ini. Ketika sore tiba, kami pun menikmati Phnom Penh Night Market yang menjual aneka masakan, khususnya makanan laut. Rasa masakannya tidak banyak berbeda dengan Jakarta. Di sinipun kami mendapat pelayanan yang baik dan harga yang bersahabat.

Perjalanan ini telah menunjukkan bahwa perasaan was-was sebelum berangkat sama sekali tidak terbukti. Masyarakat Kamboja memang pernah menghadapi pertikaian politik yang berdarah-darah, tetapi petaka itu tidak merubah karakter asli masyarakatnya. 

Ternyata di Kamboja hanya ada seorang saja Pol Pot, yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk menggerakan beberapa orang Kamboja untuk menghianati rasa kemanusiaannya, dan melepaskan jiwanya dari nilai dan norma kultural bangsanya. Manusia Kamboja yang asli bukan Pol Pot, melainkan pedagang air mineral, pedagang rujak, penjual souvenir, dan penjual makanan.

Inilah manfaat dari traveling. Kita bisa menghilangkan kecurigaan, dan meluruskan pemikiran yang salah terhadap sekelompok orang bahkan sebuah bangsa. 

Sebuah perjalanan selalu memberikan pelajaran tentang kearifan manusia dengan gayanya masing-masing. Manusia pada umumnya mempunyai hati yang mulia di mana pun berada. Tetapi, seringkali manusia yang tak berhati nurani yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan, sehingga terjadilah penghianatan terhadap kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun