Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani tentunya sudah familiar bagi rekan-rekan pendidik dan para peserta didik. Semboyan tersebut memiliki arti "di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan". Kini, bagian semboyan tersebut, tut wuri handayani menjadi slogan Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia.
Jika dulu, seorang anak cenderung ditanya oleh orangtua atau guru perihal cita-cita pada masa mendatang. Pada masa kini, pertanyaan tersebut rasanya terkesan kurang relevan. Terlebih dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang mau tidak mau mengarahkan generasi milenial agar mampu melakukan sesuatu yang lebih, bahkan lain daripada yang lain.
Pertanyaan yang lebih tepat tentu jika mengarah pada perihal yang akan dilakukan atau dihasilkan pada masa mendatang, minimal bagi diri sendiri. Akan menjadi lebih maksimal jika pertanyaan yang sama mengarah pada kebermanfaatan bagi diri sendiri maupun sesama atau orang lain.
Bagi pendidik, menjadi fasilitator dalam pembelajaran sudahlah merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar. Di balik itu, mereka pun dituntut agar menjadi kreator, katalisator, dan motivator.
Seorang pendidik dikategorikan sebagai kreator jika mampu menciptakan atau mencetuskan gagasan. Untuk selanjutnya, gagasan tersebut dapat diwujudkan dalam upaya menstimulasi ide-ide kreatif para peserta didik. Bahkan, mereka pun hendaknya dapat menjadi contoh melalui ciptaan atau cetusan gagasan tersebut.
Selanjutnya, seorang pendidik dikategorikan sebagai motivator jika mampu menyebabkan timbulnya motivasi pada peserta didik untuk melaksanakan upaya pencapaian target pembelajaran yang bermakna. Untuk selanjutnya, motivasi tersebut dapat dibentuk dan diarahkan sedemikian rupa. Harapannya, bentukan yang muncul sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat mereka berdasarkan karakteristik yang unik dan beragam.
Gebrakan-gebrakan baru perlu untuk ditawarkan. Inovasi-inovasi baru perlu untuk dimunculkan. Gerakan-gerakan baru perlu untuk segera diwujudkan.
Bercermin pada pengalaman tahun ajaran yang lalu, pembelajaran pada tahun ajaran ini seharusnya lebih terencana dan tersiapkan dengan lebih baik. Meskipun pemberlakuan kurikulum dikembalikan kepada satuan pendidikan, para pendidik hendaknya tetap mengedepankan pola pembelajaran yang menggiring peserta didik untuk tetap berproses.Â
Bahkan, harapannya para peserta didik tetap memiliki kerinduan untuk senantiasa seiring, sejalan, dan seirama dengan para pendidik dalam mewujudkan pembelajaran yang berkesinambungan.
Para pendidik yang bermental kekinian tentu selalu siap mewujudkan terobosan-terobosan baru yang tidak pernah terduga sebelumnya. Jika mereka sudah dapat memberi contoh, semangat, maupun dorongan, niscaya para peserta didik akan termotivasi.Â
Dahaga peserta didik pada aksi, inovasi, dan kreasi pun akan selalu muncul secara alami. Dengan demikian, pembelajaran yang efektif, menyenangkan, gembira, dan berbobot akan dapat terealisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H