Kuperiksa dompet travelingku, passport ada, tiket SQ 963 tanggal 15 May, jam 11.50 status ok, check! kemudian syarat bebas fiscal berupa fotokopi NPWP, fotokopi KK, check! Semuanya ada. Kumasukkan kembali dompet ke dalam tas tanganku. Kuambil dompet uangku dan kubuka, ada beberapa lembar ratusan ribu rupiah, belasan lembar ratusan dollar Singapura, beberapa receh, cukuplah untuk beberapa hari. Toh kalau kurang aku bawa 2 gold credit card. Kukembalikan dompetku ke tempat semula dan aku kembali duduk tenang.
Kupandangi jalanan lewat kaca jendela mobil, macet! Di depanku berderet mobil-mobil kontener ke arah Tanjung Priuk. Sekarang jam 8 pagi, tapi baru sampai tol Kebun Nanas. Sudah lewat jalan tol, tapi tetap saja macet. Semoga saja masih keburu. Untung tidak bawa bagasi dan tidak perlu declare! Sebagai pembunuh waktu, kuambil BB-ku untuk meng up-grade status FB. Tapi sebelum kubuka internet, kuurungkan niatku itu, kumasukkan kembali HP-ku ke dalam tas. Kupalingkan wajahku ke arah jendela lagi, tetapi pikiranku melayang jauh ke depan membayangkan sesampainya aku di negeri jiran. Bagaimamana sikapku nanti ya? aku harus bagaimana? apakah aku harus bersikap sebagai teman lama? pacar ataukah apa ?
Sekedar tahu saja, sebenarnya perjalananku ini ada yang membiayai, alias prodeo! Bahkan hotelnyapun sudah di-booking-kan, Marina Mandarin kamar 1223. Tadi malam dia menelepon kalau aku tinggal meminta kuncinya di resepsionis. Dengan bercanda dia bilang: "bilang saja Mrs. Hartoko...."Â Â Â Aaaaaaaah Mrs. Hartoko? Aku tersenyum geli ... Hartoko bukan suamiku, bukan pula selingkuhanku, bukan mantan pacar atau kasih tak bersambutku dulu. Ia adalah teman lamaku, teman biasa saja semasa SMA. Orangnya pendiam, berbeda dengan aku yang ceriwis. Kalau kepinterannya sih cukup encer, wajah tidak ganteng, tapi cukup enak dilihat. Kami lama tak bertemu, tersambung lagi secara tak sengaja lewat FB. Kemudian kami ngobrol lewat surel. Klop, semuanya mengalir, begitu lepas tanpa beban dan ada rasa serta suasana lain, tidak ada kata cinta atau rayuan apapun tapi membuatku serasa muda lagi ... membuatku muda, karena aku perempuan paruh baya. Dua anak perempuanku sudah kuliah, di Yogya dan Bandung. Teman anak-anakku memanggiku tante!...tante!... aku jadi inget lagunya Iwan Fals, tante yang kesepian. Aku tersenyum sumir. Suamiku Aryo lebih banyak di kantor atau ditugaskan di luar negeri dan anak-anak belum tentu sebulan sekali pulang. Tetapi aku bukan tante-tante kesepian yang di lagunya Iwan Fals ... persis oplet tua yang cari omprengan ... diujung jalan ...
Aku seorang ibu rumah tangga biasa, rajin dan tekun merawat dan membina rumah tangga, mengurus suami dan anak-anak, tidak neko-neko. Tidak pernah clubbing, bahkan ke pub saja aku tidak mau. Cerita ini berawal dari rasa penasaranku dan Hartoko untuk bertemu secara langsung setelah saling kirim surel secara intensif hampir 7 bulan. Aku tidak mau pertemuanku di Jakarta, karena aku dan suamiku punya banyak kenalan, begitu juga dengan Hartoko. Takut ada yang memergoki dan menggosipkan. Kemudian dia menyarankan pertemuan ini dan akupun mengiyakan. Dia memilihkan hotelnyapun di daerah Raffles Boulevard, jauh dari kawasan Orchard road atau Kampung Bugis dimana banyak orang Indonesia menginap. Baru kali ini aku pergi ke luar negeri tanpa suami. Begitu kuatnya keinginanku untuk bertemu Hartoko sampai aku rela berbohong pada suamiku. Kukatakan ada kondangan teman SMA di luar kota. Aku mencari waktu disaat suamiku mendapat tugas seminggu ke Sidney dan untungnya Hartoko, wiraswastawan itu bisa mengatur waktunya.
Kembali dalam hati aku bertanya, apa yang akan aku dan Hartoko lakukan disana? Sekedar ngobrol di lobi hotel, turun ke Marina Square dan sekedar window shopping berdua seharian, atau ... Aku merinding membayangkannya. Sanggupkah aku melakukannya? Bagaimana dengan Hartoko? duda beranak satu itu ... dia telah mengeluarkan uang sekian juta untuk pertemuan ini, apa yang ia harapkan dariku? Tidakkah ia inginkan sesuatu yang setimpal? Ataukah ia memang benar-benar murah hati untuk teman masa SMA-nya ... Sejenak logikaku mengajakku untuk berpikir dengan jernih, tapi bayangan untuk berbicara, berbagi cerita dengan orang yang mau mendengarkan melarutkan segala pertimbangan.
Kulewati pintu tol Prof. Sedyatmo ketika penggalan lagu instrumentalia Spring-nya Vivaldi mengalun. Ada panggilan di HP-ku, hatiku berdegup, mungkin Hartoko mengecek sampai dimana aku...Kulihat ke layar, ternyata anakku yang nomor dua.
"Hallo, ada apa Liz ?"
"Mama dimana ni ?"
"di mobil, jalan-jalan sama mang Karman..", mang Karman adalah sopirku, ku dengar suara tergelak diseberang telepon, lalu katanya, "asik dong berdua-duaan..."
"hush, ngawur aja !, tumben ni pagi-pagi telepon, nggak kuliah ?"
"kuliahnya sejam lagi ma, iya ni pagi-pagi nelpon soalnya ada kabar menghebohkan sih ma!, mama tau kan sama Rico anak manajemen yang aku ceritain kemarin ?"
"hm-hm, kenapa ?"
"Tadi pagi-pagi tu dateng ke rumah ma, bawain gudeg yu Jum, trus  tau nggak ma? dia tu trus bilang cinta!!"
"trus, kamu gimana?"
"Yach mama ! orang lain bawa bunga mawar merah atau coklat, e.....ini gudeg ! Guudeg ma !" suara anakku menggebu-gebu...
"lho Liz, emang apa salahnya dengan gudeg" jawabku menggoda,
"ah mama ni, kaya nggak tahu aja, nggak ada romantis-romantisnya sama sekalee"
"eh Liz, denger ya, dia itu malah realistis, orang enggak bisa hidup dengan romantis, ... makan romantis, na kalau gudeg bisa....haha" aku tertawa lepas begitu juga dengan anakku.
"ngomong-ngomong , sebenernya kamu ada rasa enggak sih ama Rico ?"
"em.... ya.. gitu deh !"
"ya udah terima aja, gitu aja kok repot...."
"haha... iya,ya,... tapi ya mbok elite dikit, bawa steak gitu napa...hehe. Ma, kapan mama ke Jogja? jenguk Liza dong ma! eh iya pohon mangga samping rumah udah berbuah lho ma, padahal mama nanam dulu pas Liza masuk kuliah kan? jadi baru tiga tahunan, kemarin buahnya udah buanyak, trus Liza ajak temen ke rumah, buat rujakan, belum mateng tapi tidak kecut, mangga apa namanya ma ?"
"Liz, kalau ngomong tu pakai titik, ambil nafas dulu baru ngomong lagi, ini kaya mitraliyur..tretetetetet..."
"haha..kaya nggak tahu anaknya aja..., siapa dulu dong mamanya... air pancuran tidak jauh dari atap ma ! udah dulu ya ma, mau mandi, trus kuliah, aku hari ini harus masuk karena dosennya pak Tony Prasetyantono,.. mama tau khan, dia itu ngajarnya enak banget lho ma, trus ..."
"eh, stop-stop!..jadi mandi engga' non ? ntar terlambat kuliahnya, minggu depan insya Allah mama ke Jogja"
"asyiik!!..mama baik deh ! okeh! missed you mam...! ".
Kumatikan HP-ku, kuhela nafas panjang dan tak terasa mulutku tersenyum. Alhamdulillah, terima kasih Tuhan diberi anak-anak yang cerdas, ceria, cakap, cakep.
Kupandangi jalanan lagi, sudah lancar dan memasuki tol terakhir...tol Cengkareng. Kembali aku ragu akan perjalananku ini. Bagaimana perasaan anak-anakku kalau tau mamanya ada kencan di Singapura dengan lelaki yang bukan papanya? akankah kuteruskan? Aku kesepian.... dan Hartoko menawarkan penawarnya.... Ah, sebenarnya aku bisa mengobati kesepianku dengan ke Jogya menemani Liza, tapi, di Jogja aku juga jarang ketemu Liza, dia pengurus senat, pengurus kopma dan segudang kegiatan lain, kadang 2-3 hari tidak pulang ke rumah, ada baksos ma, katanya...begitu juga kalau aku di rumah Bandung, Lita anakku sibuk ikut konser ini itu, resital ini itu...Aku jadi penjaga rumah bersama Sumi pembantuku. Kalau aku pulang ke Jakarta, seringkali aku hanya ditemani mang Karman dan istrinya. Kadang aku ngiri dengan mereka yang hampir tiap sore dapat minum teh berdua.... hatiku berkecamuk... Tiba-tiba sisi hatiku yang lain berbisik, tidak apa-apalah sekali ini, toh anak-anak tidak tau, sekali-sekali berpetualang, intermeso agar hidup tidak membosankan. Asalkan tidak kontak fisik, tidak sekamar berdua...aku harus jaga itu.
Hatiku mantap. Okelah sekali ini saja. Sayang kalau tidak jadi, sudah pesen tiket pesawat mahal-mahal, hotel bintang lima ... Tetapi beberapa detik kemudian ada pertanyaan dalam benakku, kalau aku nanti disana senang dan obrolan kami sangat nyambung dan aku ketagihan gimana? trus kami sering bertemu...trus...selanjutnya apa? Dalam ingatanku kemudian berkelebat teguran Polonius pada Ophelia di babak pertama adegan tiga drama Hamlet. "kutahu akhir-akhir ini sering beliau menemuimu dan betapa akrab kalian berdua, kalau hal ini memang benar, kuingatkan bahwa sebagai anakku dikau telah lupa diri, lupa pada kehormatan pribadi..."
Kehormatan pribadi...... aku tercenung......
"Ini kita ke terminal 2 ya bu ?" suara mang Karman memecah kebisuan.
Aku tergagap sejenak dan dengan pasti kujawab, "Tolong muter aja mang, kita pulang ke rumah !"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H