"Mau ke mana?" tanya ibu. Air wajahnya sedikit masam.
"Jepang saja, Bu. Ikut penyalur tenaga kerja, gitu. Katanya besar gajinya di sana."
"Nggak! Kalau memang kamu mau kerja ke luar negeri, kenapa tidak dari awal saja? Kenapa repot-repot kuliah? Tidak usah! Cari saja kerja di dalam negeri. Jangankan ke luar negeri, luar pulau saja tak diizinkan." Ibu menolak pemikiranku dengan tegas.
"Tapi Dek Sephia saja boleh ke luar negeri, masa aku tidak? Di sini susah, Bu, mencari kerjanya. Semua sudah aku coba, tapi tidak ada satu lamaran pun yang diterima. Aku capek, Bu!"
 "Nak," ibu memanggilku pelan, "sekarang jawab ibu, kamu ke luar negeri mau kerja jadi apa? Buruh, kan? Atau mungkin perawat lansia. Bukan ibu merendahkan pekerjaan itu, tapi bukankah sayang untuk gelarmu? Kalau kamu memaksa kerja di luar negeri, oke untuk lima tahun kamu kerja. Setelah pulang, kamu mau apa? Ibu dan bapakmu sudah tua. Kami tidak mau kamu jauh. Penyesalan itu datangnya di belakang. Bagaimana jika saat kamu di luar negeri tiba-tiba dapat kabar bapak atau ibu sakit? Bagaimana kalau kamu di luar ternyata ada apa-apa di rumah? Ibu dan bapak tidak mau kamu menyesal. Ibu sama bapak masih sanggup nafkahin kamu."
Aku terdiam. Percakapan sore itu terhenti tanpa titik temu.
***
Tidak ada yang berbeda setelah berdebat kecil dengan ibu sore itu kecuali pikiranku yang semakin rumit. Mencoba memilah semua kemungkinan dan informasi yang ada. Jika menuruti keinginanku, Aku sebenarnya ingin pergi ke luar negeri karena penasaran dengan hal baru. Mengunjungi tempat baru, bertemu orang baru, melihat hal-hal yang tak bisa dengan mudah ditemukan di tempatku. Akan tetapi, orang tuaku sudah banyak mengalah akan diriku dengan membiarkan aku kuliah ke mana pun dan jurusan apa pun. Sejak kecil pun aku sudah diberikan banyak kebebasan akan pilihanku selama itu tidak menyimpang apa pun. Aku merasa, mungkin memang waktunya untukku melakukan apa yang mereka inginkan tanpa mencederai keinginanku.
Malam itu, tepat tanggal 31 Desember, kami mengadakan acara makan-makan keluarga. Acara sederhana dengan membakar jagung dan frozen food. Seluruh anggota keluarga berkumpul, mulai dari bapak, ibu, serta adik keduaku yang di pesantren dan adik bungsuku. Kupikir, ini saat yang tepat untuk membicarakan sesuatu dengan mereka.
"Bu, Pak, aku sudah keterima kerja," ucapku tiba-tiba. Bapak dan ibu nyaris tersedak karena mendengarnya.
"Kerja? Di mana? Kok tidak bilang?" cecar ibu.