Mohon tunggu...
Hardi Anugrah Santoso
Hardi Anugrah Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UMAHA

Jurnalist

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Upaya Mempertahankan Kedaulatan Indonesia Dalam Konflik di Laut China Selatan

16 Maret 2024   17:32 Diperbarui: 17 Maret 2024   09:06 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat dapat memanfaatkan laut sebagai sumber daya alam untuk penghidupan, jalur pelayaran, keperluan pertahanan dan keamanan dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Umat manusia mengetahui fungsi laut tersebut dan mendorong setiap negara untuk menguasai dan memanfaatkan laut sesuai dengan konsep hukum. Mengingat pentingnya peranan laut dalam bidang keamanan, perekonomian dan politik, maka diperlukan landasan yang kuat dalam penetapan batas maritim antar negara.

Dalam satu dekade ini, Laut Cina Selatan menjadi salah satu zona terpanas di dunia. Klaim Tiongkok atas Sembilan Garis Putus-Putus, yang dianggap Tiongkok sebagai perbatasan resmi wilayahnya, telah memicu konflik perbatasan dengan beberapa negara ASEAN yang memiliki kepentingan bersama di kawasan tersebut. Sembilan garis putus-putus ditampilkan pada peta yang diterbitkan oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk menunjukkan batas maritim di Laut China Selatan. 

Indonesia bersama negara lain memprotes dan tidak mengakui keberadaan sembilan garis putus-putus di peta Tiongkok, karena penarikan garis tersebut tidak sesuai dengan hukum internasional dan hukum laut internasional. Garis ini pertama kali dinamai pada tahun 1947 dan digunakan oleh Republik Rakyat Tiongkok untuk membenarkan klaimnya atas Kepulauan Paracel, Kepulauan Spratly, dan atol Laut China Selatan. Sembilan Garis Putus-Putus tidak diketahui komunitas internasional dan telah memicu kontroversi di beberapa negara di kawasan, termasuk Vietnam, Filipina, Brunei, dan Indonesia (Kepulauan Natuna).

Laut ini mempunyai posisi strategis yang besar, karena sepertiga kapal dunia melewatinya. Konflik Laut Cina Selatan merupakan salah satu permasalahan geopolitik paling kompleks di kawasan Asia-Pasifik. Konflik ini melibatkan klaim teritorial dan maritim beberapa negara. 

Inti dari perselisihan ini adalah melimpahnya sumber daya alam di Laut Cina Selatan, termasuk minyak, gas alam, dan perikanan. Penguasaan dan penggunaan sumber daya ini meningkatkan ketegangan antara negara-negara pengklaim, menyebabkan beberapa kebuntuan diplomatik dan kadang-kadang terjadi konfrontasi militer.

Secara tidak langsung Indonesia mempunyai kedaulatan atas perairan milik wilayah Laut Cina Selatan dan hak berdaulat di sana, karena zona ekonomi eksklusif Indonesia di Kepulauan Natuna tercakup dalam klaim sembilan garis putus-putus Tiongkok, maka dari itu Indonesia berkepentingan dengan keamanan tersebut. wilayah tersebut Kepentingan Indonesia di sebagian Laut Cina Selatan terdiri dari keutuhan wilayah, stabilitas kawasan, dan kepentingan ekonomi. 

Kepentingan terhadap keutuhan wilayah terkait batas klaim sembilan garis putus-putus di Laut Cina Selatan yang tidak diterima pihak Indonesia menyebabkan berkurangnya kedaulatan Indonesia atas perairan ZEE Kepulauan Natuna yang dikhawatirkan. mengganggu stabilitas keamanan perairan Indonesia dan pemanfaatan sumber daya di ZEE sebagian utara Kepulauan Natuna.

 Perairan Natuna Utara merupakan kawasan zona ekonomi eksklusif yang jaraknya 200 mil, sehingga Indonesia sebagai negara maritim mempunyai hak kedaulatan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, melestarikan dan mengelola sumber daya alam, termasuk ikan. 

Wilayah milik Republik Rakyat Tiongkok yang tumpang tindih dengan Natuna Utara berdampak pada keamanan wilayah perbatasan Indonesia, terutama akibat adanya illegal fishing. Nelayan Tiongkok tersebut dilaporkan dikejar dan ditangkap sebanyak tiga kali karena tidak memiliki izin resmi dari pemerintah Indonesia. 

Peristiwa terakhir adalah penangkapan kapal kapal Tiongkok Han Tan Cou 19038 oleh pengawal Penjaga Pantai. Jumlah total pelanggaran yang terjadi di wilayah Laut Perairan Natuna tercatat sebanyak kurang lebih 49 pelanggaran. Selain itu juga terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat asing setidaknya tercatat lebih dari 800 pelanggaran yang terjadi di wilayah udara perairan Natuna.

Untuk melindungi kemerdekaan dan keutuhan wilayahnya, Indonesia secara umum berusaha menahan penyebaran kekuasaan di Asia Tenggara. Mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyebut strategi ini  sebagai "Keseimbangan Dinamis", Diplomasi pertahanan Indonesia menerapkan beberapa strategi, yaitu: Indonesia menerapkan strategi diplomasi dari sudut pandang negara terhadap Laut Cina Selatan yang mengharuskan negara-negara untuk mengurangi konflik di Laut Cina Selatan. Ketegangan dan juga melalui konflik ini, Indonesia menjadi inisiator dan pemicu kerja sama multilateral antar negara yang terlibat dalam konflik Laut Cina Selatan.

Perkembangan konflik Laut Cina Selatan kini semakin meluas sehingga berdampak pada isu-isu yang mengancam kedaulatan wilayah Indonesia yang dianggap lebih penting. Doktrin poros maritim dunia rencana strategis Kementerian Luar Negeri terdiri dari lima pilar utama, yaitu: a) membangun budaya maritim Indonesia; b) perlindungan sumber daya kelautan dan penciptaan kedaulatan pangan laut, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama; c) mengutamakan pembangunan infrastruktur dan hubungan maritim melalui pembentukan jalur laut, pelabuhan laut dalam, logistik, perkapalan dan wisata bahari; d) implementasi diplomasi maritim meningkatkan kerja sama dan upaya di bidang maritim untuk memerangi sumber konflik seperti pencurian, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, pembajakan dan pencemaran, dengan menekankan bahwa laut harus mempersatukan bangsa-bangsa yang berbeda dari negara lain; dan e) meningkatkan kekuatan pelayaran sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga keselamatan pelayaran dan langkah-langkah keamanan.

Dalam hal ini dilakukan pendekatan pertahanan dan keamanan serta kekuatan militer untuk melindungi kedaulatan negara, termasuk wilayah maritim. Dalam konteks konflik Laut Cina Selatan, pendekatan militer bukanlah yang utama, melainkan preventif. melangkah pada kondisi yang diperlukan. 

Teori masalah pertahanan dan keamanan merupakan teori strategi keamanan, dimana pengembangan strategi didasarkan pada rasionalitas pengambil keputusan, dan bukan pada pertimbangan moral, keyakinan atau masalah emosional lainnya. Suatu upaya berbasis strategi yang dilakukan para pengambil keputusan untuk mencapai kepentingan nasional dan mencegah munculnya permasalahan dan hambatan terhadap kepentingan tersebut.

Namun di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, pendekatan Indonesia terhadap konflik Laut Cina Selatan telah berubah dari aktor pasif yang mencari solusi damai dalam perselisihan yang lebih luas, menjadi pendekatan yang fokus pada mengamankan kepentingannya di Kepulauan Natuna tanpa membuat marah Tiongkok. 

Kehadiran Presiden Joko Widodo di Natuna melambangkan sikap tegas Indonesia terhadap aktivitas China di perairan Natuna. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memandang permasalahan illegal fishing dan kontak dengan perairan Natuna sebagai permasalahan yang serius. Hal itu juga sebagai bentuk penegasan bahwa kepulauan dan perairan Natuna merupakan bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia.

Selain itu, kekuatan pertahanan maritim sangat diperlukan dalam strategi pertahanan maritim. Sebagai bagian dari strategi pertahanan maritim yang aktif, dibutuhkan lebih banyak melakukan kegiatan observasi dan pemantauan. pertahanan yang paling kuat adalah kombinasi skill bertahan dan menyerang. dimana posisi bertahan lebih mudah dilaksanakan sebagai tindakan preventif, karena pertahanan aktif merupakan strategi pertahanan maritim yang bertujuan bukan untuk menghancurkan armada perang angkatan laut lawan, melainkan untuk mencegah pasukan musuh melewati laut teritorial dan melindungi kapal kita yang sedang operasi patroli.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 menyatakan bahwa sistem pertahanan Indonesia adalah pertahanan semesta yang memadukan seluruh unsur dan sumber daya nasional terhadap ancaman militer maupun non militer, sehingga harus mencakup kementerian dan lembaga yang disesuaikan untuk melaksanakan tugas militernya dengan dukungan kekuatan atas bagian lain dari kekuasaan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun