Oleh :Hardianto Adhi Baskoro
Dosen :Â Meilan Arsanti, S. Pd., M.Pd.
Agama dalam kehidupan masyarakat berfungsi sangat penting dalam mengatur sendi-sendi kehidupan manusia dan mengarahkannya kedalam kebaikan bersama. Agama merupakan sebuah ajaran kebaikan yang menuntun manusia kembali kepada hakekat kemanusiaanya. Akan tetapi entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali ditemukan kejahatan berkedok agama, khususnya di dunia pendidikan.
Seorang guru agama akan mengajarkan hal-hal kebaikan kepada muridnya sesuai ajaran yang dianutnya, dan akan menghindari tindakan kejahatan yang dilarang oleh  tuhan. Guru agama termasuk orang biasa yang seringkali tak luput dari dosa akan tetapi setidaknya para guru agama pasti lebih paham ajaran agama yang dianutnya karena pernah membaca kitab suci beserta isinya, padahal gak ada yang salah di agamanya, Cuma manusia yang suka bersembunyi dibalik agama dan bertindak sebagai tuhan.
Faktanya banyak dari kalangan guru agama baik disekolah, di kampus maupun di pondok pesantren ada yang melakukan tindakan kejahatan pelecehan seksual yang justru ternyata bertindak di luar dugaan. orang mungkin tak akan percaya, seorang ustad sekaligus guru ngaji dan pimpinan yayasan pondok pesantren di bandung bernama hery wirawan melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap 12 santriwatinya. Perbuatan Hery wirawan memang bejat. Tak hanya meninggalkan trauma mental dan psikologi  akibat perbuatan pelaku, para korban jugamenanggung beban menjadi orangtua di usia belia dikarenakan ada 9 bayi yang dilahirkan para korban. Bahkan ada Salah satu korban yang  masih berusia 14 tahun sampai melahirkan dua anak dari perbuatan asusila guru ngaji  itu.
Kasus ini terungkap berawal dari saat salah satu korban pulang ke rumah saat hendak merayakan Hari Raya Idul Fitri. Orangtua korban saat itu melihat ada yang berubah pada anaknya, hingga diketahui anaknya hamil. Orangtua korban kemudian melapor ke Polda Jabar dengan pendampingan kepala desa setempat. Kenapa hal ini baru terungkap karena si korban diiming-imingi pelaku untuk menjadi polwan dan dibiayai kuliahnya sehingga pelaku berhasil menutupi aibnya dengan rapi.
Setelah pelaku mengakui perbuatannya telah melakukan tindak pemerkosaan terhadap 13 santriwatinya maka pelaku di vonis hukuman mati oleh jaksa karena terbukti melanggar Pasal 81 ayat 1, ayat 3 dan ayat 5 jo Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain kasusnya Hery wirawan muncul lagi kasus serupa di jombang yang dilakukan oleh anak seorang kiai Jombang Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, Mas Bechi adalah putra petinggi Pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang, KH Muhammad Mukhtar Mukhti. Ia menjabat Wakil Rektor Ponpes Majma'al Bachroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang.
Kasus tersebut berawal dari korban NA yang melaporkan Mas Bechi atas kasus pelecehan seksual dengan modus transfer ilmu terhadap santriwati.
 Pada tahun 2017 korban pernah melapor ke polres jombang. Namun kasus tersebut sempat dihentikan penyidik karena dinilai tak ada cukup bukti. Baru pada bulan oktober 2019. kasus kembali dibuka karena korban kembali melapor ke Polres Jombang. pada Januari 2020, semakin banyak yang melaporkan kasus ini hingga membuat Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut. Selain korban di lecehkan pelaku juga melakukan penyekapan dan penganiayaan. untuk jumlah korban pelecehan yang dilakukan Mas Bechi diduga lebih dari 15 santriwati.
Kenapa polisi sulit menangkap mas bechi dikarenakan pelaku dilindungi pihak pondok pesantren terutama ayah mas bechi, karena sulitnya menangkap mas bechi sampai polisi mendatangkan lebih dari 600 personil dari kepolisian dan menangkap 320 orang yang berada di kompleks ponpes. setelah melakukan pendataan, ternyata ada 20 orang diantaranya adalah anak-anak. Sisanya merupakan santri dan ada juga simpatisan yang berasal dari luar wilayah Kabupaten Jombang. Setelah melalui proses panjang, polisi akhirnya berhasil menjemput paksa Mas Bechi. Pada tanggal 7 juli 2022 Mas Bechi menyerahkan diri dengan pengawalan ketat saat dibawa ke Mapolda Jatim.
Mas bechi sendiri sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap santri di Jombang divonis 7 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya karena telah melanggar Pasal 289 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Undang-undang 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Hal yang memberatan hukuman terdakwa antara lain, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan terdakwa merupakan tokoh agama yang seharusnya memberi contoh yang baik kepada publik.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa sebagai tulang punggung keluarga, punya anak kecil yang masih membutuhkan kasih sayang, serta terdakwa belum pernah dihukum.
Selain kasus pencabulan di pondok pesantren ada juga kasus serupa yang terjadi di sekolah salah satunya kasus pelecehan seksual terhadap 45 siswi SMP di gringsing, Kabupaten Batang yang dilakukan oleh guru agama yang bernama agus mulyadi, selain itu pelaku juga menjabat sebagai Pembina OSIS sehingga pelaku memanfaatkan jabatannya untuk melancarkan perbuatan mesumnya.
Korbannya berasal dari kelas 7, 8 dan 9 dan semuanya adalah murid dari Agus mulyadi. Modus pelaku mengajak murid-muridnya untuk melakukan tes kedewasaan. Pelaku membawa korban secara bergiliran ke dalam ruangan. Kemudian, satu per satu siswi dilecehkan.
Aksi guru agama tersebut dilakukan di lingkungan sekolah. Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), diketahui pencabulan dilakukan di sejumlah lokasi di sekolah. Lokasinya mulai dari ruang OSIS, gudang, ruang kelas, hingga mushola sekolah.
Guru Agama tersebut berusaha mewujudkan fantasai seksualnya. Beberapa korban dipaksa telanjang, lalu dipaksa melakukan hubungan seksual dan divideokan. Bahkan, ada beberapa siswi  yang diancam jika korban melapor maka pelaku akan menyebarkan video fulgar para korban, atas ancaman tersebut korban merasa tertekan.
Pelaku diancam dengan Pasal 82 ayat (2) dan 81 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal penjara paling lama 15 tahun ditambah 1/3 masa tahanan karena pelaku adalah seorang guru. Sementara korbannya, akan diberikan trauma healing untuk menangani kondisi mental para siswi tersebut.
Lagi-lagi di kabupaten batang terdapat kasus pelecehan sosial yang dilakukan seorang guru ngaji sekaligus pelatih rebana yang bernama muslihuddin. Pelaku diduga telah melakukan pelecehan seksual berupa sodomi kepada sedikitnya 25 bocah laki-laki di bawah umur, rata-rata umur korban berkisar 8-11 tahun dan berasal dari dua kelurahan yang berbeda.
Awal mula kasus ini terungkap dari pengakuan salah satu korban yang bercerita ke ibunya kalau anak tersebut mengeluhkan rasa sakit di bagian anusnya saat buang air besar. Setelah didesak orang tuanya, anak tersebut mengaku telah mendapatkan pelecehan seksual oleh pelaku. Dari pengakuan korbannya, hampir semua murid dari les rebana mengakui telah mendapatkan perlakuan yang sama
Dari pengakuan pelaku perbuatan pelecehan seksual berupa sodomi kepada 21 anak itu sudah berlangsung selama 3 tahun. Pelaku melakukan aksinya di sejumlah lokasi, yaitu di kamar indekosnya, pantai dan area persawahan dengan cara mengiming-imingi para korbannya dengan memberikan makanan ringan agar bisa diajak pergi.
Kenapa korban melakukan kejahatan yang bejat sepertiitu dikarenakan sejak kecil pelaku pernah menjadi korban kejahatan pelecehan seksual, sehingga dari coba-coba pelaku ketagihan untuk melakukan perbuatan bejat tersebut terhadap anak-anak yang merupakan muridnya.
Untuk proses hukuman pelaku diancam dengan Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ancaman maksimal 15 tahun penjara dengan pemberatan bahkan nantinya dapat diancam dengan hukuman kebiri.
Dari sekian banyak kasus kekerasan seksual berkedok agama yang dilakukan baik itu seorang guru agama ataupun pemuka agama sulit terungkap, bahkan banyak kasus-kasus tersebut ternyata berlangsung sangat lama sampai bertahun-tahun baru terungkap. Salah satu faktor penyebabnya adalah posisi pemuka agama yang begitu disakralkan dan dihormati di Tengah masyarakat sehingga membuat mereka tidak curiga.
Kebanyakan masyarakat berpandangan bahwa pemuka agama tidak mungkin melakukan tindak kekerasan seksual sehingga Oknum-oknum pemuka agama yang tidak bertanggung jawab kemudian memanfaatkan kondisi tersebut untuk menutupi perbuatannya. berbagai modus yang digunakan dengan melakukan sesuatu untuk mendapatkan uang tidak halal atau memenuhi nafsu birahinya. Dengan bertopeng agama berdalih bisa mengobati dan sebagainya. Mereka beraksi dengan menyalahgunakan kepercayaan public.
Karakteristik sebagian masyarakat Indonesia yang mudah percaya dimanfaatkan oleh seseorang yang bertopeng agama untuk mendapatkan keuntungan. Biasanya kabar dari mulut ke mulut pun dipercayai kebenarannya oleh masyarakat, dan malah mengabaikan logika. Hal ini bisa terjadi jika korbannya memiliki tingkat pendidikan dan pemahaman agama yang tidak terlalu baik.
Pelaku memanfaatkan masyarakat disekitar yang religius. Tapi ini tidak dominan di satu agama saja. Ada habib, kiai, guru agama tapi ditemukan juga pastur yang melakukannya,mereka melakukan pelecehan seksual tersebut di banyak lokasi seperti rumah pemuka agama, hotel, semak-semak, sekolahan, pondok pesantren bahkan mushola atau masjid dijadikan tempat untuk melecehkan korbannya. Kebanyakn korban bejat pelaku berasal dari murid atau santriwainta sendiri yang harusnya dijaga akan tetapi dijadikan korban kebejatan pelaku.
Selain memanfaatkan kepercayaan, biasanya pelaku juga mengancam korban agar tidak mengungkap apa yang dialami. Selain itu pelaku juga menanamkan doktrin kepada korbannya agar pasrah menerima apa yang dialaminya.
Status pemuka agama yang ditinggikan bahkan mampu membuat seorang pemuka agama terbebas dari kejahatannya. Bukan tidak mungkin oknum tersebut kembali melakukan kejahatannya karena pembiaran tersebut. Kasus tersebut bias terungkap ketika ada korban yang cukup berani mengungkap kekepolisian. Dan ditambah banyaknya korban yang melapor tidak cukup dengan satu orang korban.
Siapa pun dan apa pun alasan pelaku, kasus kekerasan seksual dan tindak pelanggaran terhadap hak-hank anak adalah sebuah perbuatan tercela dan karena itu tidak dapat dibernarkan. Sudah sepantasnya pelaku tindak kekerasan seksual memperoleh hukuman yang setimpal, apalagi pelaku adalah sosok yang memanfaatkan kedok statusnya yang terhormat sebagai pemuka agama untuk memperdaya korban.
Hukuman-hukuman yang bisa saja menjerat pelaku pelecehan seksual telah diatur dalam pasal-pasal di KUHP dan juga Undang-Undang. Berikut ini adalah pasal KUHP dan UU yang membahas tentang pelecehan seksual.
Pasal 289 KUHP
 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 290 KUHP
 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin; 3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Pasal 291 KUHPÂ
(1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 2 87, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 2 86, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 292 KUHPÂ
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293 KUHPÂ
(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seseorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama: 1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya, 2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pen- didikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.
 Pasal 295 KUHP
 (1) Diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain;
 2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir
1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.
UU No. 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
 Undang-Undang ini berisikan 93 pasal yang mengatur tentang definisi, substansi, jenis-jenis tindakan, serta sanksi bagi tindak pidana kekerasan seksual..
Menghukum pelaku dengan cara hukuman matipun tidak akan berpengaruh bagi korban Agar tindakan Karena yang pelaku lakukan bukan lagi soal menyangkut kehormatan, namun sudah menyangkut mental dan trauma. Lebih baik pelaku dihukum penjara seumur hidupnya, membayar denda, dan dimiskinkan dengan cara aset dan harta diberikan kepada korban serta anak yang sudah dilahirkan demi kelancaran hidupnya.
Ada juga dengan cara memberikan biaya untuk pengobatan ke psikiater untuk para korban agar membantu dengan trauma yang ada. Dengan begitu, ada kemungkinan berkurangnya pelaku pelecehan seksual yang lain, karena takut akan hukumannya yang dianggap berat. Dengan cara memenjarakan seumur hidup, itu sudah setimpal dengan penderitaan korban-korbannya. Walaupun, apa pun yang dilakukan oleh pelaku itu tidak bisa dibandingkan antara hukumannya dan trauma para korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H