"Tadi aku ke toilet bentar. Pas aku ke luar, Molly udah hilang." Mohan memasang wajah menyesal, membuat Mey hampir pingsan.
"Bagaimana mungkin, Mas? Ayo kita lapor polisi!"
"Lapor polisi harus 2X24 jam, Sayang!" kelit Mohan. Mey mulai putus asa. Ibu muda itu menyesal telah mempercayakan bayinya kepada suaminya.
 Seketika ingatan masa lalunya menyeruak kembali. Ingatan saat ayahnya sengaja membiarkannya diculik.
Sebab tak dapat menahan kesedihannya, Mey pun hilang kesadarannya. Mula-mula ia pingsan. Lalu saat tersadar, Mey mulai meracau dan kadang-kadang berteriak tak karuan.
Mendadak timbul sesal di hati Mohan. Ia benar-benar mati kutu, bak judul film; maju kena mundur kena.
***
Nyonya Raya iba akan nasib putrinya yang sama buruknya dengan dirinya. Dulu ia pun pernah mengalami depresi saat kemalangan bertubi-tubi menimpanya. Kini perempuan tua itu mmenyesali sikapnya di masa lalu yang kerap kali mengkasari anaknya.
"Maafin, ibu, Nak!" ucap Nyonya Raya sesaat setelah memeluk Mey. Namun, Mey hanya diam saja. Tak berkata sedikitpun.
Setelah beberapa saat menutup mulutnya rapat-rapat, tiba-tiba Mey mulai bersuara, "Sebagai seorang ibu aku memaafkanmu, aku memahami kesulitanmu. Namun, tidak sebagai seorang anak. Luka masa lalu itu masih kerap basah dan terlalu lama mengering!" Kontan saja ucapan Mey membuat Nyonya Raya menutup mulutnya. Perempuan yang tak lagi muda itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia benar-benar tak menyangka bila putrinya memiliki trauma masa lalu sama sepertinya.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H