"Sembuh apanya? Lo ga punya kaca?"
      "Iya, harusnya lo ga sekolah atau pindah aja sekalian. Ga malu apa lo?"
      Lain waktu pernah tas sekolah Rena dicoret-coret tanpa sepengetahuannya. Ia sangat yakin jika pelakunya adalah seorang siswa laki-laki yang duduk tepat di bangku belakang. Siswa laki-laki itu memang kerap kali mengolok-olok Rena, dengan jelas ia dapat membaca huruf demi huruf yang ditulis besar-besar menggunakan spidol permanent itu, "RENA CUPU" seketika saja Rena meradang. Ia bertambah yakin jika pelakunya adalah Anto yang memang punya panggilan khusus dalam merudung Rena.
Takut terjadi sesuatu yang lebih buruk maka diperiksanyalah isi tasnya. Ia membuka pouch berisi alat tulis, satu persatu ia pindai, "Pulpen ada 3, lengkap ... pensil 2B, pensil HB ..., crayon biru, spidol hitam, busur, penggaris, penghapus, lem kertas ...," hitungnya sembari mensejajarkan agar ia lebih mudah mengingat.
"Jangka ... jangka tidak ada!" jeritnya, teman-teman sekelas serentak menoleh padanya, rupanya telah sedari tadi mereka memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
"Lihat saja, akan aku adukan kepada Guru BP!" ancam Rena, matanya menyorotkan kemarahan. Teman-temannya mulai cemas.
Rena berhasil meyakinkan Guru BP untuk menggeledah isi tas teman-teman sekelasnya. Sejak hari itu, Rena menjadi musuh bersama seisi kelas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H