Bab 1: Rena
Seorang gadis muda tampak terburu-buru ke luar kelas. Tak dipedulikannya guru wanita yang akan memasuki kelas, hendak bersiap memulai pelajaran matematika. Gadis berkaca mata minus itu lari sekencang yang ia bisa. Keinginannya hanya satu, yakni segera sampai di kamarnya. Namun, apa daya, pintu gerbang sekolah masih tertutup rapat. Tak ada celah sedikit pun untuknya melangkah ke luar sekolah.
Ingin rasanya ia menangis. Bila saja tak ingat sumpahnya untuk tak akan pernah menunjukkan sedikit pun kelemahannya kepada teman-teman sekelasnya yang telah mempermalukannya.
"Renaaa!" teriak seorang guru laki-laki saat mendapati gadis berkaca mata itu sedang memanjat gerbang sekolah. Sungguh nekat memang.
Mendengar teriakan Pak Husen-gurunya, Gadis bernama Rena itu segera mempercepat aksinya. Gegas Pak Husen mendekati keberadaan Rena, diikuti oleh Bejo- Security yang tiba-tiba muncul. Ternyata Rena begitu gesit dan lincah. Sekejap mata gadis dengan wajah dipenuhi oleh bekas cacar itu telah berada di luar gerbang. Meninggalkan Pak Husen dan Bejo yang terbengong-bengong dibuatnya.
"Amboi, matilah aku bisa dipecat Bu Kepsek!" seru Bejo, hampir putus asa.
"Tenang, saya akan membelamu," sahut Pak Husen sembari menepuk bahu pria berhidung bangir itu. Keduanya pun sepakat bergerak menuju ke ruang kepala sekolah untuk mengadukan tingkah Rena.
***
Sebuah taxi online membawa Rena menuju kediamannya di Jakarta Selatan. Gadis berkulit sawo matang itu tampak diam, matanya terlihat sembab. Pun mendadak ia terserang pilek, ingus keluar terus menerus dari hidungnya, efek menangis hampir tiga puluh menit.
Sopir taxi diam-diam melirik ke kaca belakang, tanpa bersuara ia memastikan keadaan penumpangnya. Ia tak berani mengeluarkan sepatah katapun, ia takut salah berucap. Terlebih keadaan penumpangnya itu tampak sedang sangat kacau.
Khasian, gadis belia ini menangis sendirian tanpa teman, ia berbicara dalam hati. Matanya masih mencuri-curi pandang, Rena tak menyadari itu.