Limpu mendengarkan setiap kisah ibunya dengan seksama sembari membayangkan adegan demi adegan dalam setiap kisah.
Kali lain, ibunya berkisah tentang tujuh orang bajak laut bermata sipit yang kapalnya karam di ujung selatan Pulau Vanka. Singkat cerita, ketujuh bajak laut itu mendapatkan kutuk dari warga pribumi.
Ada pula kisah pelayaran manusia pertama di bumi, atau kisah bagaimana seorang pendeta Hindu dilarang menyeberangi lautan hingga seorang pendeta cerdik bernama Agastya berhasil mengakalinya dengan cara menghisap seluruh air di daratan hingga kering yang menyebabkan perutnya menjadi buncit.
Limpu menerka-nerka apa maksud ibunya ini berkisah tentang perahu, pelayaran, bajak laut, dan lautan. Adakah keterkaitan di antara semuanya? Limpu belum mampu menjawabnya. Keningnya berkerut. Tanda ia berpikir keras.
Melihat reaksi putranya, sang ibu hanya tersenyum. Dielusnya pipi sang anak lalu mencium keningnya.
“Coba perhatikan, dalam setiap kisah menyimpan makna tersembunyi. Sebagian memberitahukan bahwa dalam kehidupan ini tak semua aturan harus dilanggar, ada beberapa peraturan yang bisa diakali hingga tak perlu terkena tulah,” jelas ibunya. Limpu pun tertidur dalam senyumannya.
Dalam keremangan malam, sang ibu bermaksud melakukan lelaku puja kepada dewi pujaannya. Diambilnya sebuah arca mungil yang tersimpan di dalam beras. Sebuah arca berwujud perempuan nampak berkilauan di bawah cahaya lampu.
Dipeluknya arca mungil itu. Matanya berkaca-kaca mengingat masa lalunya yang remuk karena ulah suaminya.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H