Mohon tunggu...
Dian Chandra
Dian Chandra Mohon Tunggu... Penulis - Arkeolog mandiri

Pemilik buku: Sapatha dari Negeri Seberang (2021), Lalu (2022), Relung (2022), Jalan-jalan di Bangka (2022), Hen (2022), Aksara Anindya (2022), Aksara Mimpi (2023), Diary para Hewan (2023), dan Kepun (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Sapatha dari Negeri Seberang Lanjutan Prolog) || Novel Dian Chandra

7 Oktober 2023   16:19 Diperbarui: 7 Oktober 2023   16:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersamaan dengan terucapnya sumpah dan kutuk, terjadi hal-hal yang sulit dipercayai oleh logika. Langit malam tampak tak bercahaya. Rupanya bulan tertutup awan hitam yang menggelayut menumpahkan hujan. Sementara nun jauh di selat Vanka, kapal-kapal yang dihuni oleh para lanun mendadak oleng diterpa angin kencang dan badai. Suara gemuruh terdengar riuh. Kilat datang sabung menyabung membawa sekilas cahaya yang menyeramkan. Sementara petir menggelegar memekakkan telinga para lanu.  Mungkin ada beberapa dari mereka yang berakhir menjadi tuli. Pada gelegar selanjutnya sebuah bola api menerjang beberapa kapal sekaligus, kontan saja para lanun itu lari kocar-kacir menyelamatkan diri.

 Melihat wilayahnya porak-poranda karena mulut beracun Datuk, tak membuat Dewa Wisnu marah. Mungkin Sang Dewa sudah cukup senang dapat melihat para pengikut-Nya melakukan ritual pemujaan untuknya meski dengan suatu maksud tertentu. Begitulah sifat setiap dewa. Hanya akan memihak pada para pengabdi-Nya, dan turut membenci musuh dari pengikut setia-Nya. Sebagaimana dapat terlihat pada takdir buruk yang tak lama lagi akan menimpa para lanun dan keturunannya.

Setelah sekian waktu terombang-ambing di lautan, sebagian dari para lanun itu terdampar tak jauh dari Selat Vanka, tepatnya pada salah satu pesisir, tempat dilaksanakannya ritual sumpah dan kutuk oleh Datuk. Maka, dengan sangat terpaksa para lanun yang tersisa itu menghabiskan sisa hidupnya di sekitar pesisir. Tak habis sampai di situ, sepulangnya Datuk menuju Kedatuannya yang megah mulai terjadi keanehan pada kampong yang dibangun oleh para lanun. Kampong itu tak akan pernah muncul dalam pandangan mata, meski para penduduknya dapat beraktivitas sebagaimana manusia normal. Lebih mengejutkan lagi, tak akan ada yang dapat ke luar dari selubung gaib Kampung para lanun. Jika tak ingin mendapat tulah dari sang Datuk penguasa tanah seberang.
***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun