Dalam naungan pagi
Inginku lahap segala pinta
Agar tak lagi membangkitkan elegi
Nyanyian purba yang kerap menerjang dada & telinga;
Cermin yang bermukim di wajahku, mengendap-endap di ujung pagi
Hendak hengkang dari pekat ingatan lampau
Adalah rupa kubaringkan, ia--
Nyawa yang nekad meneguk pertengkaran lampau
Di tiap-tiap keheningan
Ruh pun terpanggil, ia--
Alasan yang selalu melagukan tuhannya
Toboali, 01 September 2022
###
Di kota yang gemar menyapa biji-biji timah ini
Impianku melemparkan diri satu per satu
Ada ke kanan, ada ke kiri, ada ke atas, ada ke bawah
Namun, ia yang menetap di ingatan kanakkanak tak pernah khianat
-- ia menyalakan matanya terangterang, &
menyuruhku membajui anakanakku
dengan bukubuku berdebu
yang kucuri dari perpustakaan es em pe
Cepatcepat kutempatkan tom sawyer, mark twain, & hannibal
pada kedalaman mata anakanakku
Hariharinya akan menyala
& merekahrekah, juga--
Ayatayat tuhan akan mendampingi,
membetulkan segala jalan
yang membikin girang
Nurani terlindungi,
oleh kening
yang berhenti sejenak
untuk menyapa tuhan
-- memberi makan ego sendiri
Di sanalah, setelahnya aku akan dudukduduk saja
menghabiskan cilok isi gajih sapi, hokben, & semangkuk lempah kuning
-- kita akan sungguhsungguh menyaksikan chef meramu dunia
dengan api tungku yang tak padampadam
Rerata nyalanya,
menghangatkan air mata
yang mendadak air terju
Adalah kerinduan pada anakanakku yang ramai
-- di suatu september 3,9,19
Toboali, 01 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H