Mohon tunggu...
Hardiansyah Tambunan
Hardiansyah Tambunan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer/Mahasiswa

Manusia yang tidak istimewa yang tidak pernah berhenti belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi Manfaat dan Nilai Ekonomi Objek Wisata Bukit Lawang

18 Mei 2022   11:25 Diperbarui: 18 Mei 2022   11:31 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENDAHULUAN

Sumber daya hutan (SDH) Indonesia menyediakan beragam manfaat yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat tersebut terdiri atas manfaat nyata yang dapat diukur (tangible) berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu seperti rotan, bambu, damar, dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, rekreasi, wisata, keragaman genetik, dan lain-lain (Nurfatriani, 2006).

SDH mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup manusia. Pengelolaan terhadap SDH harus sangat bijaksana. Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan memberikan konsekuensi bagi ekosistem hutan itu sendiri. Dengan semakin tingginya tingkat eksploitasi yang berakhir pada degradasi yang cukup parah (Suzana et al., 2011). Nilai ekonomi ekosistem hutan baru disadari ketika semakin langka keberadaannya dan kesejahteraan manusia menjadi terganggu. Konsumsi beberapa manfaat ekosistem hutan seperti hidrologis, biologis, dan estetika terjadi tidak melalui mekanisme pasar. Selain itu, manfaat hutan dinikmati sendiri oleh masyarakat secara tradisional, tidak dijual. Pemanfaatan tersebut secara ekonomi merupakan pemenuhan sebagian kebutuhan hidup. Produk barang dan jasa hutan yang dimaksud dinikmati tetapi tidak dipasarkan (non marketable) (Munandar, 2016).

Di sisi lain, penerapan pengelolaan hutan berbasis ekosistem memerlukan pengembangan ilmu pengetahuan yang ada kaitannya seperti ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi, agar prinsip-prinsip pengelolaan ekosistem dapat dioperasionalisasikan di lapangan. Salah satu informasi penting yang diperlukan dalam pengambilan keputusan pengelolaan hutan adalah informasi tentang nilai ekonomi ekosistem hutan (Bahruni et al., 2007).

Penilaian (valuasi) ekonomi ekosistem hutan adalah upaya untuk memberi nilai kuantitatif terhadap barang (good) dan jasa (service) yang dihasilkan oleh hutan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Adapun nilai ekonomi (economic value) secara umum didefinisikan sebagai pengukur jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Penilaian ekonomi ekonomi pemanfaatan hutan merupakan alat ekonomi yang menggunakan teknik atau metode tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh ekosistem hutan (Rusmiyati dan Sriekaningsih, 2016).

Penilaian peranan ekosistem hutan termasuk kawasan konservasi bagi kesejahteraan manusia merupakan aktivitas yang sangat kompleks. Nilai suatu kawasan konservasi sangat tergantung pada aturan-aturan manajemen yang berlaku. Dengan kata lain nilai tersebut ditentukan tidak hanya oleh faktor-faktor biologi dan ekonomi tetapi juga oleh kelembagaan yang dibangun untuk mengelola sumber daya kawasan konservasi tersebut. Secara konseptual, nilai total suatu kawasan konservasi terdiri atas nilai guna langsung (direct use values) yang dapat dihitung dengan menggunakan metode-metode perhitungan konvensional, nilai guna tidak langsung (indirect use values), nilai pilihan (option values), dan nilai manfaat non-konsumtif (non-use values) (Subardi, 2009).

Bukit Lawang merupakan bagian dari kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Berdasarkan RTRW Kabupaten Langkat tahun 2013-2033 Bukit Lawang disebut sebagai tujuan wisata prioritas serta kawasan konservasi alam yang ada di kabupaten tersebut. Kelestarian dari ekosistem TNGL sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomi dari kawasan Bukit Lawang (Ginting dan Veronica, 2019). Berdasarkan hal tersebut, melalui tulisan ini, perlu dilakukan analisis mengenai potensi manfaat dan nilai ekonomi dari objek wisata Bukit Lawang di TNGL. Tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi dan pemanfaatannya serta mengidentifikasi potensi manfaat ekonomi objek wisata Bukit Lawang di TNGL. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan menambah khazanah pengetahuan mengenai penilaian (valuasi) ekonomi objek wisata Bukit Lawang di TNGL.

OBJEK WISATA BUKIT LAWANG

Bukit Lawang secara harfiah berarti “pintu ke bukit”, merupakan salah satu kawasan ekowisata di Sumatera Utara, terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Bukit Lawang terletak di dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Letak geografis Bukit Lawang berada pada 255’-4°05’ LU dan 98°30’BT. Untuk mencapai Bukit Lawang, jarak yang harus ditempuh 11 km dari Kecamatan Bahorok. Sedangkan dari Medan menuju Bukit Lawang membutuhkan waktu sekitar ± 3 jam (Claudia, 2018).Bukit Lawang tergolong dalam lingkup TNGL yang merupakan daerah konservasi terhadap orangutan. Wisata alam Bukit Lawang menjadi tujuan wisata andalan di TNGL dikarenakan memiliki daya tarik satwa langka Orangutan Sumatra semi liar dan panorama hutan hujan tropis. Bukit Lawang mengelola kawasan seluas 12.401 ha, di mana 200 ha di antaranya didedikasikan sebagai zona pemanfaatan. Bukit Lawang terkenal bagi pengunjung domestik dan internasional sebagai tempat melihat orangutan, tracking di hutan, tubing, berenang, jelajah gua, dan kuliner merupakan bagian aktivitas wisata (YOSL/OIC-PILI, 2018). Pada dasarnya, kawasan Bukit Lawang terbagi atas 3 kawasan, yaitu kawasan perkebunan, kawasan konservasi TNGL, dan kawasan yang dapat dikelola oleh masyarakat seperti yang disajikan pada Gambar 2. 

GAMBAR 2. Peta Tata Guna Lahan Bukit Lawang (Ginting dan Veronica, 2018)
GAMBAR 2. Peta Tata Guna Lahan Bukit Lawang (Ginting dan Veronica, 2018)

Kawasan objek wisata Bukit Lawang memiliki berbagai sarana wisata yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung, meliputi:

Sarana pokok yang merupakan sarana utama/fasilitas utama, yang terdapat di kawasan wisata antara lain:

  • Tempat penginapan, mulai dari hotel dan motel. Beberapa penginapan yang bisa ditemukan antara lain Bukit Lawang Cottege dan Rindu Alam Hotel. Kebanyakan penginapan memakai prinsip eco-lodging, yang berarti tempat menginap dibuat agar menyatu dengan alam, misalnya tempat tidur yang dibuat menggantung. Letaknya pun di beranda sehingga saat beristirahat bisa langsung melihat asrinya kawasan Bukit Lawang. Harga penginapan sangat bervariasi, mulai dari Rp100.000 hingga Rp500.000.
  • Tempat restauran dan rumah makan. Di sekitar kawasan wisata dapat menikmati beberapa restauran dan rumah makan seperti wisma leuser sibayak restaurant, rosa restaurant, lawang inn restaurant, green hill, dan lain-lain dengan berbagai menu dan harga yang bersaing.
  • Tempat yang mengatur perjalanan dan menyelenggarakan tour, seperti kantor informasi pariwisata, biro perjalanan, dan jasa transportasi (bus pariwisata, taksi, dan rental mobil).

Sarana pelengkap, merupakan fasilitas-fasilitas yang melengkapi sarana pokok, sehingga fungsinya dapat membuat wisatawan merasa senang tinggal di tempat yang dikunjunginya, sarana pelengkap yang terdapat di kawasan wisata antara lain:

  • Penyewaan aktivitas wisata air seperti ban, perahu dan dayung, dan pakaian renang.
  • Area perkemahan. Terdapat area perkemahan yang dapat dinikmati wisatawan yang berkunjung dan menikmati suasana alam.
  • Sarana ibadah. Terdapat 5 masjid di Bukit Lawang yang jaraknya berjauhan, serta satu unit mushola. Masyarakat yang beragama kristen yang ingin melakukan peribadatan mingguan, dapat dilakukan di gereja adat yang terdapat di Gotong royong. Gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) Runggun Gotong royong 1 unit, gereja tersebut merupakan gereja adat yang menggunakan bahasa daerah karo.
  • Foto studio. Bagi wisatawan yang ingin mengabadikan momen-momen indah dapat memanfaatkan jasa foto studio yang tersedia dilokasi wisata.

Sarana penunjang, fasilitas yang diperlukan wisatawan untuk melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi lebih mengutamakan agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang sedang dikunjungi, sarana tersebut antara lain:

  • Toko cinderamata (souvenir). Penjual-penjual cinderamata banyak ditemui di sekitar lokasi wisata yang menjual berbagai souvenir khas kerajinan tangan masyarakat setempat.
  • Toko serba ada (mini market). Masyarakat sekitar lokasi wisata sebagian mencari tambahan penghasilan dengan menjual berbagai kebutuhan penunjang bagi wisata dengan membuka toko serba ada (mini market) (Nasution, 2017).

GAMBAR 3. Sarana Wisata Bukit Lawang (Dok. pribadi)
GAMBAR 3. Sarana Wisata Bukit Lawang (Dok. pribadi)

VALUASI EKONOMI OBJEK WISATA BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL)

      Valuasi (penilaian) ekonomi adalah upaya untuk menetapkan nilai kuantitatif pada barang dan jasa yang disediakan oleh sumber daya alam dan lingkungan, baik atas dasar nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value) (Barbier et al., 1997). Penilaian ekonomi terhadap sumber daya alam dan lingkungan perlu dilakukan untuk menggambarkan peranan yang penting bagi kehidupan. Salah satu daya tarik wisata alam di TNGL adalah kawasan wisata alam Bukit Lawang, yang terdapat di Kecamatan Bahorok. Di Bukit Lawang terdapat Orangutan (Pongo abelii) semi liar, yang ternyata merupakan salah satu daya tarik wisata utama bagi para wisatawan asing. Selain itu, sesuatu yang paling menarik bagi seorang wisatawan untuk dinikmati pada saat melakukan kegiatan wisata adalah sungai, kebudayaan, tracking, dan tumbuhan seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Obyek Wisata yang Disukai oleh Wisatawan Asing di Obyek Wisata Alam Bukit Lawang, TNGL

Sumber: Dewi (2008)
Sumber: Dewi (2008)

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa alasan dan tujuan utama wisatawan asing datang berkunjung ke objek wisata alam Bukit Lawang adalah untuk melihat Orangutan, yaitu 100% dari wisatawan asing yang datang berkunjung ke objek wisata alam tersebut. Menurut negara asal dan biaya perjalanan wisata, wisatawan asing dibagi menjadi 9 negara. Nilai total ekonomi secara global dihitung dari rata-rata biaya perjalanan yang diperoleh dari rata-rata pengunjung yang berkunjung setiap tahunnya, diperoleh angka sebesar Rp50.483.976.499/tahun. Angka tersebut diperoleh dengan mengalikan rata-rata biaya perjalanan/kunjungan dikali dengan jumlah kunjungan/tahun untuk masing-masing wisatawan asing. Hasil penghitungan nilai ekonomi dari rata-rata perjalanan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Nilai Ekonomi dari Rata-Rata Biaya Perjalanan secara Menyeluruh 

Sumber: Dewi (2008)
Sumber: Dewi (2008)

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa nilai ekonomi wisata alam Bukit Lawang secara menyeluruh yang diperoleh dari wisatawan asing, mencapai Rp50.483.976.499 per tahunnya. Hal tersebut berarti wisata alam Bukit Lawang, merupakan aset daerah dan negara yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi yang perlu dikembangkan dan dipertahankan, karena wisatawan asing rela mengorbankan biaya perjalanan (transportasi) yang cukup tinggi untuk mencapai lokasi objek wisata alam Bukit Lawang. Sementara itu, nilai ekonomi objek wisata alam Bukit Lawang secara khusus yang diperoleh dari wisatawan asing, sebesar Rp7.798.605.485. Nilai ini merupakan nilai yang diperoleh dari biaya yang dihabiskan selama di dalam kawasan dan tidak termasuk biaya transportasi, karena biaya transportasi merupakan biaya di luar kawasan. Apabila dibandingkan dengan penerimaan negara melalui Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) atau karcis masuk sebesar Rp20.000/orang/kunjungan maka total penerimaan negara sebesar Rp39.020.000/tahun atau 0,5% dari total nilai ekonomi wisata alam di Bukit Lawang, TNGL.

Di sisi lain, hasil valuasi yang dilakukan dalam penelitian Susilawati (2019) menggunakan pendekatan Revealed Prefererence (RP), yaitu Travel Cost Method (TCM) atau metode biaya perjalanan. TCM merupakan metode penilaian terungkap yang digunakan untuk menilai manfaat non guna berdasarkan perilaku yang diamati, pengeluaran individu untuk perjalanan. Diketahui bahwa total nilai benefit dari wisata konservasi Orangutan di Bukit Lawang (WKOB) sebesar Rp1.721.082.350 per tahun selama tahun 2018 yang disajikan pada Tabel 3. Manfaat terbesar dari wisata konservasi diperoleh dari manfaat kegunaan langsung yang bersifat tidak ekstraktif yaitu sebesar Rp1.221.082.350. Penerimaan ini berdasarkan penerimaan pungutan masuk (tiket), baik pengunjung/wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara/lokal berdasarkan harga tiket masuk. Adapun harga tiket untuk wisatawan mancanegara sebesar Rp150.000, sedangkan wisatawan domestik sebesar Rp5.000. Selain tiket masuk, sumber pendapatan WKOB cukup banyak, seperti parkir, hotel/homestay/resort, restoran/warung, penyewaan sarana prasarana, foto dan lain sebagainya. Namun, datanya sulit didapat karena tidak terekam dengan baik.

Namun demikian, terdapat biaya korbanan sebesar Rp7.375.061.959,75 yang menggambarkan “nilai” yang hilang jika kawasan ini tidak dipelihara atau dikelola dengan baik, karena akan menimbulkan biaya sebesar nilai tersebut. Sedangkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menjaga, mempertahankan, dan melestarikan spesies dan ekosistem sebesar Rp5.653.979.610 dengan biaya terbesar adalah biaya investasi awal mencapai sebesar Rp3.973.763.610 (70,28% nya). Hasil analisis biaya manfaat menghasilkan NPV positif setelah tahun ke 10 NPV sebesar Rp1.880.508.946,76 dan IRR yang diperoleh sebesar 20,2% lebih tinggi dari suku bunga bank saat ini serta BCR sebesar 1,84 (di atas 1), sehingga investasi pada WKOB secara finansial dikatakan layak untuk diterapkan. Namun, apabila dilihat dari segi manfaat untuk masyarakat setempat terutama ekonomi dan kelestarian alam di Bukit Lawang khususnya, maka berdasarkan valuasi ekonomi WKOB jauh lebih layak dan menguntungkan semua pihak serta lestari.

Tabel 3. Nilai Manfaat Wisata Konservasi Orangutan di Bukit Lawang Tahun 2017

Sumber: Susilawati (2019)
Sumber: Susilawati (2019)

POTENSI MANFAAT OBJEK WISATA BUKIT LAWANG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL)

Potensi sumber daya alam di Bukit Lawang merupakan pemberian dari alam dan salah satu peluang untuk memakmurkan perekonomian masyarakat sekitar. Mulai dari hutan hujan tropis, Orangutan, dan air sungai yang jernih. Pengembangan objek wisata di Bukit Lawang akan memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar serta membuka lapangan kerja baru. Adapun potensi objek wisata Bukit Lawang adalah sebagai berikut.

  1. Bukit Lawang memiliki lokasi yang cukup nyaman dan luas untuk parkir kendaraan, dengan luas ± 60 x 15 m untuk roda empat yang beralaskan tanah dan ± 10 x 15 m untuk roda dua. Daya tampung di lokasi ini mencapai ± 50 kendaraan roda empat dan ± 40 kendaraan roda dua. Tarif parkir untuk kendaraan roda empat sebesar Rp15.000 dan kendaraan roda dua sebesar Rp5.000. Khusus untuk hari libur dan tanggal merah dikenakan biaya tambahan sebesar Rp5.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp3.000 untuk kendaraan roda dua.
  2. Sungai Barohok merupakan sungai dengan air jernih dan masyarakat sekitar menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Arus sungai Bahorok tidak menentu, kadang-kadang deras dan stabil. Hal tersebut dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk kegiatan wisata arung jeram dan tubbing.
  3. Bukit Lawang memiliki jembatan yang dibangun untuk menyeberangi sungai yang ada di Bukit Lawang. Terbuat dari kayu, tali tambang, dan besi yang berukuran ± 50 meter. Manfaat yang cukup besar telah dirasakan oleh warga sekitar. Untuk melewati jembatan, maksimal 5 orang yang dapat melewatinya, setelah sampai ke ujung jembatan dilanjutkan 5 orang lainnya.
  4. Hutan hujan tropis yang ada di Bukit Lawang memiliki keunikan tersendiri dibanding hutan di daerah lain.  Kelembapan yang cukup tinggi, sangat sejuk, dan segar. Luas hutan hujan tropis di Bukit Lawang ± 200 hektar. Hutan hujan tropis merupakan rumah bagi keanekaragaman spesies flora dan fauna yang paling kaya di dunia, contoh tumbuhan langka yang ada seperti kantong semar, rafflessia, dan hewan langka seperti orangutan.
  5. Objek wisata Bukit Lawang juga berperan penting dalam perubahan iklim, yaitu sebagai penyerap karbon (sink) dan penyimpanan karbon (stock). Hutan di Bukit Lawang berfungsi dalam menjaga iklim di dalam kawasan hutan maupun di luar hutan. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan tegakan hutan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2) dalam proses fotosintesis. Semakin banyak CO2 yang diserap oleh tanaman dan disimpan dalam bentuk biomassa karbon, maka semakin besar pengaruh buruk efek gas rumah kaca dapat dikendalikan (Samsoedin et al., 2009).

Nilai penyimpanan karbon, baik pada biomassa maupun substrat sebagai tempat tumbuh mulai diperhitungkan dalam skema pembayaran jasa ekosistem atau Payment for Ecosystem Services (PES) sebagai karbon kredit (Kepel et al., 2017). Nilai karbon tersimpan objek wisata Bukit Lawang ditetapkan melalui pengukuran biomassa tiang dan pohon yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Daftar Kandungan Biomasa Tegakan (Ton/ha) dan Karbon Tersimpan pada Tegakan di Kawasan Objek Wisata Bukit Lawang

Sumber: Soimin (2010)
Sumber: Soimin (2010)

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa cadangan karbon di objek wisata Bukit Lawang tingkat pohon sebesar 189,7 ton/ha. Sedangkan pada tingkat tiang sebesar 11,5 ton/ha. Oleh karena itu, diketahui jumlah karbon tersimpan sebesar 201,2 ton/ha.

KESIMPULAN

Bukit Lawang mengelola kawasan seluas 12.401 ha, di mana 200 ha merupakan zona pemanfaatan. Bukit Lawang terkenal bagi pengunjung domestik dan internasional sebagai tempat melihat Orangutan. Nilai ekonomi wisata alam Bukit Lawang secara menyeluruh yang diperoleh dari wisatawan asing, mencapai Rp50.483.976.499 per tahunnya dan nilai ekonomi objek wisata alam Bukit Lawang secara khusus yang diperoleh dari wisatawan asing, sebesar Rp7.798.605.485. Sedangkan nilai benefit dari wisata konservasi Orangutan di Bukit Lawang (WKOB) sebesar Rp1.721.082.350 per tahun selama tahun 2018 dan manfaat terbesar dari wisata konservasi diperoleh dari manfaat kegunaan langsung yang bersifat tidak ekstraktif yaitu sebesar Rp1.221.082.350. 

Potensi yang dimiliki objek wisata Bukit Lawang antara lain memiliki lokasi yang cukup nyaman dan luas untuk parkir kendaraan, sungai Barohok dengan air yang jernih dan arus sungai yang tidak menentu, kadang-kadang deras dan stabil. Hal tersebut dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk kegiatan wisata arung jeram dan tubbing. Selain itu, Bukit Lawang memiliki jembatan yang dibangun untuk menyebrangi sungai dan manfaat yang cukup besar telah dirasakan oleh warga sekitar serta hutan hujan tropis yang ada di Bukit Lawang memiliki keunikan tersendiri dibanding hutan di daerah lain yang merupakan rumah bagi keanekaragaman spesies flora dan fauna yang paling kaya di dunia, seperti kantong semar, rafflessia, dan hewan langka seperti Orangutan. Selain itu, objek wisata Bukit Lawang memiliki jumlah karbon tersimpan sebesar 40.240 ton.

DAFTAR PUSTAKA

[YOSL/OIC-PILI] Yayasan Orangutan Sumatera Lestari/Orangutan Information Centre Rencana- Pusat Informasi Lingkungan Indonesia. 2018. Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional Gunung Leuser BPTN Wilayah III 2018 – 2023.

Bahruni, Suhendang, E., Darusman, D., dan Alikodra, H.S. 2007. Pendekatan Sistem dalam Pendugaan Nilai Ekonomi Total Ekosistem Hutan :  Nilai Guna Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 4 (3): 369 – 378.

Barbier, E.B., Acreman, M., dan Knowler, D. 1997. Economic valuation of wetlands: A guide for policy makers and planners. Ramsar Convention Bureau, Gland, Switzerland.

Claudia, H. 2018. Motivasi Wisatawan Mancanegara dalam Kegiatan Trekking di Bukit Lawang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Khasanah Ilmu-Jurnal Pariwisata dan Budaya, 9 (2): 28-40.

Dewi, M.S. 2008. Profil dan Kajian Nilai Ekonomi Wisatawan Asing di Obyek Wisata Alam Bukitlawang Taman Nasional Gunung Leuser [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ginting, N. dan Veronica, S. 2019. Tata Guna Lahan Bukit Lawang sebagai Kawasan Wisata Berkelanjutan. In Talenta Conference Series: Energy and Engineering (EE), 2 (1): 1-8.

Kepel, T.L., Suryono, D.D., Ati, R.N., Salim, H.L., dan Hutahaean, A.A. 2017. Nilai Penting dan Estimasi Nilai Ekonomi Simpanan Karbon Vegetasi Mangrove di Kema, Sulawesi Utara. Jurnal Kelautan Nasional, 12 (1): 19-26.

Munandar. 2016. Valuasi Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan yang Tidak Dapat Dipasarkan pada Kawasan Hutan Lindung Taman Hutan Raya Sultan Adam Kalimantan Selatan. Jurnal Hutan Tropis, 4 (2): 109-119.

Nasution, H.P. 2017. Prospek Pengembangan Pariwisata di Kawasan Wisata Bukit Lawang Kabupaten Langkat. In Proceeding of National Conference on Asbis, 2 (1): 144-156.

Nurfatriani, F. 2006. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 3 (1): 1-16.

Rusmiyati dan Sriekaningsih, A. 2016. Valuasi Ekonomi Hutan Mangrove dan Skenario Pengelolaannya di Desa Muara Bengalon Kecamatan Bengalon Kab. Kutai Timur. Socioscientia, 8 (1): 1-14.

Samsoedin, I., Dharmawan, I.W.S., dan Siregar, A. 2009. Potensi Biomassa Karbon Hutan Alam dan Hutan Bekas Tebangan Setelah 30 Tahun di Hutan Penelitian Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 4 (1): 47-56.

Soimin. 2010. Komposisi dan Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan di Hutan Resort Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Susilawati. 2019. Valuasi Ekonomi Wisata Konservasi Orangutan Bukit Lawang di Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Suzana, B.O.L., Timban, J., Kaunang, R., dan Ahmad, F. 2011. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Hutan Mangrove di Desa Palaes Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara. Agri-Sosioekonomi, 7 (2): 29-38.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun