Mohon tunggu...
Hardi Ahmad
Hardi Ahmad Mohon Tunggu... -

Praktisi Human Resources (HR). Mengabdikan diri di salah satu perusahaan tambang. Walau begitu, sangat menyukai puisi, novel dan esai kehidupan. Mengagumi keistiqomahan dan kerendah-hatian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Freeport Indonesia dan Pasal 33 ayat 3

31 Maret 2017   00:16 Diperbarui: 15 Juli 2017   15:29 3971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini – semoga bisa – menyeimbangi opini Kompas 7 Maret 2017 berjudul “Freeport Menguji Kita” oleh Junaidi Albab Setiawan – Advokat Pengamat Hukum Pertambangan, dan opini Kompas 8 Maret 2017 yang berjudul “Nasionalisme Sumberdaya” ditulis Makmur Keliat – Pengamat Ekonomi Politik Internasional FISIP Universitas Indonesia.

Saya ingin mengajak mengembara sejenak, tepatnya merenung tentang Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Berbicara tentang Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”, maka yang terbersit dalam pikiran adalah; bahwa sudah semestinya negara harus menaruh perhatian besar pada semua sumberdaya yang ada di segala penjuru wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan; tidak cukup menaruh perhatian thok, tapi negara juga harus memastikan bahwa pengelolaan hasil sumberdaya alam itu digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat di sekitar sumberdaya tersebut, secara berkeadilan. Kita note dan berikan tekanan; bahwa kemakmuran masyarakat di sekitar.

Apa sih makna arti berkeadilan itu?  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berkeadilan memiliki arti tekstual mempunyai keadilan.  Sedangkan adil sendiri di dalam kamus yang sama berarti tidak berat sebelah, atau tidak memihak. Bisa juga adil mempunyai arti tidak memihak atau tidak sewenang-wenang. Kata kuncinya adalah tidak sewenang-wenang.  Semau-gue.

Jadi ada dua hal pokok dalam pengelolaan hasil sumberdaya alam, yaitu (1) untuk kemakmuran masyarakat sekitar & (2) bisnisnya tidak semau-gue.

Kalau kemudian kita tanya dengan jujur kepada penduduk Kabupaten Mimika yang – kota ini hampir 100% – nadi perekonomiannya bergerak karena keberadaan Freeport Indonesia, apakah benar korporasi ini apatis dengan kemakmuran masyarakat sekitar dan bisnisnya didasarkan atas filosofi semau gue?  Jawabannya mendekati kepastian, mereka akan berkata TIDAK.  Perusahaan Amerika ini tidak apatis dan tidak sewenang-wenang dalam berbisnis.

Mari dibuka, apasaja yang telah dilakukan oleh perusahaan tambang ini, yang beberapa tanggung-jawab itu semestinya menjadi tanggung-jawab negara kita tercinta, pemerintah daerah tentunya:

Bidang kesehatan: (a) membangun dan mengelola 2 rumah sakit besar & canggih di Indonesia timur serta membangun 3 klinik umum. (b) Kasus malaria turun 70% di Mimika. (c) Pencapaian keberhasilan. Pengobatan TB adalah 99%.

Bidang Pendidikan: (a) Membangun 4 asrama & mengelolanya.  Ratusan anak-anak Papua di area sekitar tambang bersekolah & lulus dari asrama tersebut. (b) Membangun fasilitas Balai Latihan Kerja (BLK) tercanggih di Indonesia Timur.

Bidang olah raga, telah membangun Mimika Sport Complex, bakal komplek PON yang akan dilakukan beberapa tahun lagi.  Komplek ini sudah dibangun dengan fasilitas nomor satu senilai lebih dari 30 juta dollar Amerika.

Bidang Transportasi, telah membangun beberapa lapangan terbang perintis di daerah pedalaman Papua.  Mengelola perjalanan Christmas Flight ke seluruh kota-kota di Papua.

Dan banyak lagi …

Apakah benar, kemudian beberapa proyek-proyek lain lagi juga harus dibebankan kepada korporasi?  Yang perusahaan juga berbisnis untuk mendapatkan keuntungan dalam usahanya?  Hendaknya bangsa yang terkenal sopan santunnya ini juga harus adil dan tidak sewenang-wenang, seandainya ada hal yang perlu direview lagi dalam perjanjiannya.

Jangan sampai juga karena semangat nasionalisme sumberdaya yang menggebu, kemudian negara ini tidak mampu mengendalikan lontaran-lontaran pedas.  Negara ini adalah negara demokrasi Pancasila; yang sopan santun ketimurannya harus tetap dijaga, begitu kata guru bangsa – Bapak Soeharto – yang sering kita dengar.

Jadi, kalau akhir penggalan ayat 3 pasal 33 UUD adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, selayaknya Freeport Indonesia bisa diapresiasi telah membantu pemerintah dalam menaikkan derajat kemakmuran masyarakat Mimika melalui pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Apakah sudah cukup?  Jangan bebankan semua lah ke korporasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun