Mohon tunggu...
Dina Hutauruk
Dina Hutauruk Mohon Tunggu... -

i'm just an ordinary girl

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku menggugatnya....

13 Maret 2011   15:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:49 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Senin, 28 Pebruari 2011, Seorang pahlawan tanpa tanda jasa harus menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan ketika akan menjalankan tugas mulianya di pedalaman Tapanuli utara. Sungguh tragis kematiannya…. Jalan setapak di tengah hutan yang biasa dia lalui menuju tempat dimana anak didiknya sudah menanti, menjadi tempatnya merenggang nyawa. Kini pahlawan itu telah tiada. Kepergiannya telah meninggalkan duka, duka yang luar biasa. Sunguh malang memang nasibnya, berakhir dengan cara sadis yang tak pernah diduga-duga. Kini raganya telah terkubur dalam tanah, dan tak ada ada lagi yang bisa melihat senyuman dan semangatnya. Dia sosok yang luar biasa yang akan tetap hidup di hati anak didiknya, keluarganya dan juga semua orang-orang yang mencintainya. Dia memang bukan pahlawan biasa.

Kini anak-anak didiknya, sahabat-sahabatnya dan juga keluarganya telah menerima kematiannya sebagai suratan takdir. Tapi aku tak bisa menerimanya begitu saja. Tak ada senyum di wajah jasadnya, membuatku merasa bahwa dia sendiri belum bisa menerima kematiannya. Aku merasa masih ada sesuatu yang ingin dia tuntaskan dalam dunia sehingga raganya belum rela berpisah dari jiwanya. Entah ini karena permainan imajinasiku bersama dengan perasaan ini, tapi aku merasa ada banyak kekeliruan. Aku ingin menggugat kematiannya sehingga tak ada kebohongan yang tersisa. Lalu aku terus bertanya “Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab untuk kematiannya?” Ini adalah pertanyaan yang hingga kini jawabanya tidak pernah memuaskanku. Apakah hanya pembunuh biadab itu saja. Bukann…!! Bagiku dia bukan satu-satunya orang yang harus mempertanggung jawabnya.

………………………………
Di pedalaman itu ada sekitar 4 perkampungan. Semuanya tak acuhkan dan tetap dibiarkan terisolasi di tengah hutan walaupun penghuninya selalu bertambah dari tahun ke tahun. Walaupun ada banyak anak disana yang membutuhkan jamahan pendidikan, tetap saja keberadaan mereka tak mendapat perhatian dari pemerintah. Dan ada banyak remaja yang terpaksa harus jauh dari orantua untuk melanjutkan pendidikan ke perkotaan karena satu-satunya sarana pendidikan formal di sana adalah sekolah dasar yang minim tenaga pengajar. Sebenarnya tidak ada masalah ketika anak-anak disana melanjutkan pendidikannya ke kota, namun karena satu-satunya penghubung antara daerah itu dengan kota hanya berupa jalan setapak berliku-liku yang hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 6 jam atau sesekali bisa dilewati sepeda motor bagi mereka yang bernyali besar, membuat anak-anak harus berpisah dari orangtua mereka untuk waktu yang lama.

Sekolah Dasar sebagai satu-satunya sarana pendidikan selalu mengalami kekurangan tenaga pengajar karena mereka yang ditempatkan untuk mengabdi di pedalaman tersebut tidak betah tinggal disini. Sulitnya transportasi dalah alasan yang cukup masuk akal ketika akhirnya mereka pindah dan meninggalkan pedalaman ini. Namun masih ada yang tetap bertahan dan kemudian mengabdikan hidupnya kepada anak-anak di pedalaman ini. Mereka adalah sosok yang luar biasa. Dalam menjalankan tugasnya, mereka yang tinggal di luar pendalaman harus rela berjalan kaki puluhan kilometer untuk sampai ke pedalaman ini. Atau yang berasal dari satu perkampungan di pedalaman menjadi pengajar di kampung lain juga harus menempuh perjalanan jauh menuju tempat pengabdiannya. Demi tugas para sosok yang disebuh pahlawan tanda tanda jasa ini terpaksa harus berjalan sendiri menuju sekolah tempat mereka mengadi. Binatang buas di tengah hutan mungkin saja menerkam dan masih banyak resiko-resiko lain di tengah hutan yang setiap saat bisa mengancam keselamatan mereka.
Sungguh tragis memang kenyataan hidup yang harus di jalani msyarakat ini. Namun tak sedikit pun hati pemerintah daerah tergerak untuk membangun pedalaman ini, walau hanya sekedar membuka akses transportasi saja. Sementara ketika menjelang pilkada, para calon yang ikut berkompetisi dalam pilkada rela menempuh pemdalaman ini dengan susah payah untuk berkampanye ria menipu masyarakat dengan segudang janji-janji palsu. Dan ketika kemenangan pilkada sudah ditangan mereka maka pedalaman ini akan tetap terabaikan. Lidah memang tak ertulang dan janji hanya akan jadi sebatas janji. Tak pernah ada perubahan di pedalaman itu, meskipun sipemberi janji telah lama berkuasa dalam negri Tapanuli Utara.
………………………………

Lalu ketika hidup seorang pahlawan tanda tanpa jasa itu berakhir dengan cara tragis ditengah kondisi pedalaman yang memprihatinkan seperti ini, masihkah aku tak bisa menggugat para penguasa daerah yang tidak punya kepekaan itu?? Masihkah aku tak berlandasan jika aku mengatakan bahwa pemerintahlah yang seharusnya mempertanggung jawabkan kematian pahlawan itu. Pemerintahlah yang membunuhnya. Aku bukan menvonis tanpa bukti, tapi kenyataan yang aku lihat adalah landasanku berbicara. Kemana saja pemerintah selama ini ketika pahlawan itu masih hidup? Kemana saja pemerintah ketika pahlawan itu berjalan sendiri tertatih-tatih melewati jalan setapak yang berliku-liku di tengah hutan demi menemui wajah-wajah yang merindukan pendidikan? Adakah mereka memperhatikan kehidupan masyarakat di pedalaman itu? Masihkah tuduhanku tak masuk akal?? Tidakkah mereka lihat betapa luar biasanya si pahlawan yang mengabdikan dirinya di pedalaman yang di telantarkan ini? Tidakkah mereka bersimpati pada kehidupan masyarakat pedalaman ini? Atau haruskah ada lagi pahlawan-pahlawan yang akan mati sia-sia di tengah hutan.

Melalui tulisan ini aku menggugatmu


, Wahai kau para pejabat daerah…..!! Wahai kau para pemegang kekuasaan Tapanuli Utara….!!! Aku ingin pertanggung jawabanmu atas kematian pahlawan kami, karna itu adalah akibat dari sikapmu. Sikap Curang dan ketidakpedulianmu yang membuat pahlawan kami mati dalam kesia-siaan. Tidakkah kau sadar akan sikap yang menelantarkan daerah kami dalam ketertinggalan adalah awalnya? Sudahkah kau mau berpikir dan mengubah sikap angkuhmu? Atau masihkah kau hanya sibuk mengisi pundi-pundimu kekayaanmu??

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun