Penolakan itu erat kaitannya dengan hasil publikasi media Australia. Dua jurnalis radio Australia (ABC) berhasil menyusup ke Papua sebagai turis. Mereka masuk ke Tanah Papua dengan misi khusus, yakni mendalami keterlibatan Densus 88 dalam aksi penangkapan aktivis dan penembakan Mako Tabuni 14 Juni 2012 lalu.
Kedua jurnalis itu secara berani menyimpulkan bahwa ‘Densus 88 telah melancarkan kampanye berdarah terhadap para aktivis Papua’. Situs radio ABC menulis “…muncul bukti yang semakin besar bahwa satuan anti teroris itu terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang dalam upaya menumpas gerakan separatis di Papua“.
http://hankam.kompasiana.com/2012/08/30/densus-88-dituduh-australia-tersudut/
Menanggapi hal tersebut Tito mengatakan, Densus 88 hanya melakukan penegakan hukum secara profesional. Apa yang dilakukan Densus 88 tidak hanya semata-mata identik dengan kekerasan. Hanya saja selama ini media lebih senang mengekspos aksi kekerasan tindakan hukumnya. Padahal upayah yang dilakukan sama, yakni penegakan hukum secara profesional.
“Sementara pendekatan hati ke hati, membantu keluarga terpidana yang terkena tembakan ini tak terekspos oleh media massa sehingga terbentuklah image seolah-olah Densus identik dengan kekerasan. Jadi saya kira itu masalah image saja,” kata Tito Carnavian usai upacara Welcome and Farewel Parade Kapolda Papua di Mapolda, Jayapura, Selasa (25/9/2012).
http://tabloidjubi.com/index.php/jayapura/20794-media-dinilai-senang-ekspos-aksi-kekerasan-densus
Ada yang atur ka?
Kembali soal pernyataan Ruben Magay tentang kemungkinan ada yang stel (menskenariokan) situasi Papua, patut pula diapresiasi. Pertanyaan retorik itu bisa saja diarahkan ke dalam maupun ke luar negeri. Bahwa mungkin saja benar ada yang ‘stel’. Kapan harus aman dan kapan mesti ‘dibikin’ bergolak. Karena sudah menjadi rahasia umum, Papua adalah ladang pertarungan berbagai kepentingan.
Jika memang itulah makna di balik pernyataannya, maka tugas berat sedang menunggu sentuhan tangan dingin pak Kapolda yang baru. Mampukah ia memutus mata rantai berbagai kepentingan itu?
Kompas.com menulis, Tito kepada wartawan usai pelantikannya di Mabes Polri (21/9/2012) mengatakan, akar masalah di Papua adalah konflik kepentingan. Teknik penanganan konflik harus melalui pendekatan ke semua pihak. Ia mengatakan, akan mempelajari seluk beluk konflik yang tak kunjung usai di Papua itu untuk menyelesaikan dari akar masalahnya. Mulai dari kasus yang melibatkan Organisasi Papua Merdeka, PT Freeport Indonesia, penembakan misterius, hingga kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya. Semoga***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI