Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Otsus Papua Mulai Menampakkan Hasilnya

23 September 2012   09:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:52 1976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_207382" align="aligncenter" width="581" caption="Wajah Kota Jayapura, ibukota Prov.Papua (dok. pribadi 1/8/2012)."][/caption]

Indonesia telah membuat langkah penting bagi kemajuan dan kesejahteraan Tanah Papua. Langkah penting itu adalah pemberian Otonomi Khusus (Otsus) oleh Pemerintah Indonesia kepada Papua pada tahun 2001. Wujud konkretnya adalah tersedianya sumber dana pembangunan bagi Papua, mulai dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otsus, dan Dana Bagi Hasil (DBH). Kini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua adalah yang terbesar di Indonesia, dengan angka fantastis yakni, diatas Rp 30 Trilun per tahun. Hasilnya? Dalam tempo 11 tahun, seiring derap langkah pembangunan dan arus modal-investasi yang bertambah deras, aura wajah Tanah Papua terlihat semakin bersinar. Angka kemiskinan menurun cukup signifikan, kendati masih berada di atas rata-rata nasional. Data BPS Papua tahun 2010 mencatat presentase penduduk miskin 36,80%. Setahun kemudian turun menjadi 32%. Penurunan itu, menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua, Djarot Soetanto antara lain terkait langsung dengan langkah pemerintah daerah melalui program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (Respek) ke kabupaten/kota yang sedikit banyak menggerakkan ekonomi di pedesaan. Artinya ada 4,8 persen penduduk Papua (sekitar 40 ribu jiwa) yang pada tahun 2010 masih berpenghasilan di bawah garis kemiskinan, kini mereka telah bergeser menjadi tidak miskin. http://regional.kompasiana.com/2012/09/21/bps-angka-kemiskinan-di-papua-berkurang/ Dari aspek pendidikan, tingkat partisipasi anak sekolah usia 7-18 tahun sudah mencapai 65,76 persen (bandingkan dengan partisipasi anak sekolah tingkat nasional 79,53%). Sedangkan pada aspek kesehatan, angka kematian bayi di Papua mencapi 30,84% sementara rata-rata nasional 26,89%. Model Ukur Internasional Mari kita gunakan model internasional untuk mengukur tingkat kesejahtaraan penduduk di suatu Negara. Yakni menggunakan Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang kini populer dikampanyekan di dunia internasional sebagai Millenium Development Goals (MDGs). IPM diukur dari komposisi tingkat kualitas hidup seperti melek huruf (pendidikan), kesehatan, dan pendapatan per kapita masyarakat. IPM Papua pada saat baru bergulirnya Otsus tercatat 60,1 pada tahun 2002, kini meningkat menjadi menjadi 65,00 (tahun 2011), sementara rata-rata tingkat nasional adalah 70,00. Data-data diatas menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia terus bekerja keras untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Papua sebagai bagian dari komitmen Pemerintah yang dituangkan dalam Kebijakan Otsus (UU No.21 Tahun 2001). Tidak benar bahwa Pemerintah hanya menguras kekayaan di Tanah Papua tetapi mengabaikan penduduknya. Itu hanyalah salah satu bentuk kampanye hitam pihak asing yang hingga kini memiliki agenda terselubung untuk menguasai sumber daya di Papua. Mantan Wapres Jusuf Kalla pada suatu kesempatan pernah mengatakan, dalam 10 terakhir, tidak sepeser pun Jakarta mengambil uang dari Papua. Tahun 2011 saja, Pemerintah Pusat hanya dapat bagi hasil dari PT Freeport Indonesia sebesar Rp 17 triliun. Sedangkan, dana yang ditransfer ke Papua melalui APBN, DAU, dan DAK mencapai Rp 31 triliun. Jika total APBN itu dibagi jumlah penduduk, maka satu orang warga di Jawa hanya mendapat Rp1,5 juta dari alokasi APBN dan di luar Jawa mendapat Rp2 juta per orang. Sedangkan, untuk warga di Papua setiap orang dapat Rp10 juta. "Jadi, sebenarnya kita semua mensubsidi Papua. Aceh, Jawa, semua ikut mensubsidi. Jadi, ini persoalan ekonomi. Ini persoalan produktivitas. Makanya, kita harus meningkatkan produktivitas warga Papua. Ini memang butuh waktu lama, tetapi ini harus dilakukan," ujar Kalla. http://zonadamai.wordpress.com/2012/03/01/jk-konflik-papua-karena-masyarakatnya-terlalu-konsumtif/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun