[caption id="attachment_202983" align="aligncenter" width="470" caption="ilustrasi : radioaustralia.net.au"][/caption] Headline Radio Australia (ABC) kemarin (29/8/2012) memberitakan hasil peliputan undercover dua jurnalisnya, Hayden Cooper dan Lisa Main tentang masalah Papua. Kedua jurnalis itu datang ke Papua sebagai turis namun secara diam-diam mereka mengaku telah bertemu dengan banyak orang yang mengaku telah melihat Densus 88 beroperasi di Papua. Uniknya, hasil jalan-jalan ke Papua yang juga ditayangkan dalam "Program 7:30 Report" di saluran televisi ABC itu, kedua jurnalis secara berani menyimpulkan bahwa 'Densus 88 telah melancarkan kampanye berdarah terhadap para aktivis Papua'. Situs radio ABC menulis "...muncul bukti yang semakin besar bahwa satuan anti teroris itu terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang dalam upaya menumpas gerakan separatis di Papua". 'Bukti' (yang menurut saya adalah 'asumsi') untuk menguatkan kesimpulan mereka adalah ada saksi melihat Mako Tabuni (pimpinan KNPB) ditembak oleh Densus 88. Pada bulan Desember 2010, Densus 88 membunuh Kelly Kwalik, seorang pemimpin OPM. Dan menurut saksi mata, Densus 88 termasuk diantara aparat yang melepaskan tembakan terhadap warga sipil pada Kongres Nasional Papua Oktober tahun lalu. Saya kutip paragraf 'tendensius' dari situs ABC yang mengulas peristiwa kematian Mako Tabuni versi liputan undercover Cooper dan Lisa Main. "Pada tanggal 14 Juni, pemimpin kemerdekaan Mako Tabuni ditembak ketika lari dari polisi di sebuah jalan sepi di ibukota Papua. Orang-orang yang menewaskan Tabuni diduga adalah bagian dari Densus 88, yang dibentuk menyusul peristiwa Bom Bali." http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2012-08-29/australia-dikaitkan-dengan-sepak-terjang-densus-88-di-papua/1007490 Sasaran Tembak ABC Saya menduga, pemberitaan Radio ABC memiliki dua sasaran tembak sekaligus. Pertama, ingin melindungi aktivis Papua merdeka dari kejaran aparat keamanan RI di Papua. Pelanggaran hukum yang dilakukan para aktivis tidak penting, tapi pelanggaran aparat keamanan sekecil apapun akan dijadikan berita besar. Ini sudah cerita lama sejak kasus Timtim dulu. Kedua, radio ABC ingin meng'kompori' pemerintahannya sendiri untuk menghentikan semua kerjasama dan bantuan kepada Densus 88. Menurut ABC, Densus 88 dilatih oleh Kepolisian Federal Australia. Karenanya, Pemerintah Australia dituding ikut bersalah lantaran Densus 88 yang ia latih itu kemudian terlibat dalam penyiksaan dan pembunuhan sewenang-wenang dalam upaya menumpas gerakan separatis di Papua. Tidak hanya Pemerintah Australia, Amerika Serikat juga ikut bersalah atas kematian banyak orang di Papua, karena mendanai dan melatih para aktor kekerasan di bumi Cendrawasih itu. ABC berhasil. Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr sudah mengontak Menlu RI, meminta kepada Indonesia untuk melakukan pengusutan atas pembunuhan Tabuni. Partai Hijau Australia juga mendesak Kepolisian Federal di negaranya untuk berhenti melatih satuan-satuan anti terorisme Indonesia sampai investigasi dilakukan atas pelanggaran HAM di Papua. Topik yang sedang hot diperbincangkan di negeri kanguru itu, bagi kita sebagai bangsa, hendaknya dapat ditanggapi dengan kepala dingin. Amatlah tepat tanggapan Kedutaan besar Indonesia di Canberra atas isu yang disebar luaskankan Radio ABC itu. Bahwa kekerasan di provinsi Papua dan Papua Barat merupakan sesuatu yang patut disesalkan. Siapapun pelakunya, akan berhadapan dengan hukum, termasuk Densus sekalipun (jika ada), sepanjang tindakan yang dilakukan tidak sesuai prosedur baku yang barlaku. Kita tentu sepakat bahwa pengiriman dan penempatan pasukan keamanan ke 'seluruh bagian Republik Indonesia', adalah hak pemerintah Indonesia berdasarkan konstitusi yang ada, selama masih mengikuti prinsip dasar Hak Asasi Manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H