Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Amerika, Inggris, Australia untuk Kemerdekaan Papua Barat

23 April 2012   05:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:15 2750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_176517" align="aligncenter" width="448" caption="Foto ini adalah aksi orang Serui (20/4/2012) mendukung pembentukan ILWP di AS (Foto : Antara). "][/caption]

Meskipun intregitas Papua sudah final sebagai bagian wilayah NKRI, namun gerakan untuk mendirikan Papua sebagai sebuah negara baru, tampak semakin gencar.Sasaran tembak mereka adalah hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 tidak sah, karena pelaksanaan PEPERA tersebut mengabaikan prinsip one people one vote sebagaimana isi Kesepakatan New York (New York Agreement) antara Indonesia dan Belanda tahun 1962 yang difasilitasi Amerika Serikat.

Upaya menggugat keabsahan PEPERA dimaksud sudah dimulai dengan pembentukan International Lawyer for West Papua (ILWP) tahun 2008 di Guana, Amerika Selatan.

Langkah hukum itu diperkuat dengan upaya politis untuk menggalang dukungan internasional, antara lain dengan membentuk kaukus parlemen internasional untuk Papua Barat (Interntional Parliamentarians for West Papua/ IPWP) di London.

Baik ILWP maupun IPWP sejauhini sudah mendapatkan respon luas dari sejumlah negara, berkat kerja keras sebuah organisasi bernamaFree West Papua Campaign (FWPC) yang dipimpin Benny Wenda dan Richard Samuelson. Di bawah bendera FWPC, kedua tokoh ini terusberkampanye dari satu negara ke negara lain untuk melepaskan Papua dari NKRI.

Organisasi ini (FWPC) secara intens melakukan kampanye untuk kemerdekaan Papua dengan memanipulasi berbagai fakta guna mempengaruhi opini internasional.

Kampanye teranyar mereka adalah peluncuran IPWP Asia Pasifik di Canberra, Australia tanggal 28 Februari lalu yang didukung tokoh Partai Hijau Australia, mencari dukungan Belanda terkait menghidupkan kembali Nieuw Guinea Raad (Parlemen Papua Barat) di Belanda 5 April lalu, serta pembentukan ILWP Amerika Serikat.

http://nasional.vivanews.com/news/read/306169-50-bendera-bintang-kejora-berkibar-di-papua

Dari fakta-fakta di atas, menunjukkan semakin hari semakin jelas tergambar negara-negara mana saja yang mendukung upaya pemisahan Papua dari NKRI. Yang membuat saya tak habis pikir adalah negara Paman Sam yang sedari awal mendukung integrasi Papua ke dalam NKRI, sampai-sampai mau memfasilitasi kesepakatan New York, bahkan mungkin ikut “mengintimidasi” Sidang Majelis Umum PBB untuk menghasilkan Resolusi No. 2504 yang mengesahkan hasil PEPERA itu, apakahkomitmennya masih sama atau sudah berubah?

Jika komitmennya belum berubah, lantas ada kepentingan apa AS dengan ILWP, IPWP, serta keberadaan pangkalan militernya serta penempatan 2.500 pasukan marinirnya di Darwin, Australia Utara yang hanya berjarak sekitar 1.000 km dari Timika, Papua itu?

Ini semua ada kaitannya dengan masa depan PT. FREEPORT INDONESIA di Tanah Papua. (ingat, saat ini tim evaluasi kontrak kerja pertambangan yang dibentuk oleh Presiden sedang bekerja. Salah satu materi evaluasi adalah mengenai kontrak kerja PT. Freeport).

http://hankam.kompasiana.com/2012/04/21/as-%E2%80%9Cmenjaga%E2%80%9D-freeport-dari-darwin/

Mungkin bagi Paman Sam, Papua itu tidak penting, yang penting emasnya. Demi emas, cara apapun jadi halal, termasuk mengingkari komitmen politik di masa lalu.....!!! Tetapi bagi Indonesia, membangun dan mengembangkan orang Papua itu jauh lebih penting ketimbang mengeksploitasi kekayaan alamnya. Karena potensi pertambangan di Indonesia itu tidak hanya ada di Papua, tetapi tersebar di hampir setiap pelosok negeri yang gemah ripah loh jinawi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun