Belum lagi jika dikaitkan dengan adanya sejumlah protes terhadap hasil Pileg di Papua yang katanya penuh kecurangan. Besar kemungkinan, oknum pejabat tersebut ketika menang Pilkada memang didukung penuh oleh kelompok OPM yang bermarkas di wilayahnya. Dan kecurangan dalam pelaksanaan Pileg 9 April lalu juga tidak lepas dari intimidasi bahkan teror dari kelompok yang sama (?).
Jadi ada kebutuhan elit politik lokal demi mengamankan kekuasaannya dengan melibatkan bahkan memperkuat persenjataan kelompok tentara OPM. Maka tak heran kalau aksi teror masih sering terjadi di wilayah pegunungan Papua hingga ke wilayah perbatasan RI-PNG. Dan masyarakat sipil maupun aparat keamanan yang bertugas di wilayah itu akan terus menjadi korban aksi teror kelompok-kelompok tersebut.
Sebagai bangsa kita berharap masalah penyelundupan senjata api dan amunisi dari Filipina selatan tersebut bisa ditangani serius oleh Mabes Polri. Agar Papua menjadi zona damai yang selama ini menjadi idaman bersama segera terwujud. Dan untuk jangka pendek, penanganan serius ini tentu sangat urgen, karena sebentar lagi masyarakat Papua akan melaksanakan Pilres.
Mudah-mudahan di masa pemerintahan berikutnya, entah itu Jokowi-JK ataupun Prabowo-Hatta masalah penyelundupan senjata ini bisa ditangani secara sungguh-sungguh dengan meningkatkan pengawasan di pintu-pintu masuk perbatasan Indonesia-Fliphina, khususnya melalui jalur laut di utara Sulawesi. Karena di wilayah ini, konon ada sekitar seribu-an warga yang berstatus stateless. Mereka adalah warga keturunan Filiphina yang sebagiannya sudah kawin dengan warga Sangihe atau sebaliknya.
Baca juga : Darurat Penyelundupan Senjata Api ke Puncak Jaya, Papua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H