[caption id="attachment_339982" align="aligncenter" width="509" caption="ilustrasi lambang parpol lokal Papua (kreasi pribadi)"][/caption]
Dua tahun lalu saya pernah memposting topik ini di bawah judul “Wacana Partai Lokal di Papua Belum Populer”. http://politik.kompasiana.com/2012/07/27/wacana-partai-lokal-di-papua-belum-populer-480195.html Waktu itu ada sejumlah politisi Papua menginginkannya (Parpol lokal) sebagai solusi alternatif guna meredam gejolak politik di wilayah itu. Dengan adanya parlok diharapkan aspirasi sebagian warga Papua yang tidak terakomodasikan melalui parpol nasional mendapat saluran legal.
Wacana ini kembali muncul dalam dialog Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Presiden SBY di Biak dalam kunjungan Presiden SBYke daerah itu pekan lalu. Menurut Gubernur, parpol lokal di Papua bertujuan untuk mewadahi berbagai aspirasi yang berkembang di Papua dalam satu bingkai yang sama, yaitu bingkai NKRI. Sehingga kelompok Papua merdeka (mengutip istilah Lukas Enembe, ‘sudara-saudara yang masih berseberangan’) bisa diakomodir dalam parpol lokal itu.
“Itu dasar pemikiran Papua karena disini ada sistem pengangkatan, itu kita mau diwadahi oleh satu Parpol lokal, tapi terkesan pusat menanggapi bahwa kalau ada Parpol ada kecurigaan-kecurigaan seperti itu, padahal mau kita pengangkatan tidak perlu, harus wadahnya Parpol lokal, sehingga saudara-saudara kita yang berseberangan bisa diakomodir di Parpol lokal,mau kita seperti itu, tapi dikembalikan kepada kita dan masih diselesaikan di tingkat atas,” ujar Lukas. http://bintangpapua.com/index.php/lain-lain/k2-information/halaman-utama/item/16401-papua-minta-pembagian-5050
Tampaknya Lukas agak ragu-ragu mengangkat topik itu dalam dialog dengan Presiden karena ketika wacana itu muncul dua tahun lalu, sempat muncul ‘kecurigaan’ dari Pusat sebagaimana diutarakan Mendagri Gamawan Fauzi. Bahwa Papua beda dengan Aceh. “Di Aceh aspirasinya jelas, satu. Di Papua, banyak,” ungkap Gamawan kala itu. http://www.jpnn.com/read/2012/07/14/133749/Papua-Beda-dengan-Aceh- Sayangnya Lukas tidak menjelaskan secara detil, bagaimana tanggapan Presiden SBY atas topik pembicaraan mereka terkait parpol lokal dimaksud.
Sebelumnya, 7 April 2014 Kabid PoldagriBadan Kesbangpol Provinsi Papua Barat, Sutowo, SH menyatakan, terbuka peluang dibentuknya partai lokal di Papua, mengingat hasil Pileg 2014 di Papua menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak. Dengan adanya parpol lokal, memberikan peluang lebih besar kepada orang Papua untuk menjadi anggota legislatif.http://www.radarsorong.com/index.php?mib=berita.detail&id=23591
Belajar dari perjalanan partai lokal di Aceh memang sepak terjangnya sering membuat Gamawan geram. Tapi suka atau tidak suka, keberadaan parlok di Aceh sudah dijamin dengan UU Pemerintahan Aceh (UU No. 11 Tahun 2006). Maka wajar juga jika wacana parpol lokal di Papua ditanggapi dengan ‘sikap curiga’ oleh pusat. Ingat, DPRA sudah memproduk qanun tentang bendera dan lambang Aceh yang dinilai telah menghidupkan kembali simbol-simbol perjuangan GAM.
Kalau memang Parpol lokal akan diberlakukan juga di Papua, pintunya adalah melalui RUU Otsus yang saat ini sedang digodok oleh DPR RI untuk menggantikan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua. Hal-hal krusial seperti bendera dan lambang harus diatur lebih tegas agar simbol-simbol perjuangan OPM tidak diberi tempat. Inilah tugas utama Kemendagri untuk melakukan pembinaan secara kontinu agar produk-produk parlok Papua melalui Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) tidak keluar dari tekad bersama Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tahun 2002, dimana MPR RI sebagai pemegang tertinggi kedaulatan rakyat telah bersepakat,bentuk Negara Kesatuan RI TIDAK BISA DIUBAH. (Lihat Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 hasil amandemen).
Memang keberadaan partai lokal itu tidaklah haram, sepanjang aspirasi yang digagas dan diperjuangkannya tidak keluar dari jiwa dan semangat UUD 1945. Semangat Gubernur Papua Lukas Enembe mengusulkan parpol lokal di Papua patut diapresiasi, asalkan tujuannya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Papua dalam pembangunan termasuk partisipasi saudara-saudara yang masih berseberangan secara ideologi dalam rangka mempercepat pencapaian kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Koridor itulah yang mesti terus dirawat dan dikembangkan, sehingga partai politik sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pemerintahan (sarana demokrasi) tidak disalahgunakan untuk melegalkan aspirasi dan perjuangan separatisme. Semoga [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H