Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tokoh Papua Barat Wafat, Inilah "Jasa-jasa"nya

5 September 2014   21:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:31 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_341195" align="aligncenter" width="558" caption="Dari kiri ke kanan: Dr. John Ott Ondawame, Benny Wenda, dan Andy Ayamiseba (sumber: facebook benny wenda)"][/caption]

Suasana dukacita sedang menyelimuti Tanah Papua hari ini atas wafatnya salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Papua, Dr. John Otto Ondawame yang selama ini hidup di pengasingannya di negara Vanuatu. Khabar kepergian Ondawame segera mendapat ucapan belasungkawa dari sejumlah rekannya pendukung ideologi Papua merdeka, antara lain dari Benny Wenda di Inggris.

“Saya ingin menyampaikan belasungkawa saya yang paling dalam dan tulus kepada keluarga Bapak Ondawame pada hari ini, duka tersebut dan berkabung untuk semua kita orang Papua dan Melanesia di seluruh dunia,” tulis Benny Wenda dalam akun facebooknya.

Dr. John Otto Ondawame dikhabarkan wafat di Port Villa General Hospital, Vanuatu tadi malam akibat serangan jantung.

Sejumlah media online lokal di Papua yang dikelola para aktivis Papua merdeka menjadikan berita itu sebagai headline. Media-media itu segera meriwayatkan kembali peran penting Ondawame dalam gerakan mereka. Di antaranya adalah keberhasilannya membawa WPNCL (West Papua National Coalition for Liberation) organisasi yang didirikannya di Vanuatu untuk menggeser posisi Indonesia dari keanggotaan MSG (Melanesian Spearhead Group), sebuah grup kerjasama ekonomi negara-negara Melanesia di Pasifik Selatan.

Kendati usaha WPNCL itu hingga kini belum membuahkan hasil, namun mereka percaya Ondawame telah berhasil menarik perhatian negara-negara anggota MSG kepada masalah Papua, khususnya pada gerakan papua merdeka. MSG beranggotakan lima negara, yaitu Vanuatu, Fiji, PNG, Solomon Island, dan New Caledonia. Posisi Indonesia dalam MSG masih sebagai observer. Keinginan Indonesia menjadi anggota penuh MSG masih mendapat penolakan dari satu negara anggota, yaitu Vanuatu lantaran kedekatan Ondawame dengan tokoh-tokoh politik Vanuatu. Bahkan mantan perdana menteri Vanuatu Barack T Sope berhasil digandeng Ondawame menjadi penasehat politik bagi organisasi yang didirikannya (WPNCL).

Politik Menyelamatkan Muka

Sebetulnya Ondawame, Benny Wenda atau siapa saja yang sedang bergerilya untuk kemerdekaan Papua sangat paham bahwa gerakan mereka melepaskan Papua dari NKRI tidak mungkin mendapatkan dukungan dukungan formal dari negara manapun. Mengingat semua negara sudah mengakui kedaulatan NKRI di Papua. Mereka menyaksikan sendiri bagaimana perjalanan panjang perjuangan Pemerintah Indonesia mengusir penjajah Belanda dari Papua. Yaitu melalui Konferensi Meja Bundar (KMB tahun 1949), perjanjian New York (New York Agreement 1961), pelaksanaan PEPERA (1969) dan terakhir diputuskan dalam Sidang Majelis Umum PBB yang menghasilkan Resolusi PBB No. 2504 tanggal 19 November 1969.

Tokoh-tokoh papua merdeka itu sebetulnya hanya “terpaksa” melakukannya untuk menjaga “eksistensi” mereka di negara tempat pengasingannya. Juga rasa malu jika harus pulang ke kampung halaman karena sudah banyak korban yang masuk penjara lantaran terpengaruh oleh kampanye merreka di luar negeri. Sama halnya Belanda di masa lalu takut kehilangan muka dari Presiden Soekarno dalam urusan Papua, demikianpun Ondawame dkk. Mereka tidak mau begitu saja mengakui kedaulatan NKRI di Papua. Makanya, mereka berupaya agar ada forum lain yang bisa berperan untuk “menyelamatkan” muka mereka, seperti melalui MSG atau melalui tuntutan dialog damai kepada Pemerintah Indonesia, dimana mereka memposisikan diri sebagai juru runding.

Sementara negara-negara tempat mereka menumpang hidup, juga tidak mau memberikan suaka politik secara gratis (no free lunch). Keberadaan para peminta suaka politik itu “dimanfaatkan” untuk menekan Indonesia agar bisa mendapatkan hak pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang sangat kaya ini.

Akhirnya, selamat jalan kepada Ondawame, semoga para pengikutnya yang masih hidup bisa menyadari upaya pihak asing yang ingin memanfaatkan keberadaan mereka untuk kepentingan ekonomi negara-negara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun