Mohon tunggu...
Hamid Ramli
Hamid Ramli Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis Lingkungan ingin berkiprah di bidang politik lokal agar kelestarian lingkungan tetap terjaga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Setelah Dilantik, Inilah Prioritas Kabinet Kerja Jokowi untuk Masalah Papua

27 Oktober 2014   09:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:36 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_349999" align="aligncenter" width="372" caption="Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK (Foto: tempo.co)"][/caption]

Sejak Mahkamah Konstitusi mengesahkan kemenangan Jokowi-JK dalam Pilpres 2014, beberapa kali perwakilan kelompok masyarakat Papua menemui Tim Transisi. Di antaranya adalah pada tgl 13 September 2014 Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto menerima kelompok yang menamakan dirinya Solidaritas Perempuan Pembela HAM Papua didampingi Pdt. Benny Giay dan Pdt. Socrates Sofyan Yoman.

Beberapa waktu sebelumnya,Presiden Jokowi baik secara langsung maupun melalui Tim Transisi menyatakan bahwa permasalahan Papua akan dijadikan salah satu program prioritas Pemerintahan Jokowi-JK.Pernyataan-pernyataan itu, hemat saya adalah jawaban mengapa Jokowi mengawali kampanyenya sebagai Capres dari Papua. Saya cukup yakin, strategi kampanye itu sengaja didisain demikian karena Presiden Jokowi sudah mengantongi sejumlah referensi tentang permasalahan Papua dari berbagai sumber.

Berperang melawan kampanye hitam tentang Papua

Terpilihnya akademisi dari Papua, Prof. Yohana Yembise sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga tak lepas referensi itu. Ia adalah tokoh netral yang rekam jejaknya sudah mendapat sejumlah pengakuan / penghargaan dari mancanegara. Demikianpun Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi yang adalah mantan Dubes RI untuk Kerjaan Belanda. Kita tahu, masalah Papua yang terjadi saat ini tak lepas dari andil Belanda yang baru meninggalkan Papua setelah PBB ikut campur tangan mengusir mereka dari tanah Papua tahun 1963. Menlu yang baru tentu sudah sangat paham bagaimana isu Papua berkembang liar di berbagai negara Eropa.

Intinya, Papua di era pemerintahan Jokowi-JK harus lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.Pekerjaan rumah ini tentu tidak mudah. Salah satu kendalanya adalah masih intensnya kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang melakukan internasionalisasi isu Papua di luar negeri. Maka, kalau Pemerintahan Jokowi-JK ingin agar program-program pembangunan di Papua bisa direalisasikan secara baik, langkah pertama yang mesti dibuat adalah bagamiana menghentikan kampanye-kampanye hitam terkait isu Papua di luar negeri tersebut. Para pelaku kampanye hitam itu dengan mudah bisa diidentifikasi, baik ‘pemain lokal’ maupun dari mancanegara.

[caption id="attachment_350001" align="alignleft" width="277" caption="dok Pribadi"]

14143525671681831595
14143525671681831595
[/caption]

Sebuah buku yang diterbitkan oleh Antara Publishing berjudul “Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motif” (September 2013). Buku hasil karya Kompasianer ini bisa dijadikan referensi oleh Pemerintahan Jokowi guna membantu mengidentifikasi isu-isu miring tentang Papua yang sedang dikembangkan di dunia internasional, lengkap dengan ‘wajah’ para pemain, modus yang digunakan serta apa motifnya.

Pelajaran dari Tertangkapnya dua Jurnalis Prancis

Sangat relevan isi buku tersebut dengan kasus tertangkapnya dua jurnalis Prancis di Wamena 7 Agustus 2014 lalu. Kedua jurnalis Prancis tersebut adalah Marie-Valentine Louise Bourrat dan Thomas Charlie Dandois yang menyusup ke Papua melalui Sorong awal Agustus lalu dengan menggunakan visa turis. Kedua jurnalis itu sudah divonis 2,5 bulan oleh Pengadilan Negeri Jayapura Jumat lalu (24/10/2014). Dalam dua kali sidang di PN Jayapura tanggal 20 dan 21 Oktober 2014 tergambar jelas modus dua jurnalis Prancis itu menyusup ke Papua. Awalnya mereka menjalin kontak dengan jurnalis asal Australia bernama Nick Cherterfield pengelola Papua Media Alert (mungkin media yang dimaksud adalah West Papua Media Alert) yang dikenal intens memberitakan isu Papua. Isi meida itu tidak jauh dari berbagai gerakan perlawanan yang terjadi di Papua.

Sesuai barang bukti yang disita petugas yakni audio visual termasuk laptop dan ponsel yang berisi gambar dan wawancara para terdakwa dengan tokoh-tokoh OPM. Di antaranya tanggal 4 Agustus 2014 wawancara dengan Forkorus Yaboisembet yang baru saja keluar dari Lapas Abepura setelah menjalani hukuman 3 tahun penjara karena makar. Selain itu terdapat pula hasil wawancara dengan tokoh OPM Areki Wanimbo di Wamena, Kabupaten Jayawijaya (7/8/2014).Hasil wawancara sudah tak utuh lagi, hanya berisi gambar tanpa suara.

Areki Wanimbo yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengaku, dirinya sempat melarang dua Jurnalis Prancis itu ke Distrik Pirime (Lanny Jaya), karena ia mendapat SMS dari pengirim tanpa identitas, bahwa di Lanny Jaya sedang terjadi bentrokan antara aparat keamanan dengan OPM.Bentrok dimaksud adalah buntut dari tewasnya dua anggota Polri (Briptu Zulkifli dan Briptu Yoga Ginugi)serta lima polisi luka-luka dalam insiden penyerangan oleh OPM tanggal 28 Juli 2014di Kampung Nambume, Distrik Pirime, Kab. Lanny Jaya. Tanggal 1 Agustus 2014 di Distrik Pirime aparat gabungan TNI/Polri terlibat kontak tembak selama 4 jam dengan kelompok OPM pimpinan Puron Wenda dan Enden Wanimbo. Lima orang anggota OPM ditemukan tewas ditempat.Tanggal 4 Agustus kontak tembak kembali terjadi, namun tidak ada korban meninggal dari kedua belah pihak.

Dari manakah kedua wartawan Prancis itu mendapatkan narasumber tokoh-tokoh OPM tersebut? Patut diduga dari warga Australia pengelola Media Papua Alert itu. Apakah tewasnya Briptu Zulkifli dan Briptu Yoga Ginugi ada kaitannya dengan kepentingan peliputan Jurnalis asal Prancis itu? Teralu dini untuk menyimpulkan seperti itu. Lagi pula, tidak ada pendalaman oleh para penyidik maupun jaksa penuntut umum untuk dijadikan materi sidang PN Jayapura pekan lalu.

Yang pasti, sulit untuk mengatakan bahwa aksi-aksi penembakan dan penyerangan kelompok OPM terhadap aparat keamanan di Papua selama ini adalah murni tanpa provokasi pihak luar. Setidaknya untuk kepentingan internasionalisasi isu Papua itu tadi.Sejumlah nama yang gemar berbicara isu Papua di forum-forum internasional antara lain Richard Di Natale dari partai hijau Australia, Joe Natuman dan Moana Kalosil Carcasses dari Vanuatu, Powes Parkop dari PNG, Andrew Smith MP dan Lord Harries dari Inggris dan masih banyak lagi, sebagaimana diuraikan dalam buku “Internasionalisasi Isu Papua, Aktor, Modus, Motif” tersebut.

Itulah tugas berat Pemerintahan Jokowi-JK untuk masalah Papua ke depan. Dua Srikandi telah dipilih Jokowi-JK untuk membantu mendisain penyelesaian masalah Papua ke depan.Tidak hanya semata-mata bagaimana melanjutkan percepatan pembangunan di berbagai aspek bagi masyarakat Papua, tetapi juga bagaimana membangun lobi-lobi politik yang konstruktif dengan negara-negara yang teramat gemar mengangkat isu Papua ke forum-forum internasional. Ibu Yohana Yembise, alumni New Castle University Austrlia, dan ibu Retno Lestari Priansari Marsudi mantan Dubes RI untuk Kerajaan Belanda, kami menaruh harapan besar di puncak Anda. Selamat Bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun