[caption id="attachment_365284" align="aligncenter" width="503" caption="Sumber: kobogaunews.com"][/caption]
Dua pekan lalu saya memposting sebuah tulisan di blog terpopuler ‘Kompasiana’ iniyang mengulas tentang aktivitas kelompok pro Papua merdeka di Belanda. Intinya, kampanye Papua merdeka di Belanda sedang mati suri. Kendati postingan ini hanya di-bezoek 170-an pembaca namun ada 21 akun facebook dan 3 akun twitter yang men-share.
http://politik.kompasiana.com/2015/01/08/bintang-kejora-kian-redup-belanda-dan-inggris-701061.html
Dua hari kemudian, 10 Januari 2015, dua pentolan aktivis Papua merdeka terbang ke Belanda. Mereka adalah Benny Wenda yang tinggal di Inggris dan Paula Makabori dari Australia. Benny mungkin cukup datang dengan naik kereta api saja, tetapi Paula harus terbang berjam-jam dari Australia untuk mencapai Den Haag. Untuk apa?
Patut diduga, mereka ingin merespon berita di Kompasiana tentang mati surinya aktivitas papua merdeka di Belanda. Caranya adalah membuat sebuah kegiatan dadakan untuk mensosialisasikan kepada para ‘donatur’ di Belanda bahwa para pejuang Papua merdeka saat ini sudah membentuk sebuah organisasi baru menggantikan OPM (Organisasi Papua Merdeka).
Mereka menggelar sebuah acara bertajuk ‘West Papua Leader Summit on Reconcilliation & Unification’. Acara itu digelar di auditorium gereja Queen Mary di Den Haag 10 Januari 2015. Jumlah orang hadir dalam acara itu hanya sekitar 20-an orang yang sebagian besarnya adalah warga Belanda. Sebagaimana sudah diduga sebelumnya,pada penghujung acara ada semacam ‘seremonial’ tetap yaitu aksi pengumpulan sumbangan (kolekte) dari para peserta untuk biaya operasional organisasi yang baru dibentuk di Vanuatu pada Desember tahun lalu.
[caption id="attachment_365285" align="aligncenter" width="531" caption="Benny Wenda (kiri) dan Paula Makabori (kobogaunews.com)"]
Kegiatan Benny Wenda dan Paula itu mendapat kecaman dari seorang tokoh senior di Belanda, Simon Sapioper yang sudah lama meninggalkan Papua dan tinggal di Den Haag. Simon yang sudah mulai kalah pamor dari Benny dan Paula ini, terang-terangan menolak kehadiran organisasi baru kelahiran Vanuatu itu. Baginya, OPM sudah cukup, kenapa mesti ada organisasi tandingan lagi?
Paula adalah perempuan asli Papua yang sangat aktif menggerakan kelompok pengungsi asal Papua (imigran yang mendapatkan suaka dari Pemerintah Australia) untuk mengkampanyekan penolakan Otonomi Khusus di Papua dan menuntut referendum. Kebijakan Pemerintah Australia yang diluncurkan tahun lalu untuk membatasi imigran ke negaranya tentu sangat mempengaruhi aktivitas Paula dan kelompoknya. Apalagi kebijakan Australia itu disertai tindakan pemindahan camp para imigran dari Australia ke Papua Nugini (PNG).Tak terkecuali imigran asal Papua. Lantas untuk apa orang Papua bersusah payah masuk secara illegal ke Australia kalau pada akhirnya akan menjadi pengungsi yang “dibuang” ke PNG?
Karena alasan itulah Paula harus putar haluan, mencari aktivitas lain untuk menjaga eksistensinya sebagai ‘pejuang’ sejati. Ia lalu menggabungkan diri bersama tokoh senior di Vanuatu yang melahirkan organisasi baru tersebut. Entah apa peran Paula dalam organisasi baru tersebut, namun Benny Wenda membantunya untuk mencari donasi ke wilayah Eropa untuk menghidupkan organisasi baru tersebut.
Semoga Pemerintah Indonesia tidak terpengaruh oleh kegiatan sekelompok aktivis tersebut dan terus membangun Papua untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana diidamkan bersama. [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H