Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Itulah jargon yang sering diagung-agungkan kaum aktivis demokrasi. layaknya permen yang manis, konsep demokrasi begitu menggiurkan, dimana semua orang dijunjung tinggi haknya, termasuk hak menyuarakan kebodohannya. aku memang bodoh dan itu hak saya, secara implisit kurang lebih begitulah jawaban beberapa rakyat indonesia yang main bunyi saja tanpa memperhatian isinya.
Ide demokrasi sebenarnya sudah ditentang sejak dulu salah satunya seorang filsuf yang masyhur. Aristoteles, ia mempertanyakan apa bila sebuah kapan ingin berlayar, apakah harus awak kapan sibuk mencari nahkoda dan kapten, apalagi terjadwal sekian waktu sekali diadakan pemilihan.
Menurutnya memilih pemimpin pilih bukanlah intuisi yang dimiliki setiap orang sejak ia lahir, memilih pemimpin adalah keterampilan yang harus dipelajari secara sistematis. tuturnya, memberikan hak pilih kepada orang yang tak terampil di dalamnya. Sama tidak bertanggung jawabnya menempatkan mereka sebagai penanggung jawab atas tiga kali pelayaran ke Samos dalam badai.
di Indonesia, demokrasi menjadi pisau yang melukai bangsa sendiri. menurut data charta politica, 45,6 persen rakyat indonesia memaklumi adanya politik uang dalam kampanye. DPR yang seharusnya menjadi wakil dari rakyat, tetapi rakyat tidak percaya terhadap wakil-wakilnya sendiri. lantas kenapa rakyat memilihnya? padahal rakyat diberi hak untuk memilih wakil yang mewakilinya, kenapa rakyat tidak percaya orang yang rakyat sendiri pilih. aneh, memang.
sederhananya, sudah siap kah rakyat diberi mandat sebagai pemegang kedaulatan? terlalu sering rakyat melakukan unjuk rasa kepada mereka yang rakyat sendiri adalah pemilihnya. terlalu sering rakyat mengkritik pemerintah, tapi lupa mengkritik terhadap diri rakyat sendiri. sekali lagi bodoh adalah hak bagi rakyat.
tulisan ini hanyala pemantik kecil bagi seluruh pembaca agar mencoba berpikir lebih kritis terkait sistem demokrasi negara ini. sudah ideal kah? sudah cocok kah?
Sebagai penutup, kasih nilai saja bagaimana pembaca melihat seorang sultan DIY dan gubernur-gubernur lainnya yang dipilih secara demokratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H