Mohon tunggu...
Inamul Haqqi Hasan
Inamul Haqqi Hasan Mohon Tunggu... Desainer - Visual Designer

Inamul Haqqi Hasan, peminat kajian budaya dan seni. IG haqqihasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Piknik dan Kurang Piknik

18 Agustus 2015   13:44 Diperbarui: 18 Agustus 2015   13:44 15548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak tahu kapan frasa “kurang piknik” mulai populer dan siapa yang pertama kali menggunakannya untuk menyebut orang-orang yang ... emmm, mungkin over-worried, insecure, mudah tersinggung, hobi ngomel-ngomel, dan lain-lain yang intinya: kurang santai. Maknanya, mereka dianggap menjadi demikian akibat kurang piknik, karena mereka yang cukup piknik dianggap lebih panjang dan terbuka pikirannya, lebih santai. Ya, memang sekarang di mana-mana sepertinya gampang sekali kita bertemu orang-orang yang ketakutan dan kecemasannya minta ampun. Pinternya media, kondisi itu dimanfaatkan untuk panen klik dan share dengan membuat judul-judul yang bombastis dan mengerikan, seolah woro-woro dunia mau kiamat.

 

Saya pikir istilah kurang piknik hanyalah ungkapan saja, ternyata Detik Health merilis sebuah berita yang menyatakan bahwa secara ilmiah memang kurang piknik mengakibatkan otak dipenuhi pikiran negatif. Hal itu berdasarkan penelitian para ilmuwan di Stanford University yang melakukan eksperimen terhadap 38 orang, 19 di antaranya berjalan kaki 90 menit di alam bebas dan 19 lainnya berjalan kaki 90 menit di lingkungan urban. Hasilnya, mereka yang di alam bebas lebih rendah pikiran negatif di otaknya. Katanya, "jalan-jalan di alam bebas menurunkan aktivitas otak di bagian yang berhubungan dengan penyakit mental." (http://health.detik.com/read/2015/07/03/083528/2959238/763/terbukti-kurang-piknik-bikin-otak-dipenuhi-pikiran-negatif)

 

Pertanyaannya, sebenarnya bagaimana aktivitas piknik itu? Jalan-jalan di alam bebas? Lalu mereka yang sehari-hari tinggal di desa apa masih perlu piknik? Secara definisi sebenarnya substansi piknik adalah makan makanan bekal di luar rumah. Silakan cek KBBI. Sedangkan dalam Oxford Dictionary, kata picnic artinya "an occasion when a packed meal is eaten outdoors." Kata picnic secara etimologis berasal dari bahasa Prancis, pique-nique, yang muncul pertama kali di buku karya Tony Willis tahun 1692 berjudul Origines de la Langue Française. Di sana kata itu digunakan untuk menyebut sekelompok orang yang makan di restoran dan masing-masing membawa wine sendiri. Jadi, kalau jalan-jalan tanpa membawa bekal bukan piknik namanya.

 

Lalu, bagaimana dengan frasa kurang piknik? Dalam bahasa Inggris, frasa no picnic artinya sesuatu yang susah atau tidak mengenakkan. "The examined life is no picnic," kata penulis dari Amerika, Robert Fulghum. Atau dalam film Titanic, Jack berkata pada Rose, “Rose, you're no picnic, all right?” Tentu artinya bukan si Rose kurang piknik, lha wong mereka sedang plesiran dengan kapal pesiar. Artinya, no picnic adalah sebuah idiom (KBBI: konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya). Saya pun lebih suka menganggap kurang piknik sebagai suatu idiom. Kata piknik di sana tidak mesti dimaknai seketat definisinya, bahkan tidak mesti berupa kegiatan ke luar kota atau pedesaan, bahkan tidak mesti aktivitas keluar dari rumah atau kamar. Kim Kadarshian pernah berucap, "The perfect date for me would be staying at home, making a big picnic in bed." *kemudian berimajinasi*

 

Jadi, untuk mencegah kekurang piknikan yang berakibat pada ke-ngehe-an, sejatinya hanya diperlukan keberanian untuk keluar dari kemapanan pikiran. Menjumpai pengetahuan dari bidang selain bidang yang sehari-hari kita gumuli. Mencoba memahami “kebenaran versi lain” yang bisa dengan mudah kita dapati hanya dari ceklak-ceklik mouse. Dan salah satu yang terpenting, menyadari bahwa imajinasi itu ada dan jangan buru-buru menilainya dengan teori konspirasi. Atau kalau itu susah, belajarlah dari anak-anak seperti yang dikatakan oleh seorang budayawan muda (sejarahwan itu otomatis budayawan bukan?), Mas Zen RS:

 

“Anak-anak adalah guru terbaik untuk bagaimana caranya melakoni segala sesuatu dengan rileks, santai, dan tanpa pretensi. Mereka adalah mentor sejati bagaimana caranya agar hidup ini bisa terasa tak ubahnya sebuah piknik.”

 

Demikian. Mari piknik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun