Di Indonesia, kode etik psikologi sudah diatur pada Himpunan Psikologi Indonesia yang di dalamnya terdapat ketentuan secara tertulis yang menjadi pedoman untuk Psikolog dan Ilmuwan Psikologi dalam bersikap dan berperilaku, serta melalukan segala aktivitasnya yang sesuai dengan profesi.
Apa itu kode etik psikologi?Â
Dalam Kode Etik Psikologi pada Bab I mengenai Pedoman Umum pada Pasal 1 mengenai Pengertian, yaitu (1) Kode etik psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan psikologi di Indonesia.
Artinya kode etik psikologi merupakan sebuah pedoman yang harus ditaati saat melakukan segala kegiatan saat menjadi Psikolog dan Ilmuwan Psikologi di Indonesia.
Dalam melakukan praktik psikologi, kode etik psikologi selalu digunakan sebagai pedoman yang apabila tidak sesuai maka pelanggar akan mendapatkan pelanggaran. Dalam Bab II mengenai Mengatasi Isu Etika pada Pasal 4 mengenai Penyalahgunaan di Bidang Psikologi, yaitu (3) Pelanggaran kode etik psikologi adalah segala tindakan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Psikologi Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah pelanggaran oleh Psikolog terhadap janji/sumpah profesi, praktik psikologi yang dilakukan oleh mereka yang bukan Psikolog, atau Psikolog yang tidak memiliki Ijin Praktik, serta layanan psikologi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam Kode Etik Psikologi Indonesia.
Dalam kode etik psikologi ada tiga jenis pelanggaran yang dimaksud dari pasal tadi, yaitu pelanggaran ringan, pelanggaran sedang, dan pelanggaran berat.
Apa sajakah yang masuk ke dalam pelanggaran?Â
- Pelanggaran ringan, yaitu tindakan yang dilakukan Psikolog atau Ilmuwan Psikologi yang tidak sesuai dengan standar prosedur yang sudah ada, sehingga bisa merugikan salah satu dari beberapa pihak, seperti ilmu psikologi, profesi psikolog, pengguna jasa layanan psikologi, individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, serta pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum.
- Pelanggaran sedang, yaitu tindakan kelalaian yang dilakukan Psikolog atau Ilmuwan Psikologi dalam pelaksanaan proses atau penanganan yang tidak sesuai standar prosedur yang sudah ada sehingga dapat merugikan salah satu dari beberapa pihak, seperti ilmu psikologi, profesi psikologi, pengguna jasa layanan psikologi, individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, serta pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum.
- Pelanggaran berat, yaitu tindakan secara sengaja yang dilakukan Psikolog atau Ilmuwan Psikologi untuk memanipulasi tujuan, proses, atau hasil sehingga dapat merugikan salah satu dari beberapa pihak, seperti ilmu psikologi, profesi psikologi, pengguna jasa layanan psikologi, individu yang menjalani pemeriksaan psikologi, serta pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum.
Supaya lebih paham mengenai pembahasan kali ini, maka akan ada contoh kasus mengenai pelanggaran dari kode etik psikologi.
Contoh Kasus mengenai Pelanggaran Kode Etik PsikologiÂ
Pada putusan Nomor 463/Pdt.G/2013/PN.JKT.SEL dalam perkara ini terdapat satu penggugat serta dua tergugat, yaitu tergugat 1 yang merupakan klinik Psikologi dan tergugat 2 yang merupakan seorang Psikolog. Terdapat beberapa kesalahan yang dilakukan kedua tergugat antara lain (Rahmatullah, 2023):
- Psikolog tersebut telah melanggar kode etik karena membuka data rekam psikologis klien tanpa adanya persetujuan.
- Mengirim surat kepada media dan menyebutkan pihak-pihak di dalamnya tanpa pesertujuan dari klien.
- Melakukan kelalaian.
- Psikolog tersebut dengan sengaja membuat surat pernyataan.
- Klinik Psikologi tersebut tidak melakukan janjinya yang terdapat dalam website, yaitu "kerahasiaan klien sepenuhnya menjadi kebijakan atau aturan dalam konseling."
- Klinik Psikologi melakukan kelalaian dalam mengawasi Psikolognya.
- Psikolog tersebut berpaktik di tempat tergugat 1 sehingga tergugat 1 ikut serta bertanggung jawab.
- Para tergugat dituntut ganti rugi.
Kemudian atas beberapa kesalahan yang telah dilakukan oleh para tergugat, maka hakim telah menjatuhkan hukuman sesuai peraturan yang sudah ada. Menurut Ningsih (dalam Rahmatullah, 2023) hal ini telah membuktikan bahwa profesi psikologi harus menjunjung tinggi profesionalitas dan mengikuti aturan pada kode etik yang sudah ada, terutama dalam hal rekam psikologis klien yang harus dijaga kerahasiaannya.