Tanggal 23 Februari lalu, beredar sebuah video yang cukup heboh di media sosial dimana dalam video tersebut terjadi adu mulut antara pedagang asongan dengan Polisi Khusus Kereta Api (POLSUSKA). Video tersebut mendapat respon yang sangat luar biasa dari masyarakat, kebanyakan menyalahkan pihak PT. Kereta Api Indonesia (Persero).Â
Sayangnya dalam video yang diunggah oleh pemilik akun facebook Rita Yuliasari tidak dijabarkan kronologis kejadian tersebut secara detail sehingga memicu respon negatif dari masyarakat. Sekedar informasi saja, kejadian tersebut berawal dari para pedagang asongan yang sering berjualan di depan pintu Stasiun Rancaekek. Meskipun sudah sering ditegur, namun para pedagang tersebut tetap saja berjualan di wilayah tersebut.Â
Sebenarnya sudah ada peraturan yang melarang para pedagang kaki lima untuk berjualan baik di dalam kereta maupun lingkungan stasiun. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa setiap orang tidak boleh masuk ke peron kecuali penumpang yang mempunyai tiket atau petugas PT. KAI (Persero). Selain itu, PT. KAI (Persero) juga berpegang pada aturan Permendagri No 41 tahun 2012 pasal 32 dan 38 dimana dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa pedagang kaki lima tidak diperkenankan berjualan atau bertransaksi jual beli di ruang umum.Â
PT. KAI (Persero) juga telah menetapkan area steril dari pedagang kaki lima di wilayah stasiun mulai dari zona satu yakni ruang tunggu penumpang atau peron, zona dua yakni lobby dan halaman stasiun yang masuk dalam zona tiga. Aturan tersebut dibuat tentunya dengan pertimbangan yang matang demi pelayanan maksimal untuk para pengguna jasa layanan kereta api.Â
Setelah adanya insiden tersebut, pihak PT. KAI (Persero) yang diwakili oleh Karu Polsuska bertemu dengan para pedagang asongan yang berjumlah empat orang untuk melakukan diskusi di Stasiun Rancaekek. Hasilnya, para pedagang diperbolehkan untuk berjualan didepan Stasiun Rancaekek dengan syarat harus berjarak dua meter dari pintu keluar sehingga tidak menganggu ketertiban.Â
Bila melihat kronologi dari kejadian di Stasiun Rancaekek, kita bisa melihat siapa yang sebenarnya bersalah. Aturan dibuat untuk dipatuhi oleh semua pihak, termasuk para pedagang. Para pedagang sudah diberi peringatan berkali-kali namun mereka tetap saja melanggar aturan dan ketika ditertibkan mereka merasa bahwa Polsuska berlaku sewenang-wenang dan arogan. Padahal Polsuska hanya menjalankan tugas mereka sesuai dengan aturan yang telah dibuat. Â
Salah satu pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini adalah kita harus bijak dalam menggunakan sosial media. Apabila kita tidak mengetahui kronologi suatu kejadian dengan jelas maka sebaiknya kita tidak menuliskan komentar yang berisi kalimat provokasi untuk memperkeruh kondisi. Jangan mudah diadu domba, jangan mudah terprovokasi dan jangan pula memprovokasi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H