Terus terang saya agak segan untuk sekadar menegur jika melihat penjual ternyata “sejorok itu”, “kenapa piringnya dicuci disitu” “kenapa ada benda itu disamping makanan saya” dan seterusnya. Jangan dikira pembeli tidak mengetahui, kami hanya tutup mata karena jika pembeli protes langsung, penjual akan secara defensive menyatakan seribu alasan yang ujung-ujungnya “kalo mau makan bersih dan enak ya yangan disini tapi di restoran mahal, disini ya beginilah keadaannya, pilihan terserah anda”.
Jika sedang cukup uang, setelah melihat kejadian seperti itu, ya saya bayar makanannya, dan diam-diam buang ke tempat sampah. Namun, jika sedang tidak punya uang, ya mau gak mau saya makan, daripada lapar (sambil berdoa semoga setelah ini tidak sakit perut). Terus terang saya juga tak bisa salahkan 100 persen penjual karena pengetahuan minim tentang sanitasi, kurangnya akses pada air bersih, dan ketersediaan bahan sanitasi (sabun, sanitiser, dll), yang semuanya berbalik pada keadaan ekonomi masyarakat.
Lebih Jauh Tentang Hepatitis A
Kita boleh sedikit bernapas lega, karena penyakit hepatitis tidak bersifat kronis seperti hepatitis B atau hepatitis C. Artinya virus hepatitis A bisa disembuhkan dan tidak menyebabkan kerusakan lanjut pada organ hati di kemudian hari. Namun, jika tidak ditangani dengan benar bahkan virus hepatitis A dapat secara akut merusak organ hati dan menyebabkan kematian, oleh sebab itu, seseorang yang terjangkit virus ini mesti segera dibawa ke rumah sakit.
Gejala penyakit hepatitis A yakni meliputi demam, lemas, tidak nafsu makan, mual-mual, tidak nyaman di seluruh badan, urin berwarna gelap, dan jaundice (yaitu perubahan warna kulit dan mata yang menguning) (Immunize.org, 2015). Gejala biasanya muncul 28 hari setelah tubuh terpapar virus (about-hepatitis.com, 2015). Beberapa gejala tambahan yakni gatal-gatal pada kulit.
Treatment atau pengobatan hepatitis umumnya adalah istirahat total (sampai sembuh, yang bisa memakan waktu berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan), asupan nutrisi melalui infus, dan konsumsi anti-inflammatory (obat anti demam). Untuk pencegahan, umumnya ada vaksin hepatitis yang dapat mulai diberikan pada anak di atas usia 1 tahun (WHO, 2015).
Pencegahan
Jika berbicara tentang pencegahan, terus terang saya agak pesimis disini, karena untuk mencegah, baik dalam hal ini konsumen maupun penjual ataupun pihak kampus dan semua yang terkait memerlukan yang disebut sebagai modal. Sebagai contoh untuk pembeli: modal untuk makan di tempat yang lebih bersih (secara general, lebih mahal), modal untuk membeli hand sanitiser, dll. Untuk penjual: modal untuk membeli detergen, sabun, sanitiser, modal gas untuk memasak air hingga matang (jadi, selama ini gak matang? Who knows???), modal untuk membangun wastafel (selama ini mencuci di bak/toilet, who knows?).
Bagi pihak kampus: modal pelatihan/training (yang belum tentu dipahami dan diterapkan penjual), modal proposal perbaikan warung sekitaran kampus (mencakup dana perbaikan sistem sanitasi, pembuatan tempat sampah, pembangunan wastafel, dan fasilitas lain (yang belum tentu dirawat oleh yang dihibahkan), dan modal-modal lainnya yang hanya akan sia sia tanpa fondasi kesadaran awal yang kuat untuk hidup bersih. Jadi, sesungguhnya hal ini hanyalah lingkaran setan yang tak berujung dan saya sangsi tidak akan terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya.
Pencegahan dari saya gampang: undang-undang. Buat undang-undangnya, tegakkan dan cabut ijin dagang warung/restoran yang jorok. Namun hal ini pun masih akan tersandung hal-hal berikut:
Siapa, di jaman ini, yang peduli undang-undang? Bukankan peraturan dibuat untuk dilanggar?