Mohon tunggu...
hapsari
hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi aku mendengarkan musik taylor swift

Selanjutnya

Tutup

Seni

Galeri Wayang Purwakarta, Melestarikan Tradisi dalam Sentuhan Seni

20 Desember 2024   06:26 Diperbarui: 20 Desember 2024   06:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Purwakarta, Jawa Barat -- Di kompleks perkantoran Sekretariat Daerah Purwakarta, terdapat sebuah tempat yang menjadi pusat pelestarian seni dan tradisi Indonesia, yakni Galeri Wayang. Tempat ini menyuguhkan berbagai koleksi wayang tradisional, mulai dari wayang golek, wayang kulit, hingga wayang yang diukir pada dinding kayu. Dengan tiket masuk yang sangat terjangkau, Rp5.000 untuk dewasa dan Rp3.000 untuk anak-anak, pengunjung dapat menikmati koleksi budaya yang kaya akan nilai seni dan sejarah setiap harinya dari pukul 08.00 hingga 15.00.

Selain menikmati koleksi yang mengagumkan, pengunjung juga dapat menyaksikan langsung proses pembuatan wayang oleh pengrajin lokal. Salah satu tokoh yang menjadi bagian penting dari galeri ini adalah Mbah Djani, seorang pengrajin sekaligus penjaga tradisi pewayangan. Dalam wawancaranya, beliau menyampaikan bahwa wayang golek menjadi salah satu koleksi yang paling menarik perhatian.

Mbah Djani seorang pengrajin wayang, 62 tahun.(Foto: Hapsari Azzahra)  
Mbah Djani seorang pengrajin wayang, 62 tahun.(Foto: Hapsari Azzahra)  

"Wayang golek memiliki keunikan tersendiri, baik dari bentuknya yang artistik maupun cerita-cerita yang dibawanya. Banyak pengunjung tertarik dengan keindahan dan filosofi di balik setiap tokohnya," ujar Mbah Djani, Selasa (10/12/24).

Kecintaan Mbah Djani terhadap seni wayang dimulai sejak tahun 1980, ketika ia meminta kakeknya, seorang ahli pembuat wayang golek, untuk membuatkan tokoh Astrajingga atau yang lebih dikenal sebagai Si Cepot. Dari situ, Mbah Djani mulai menekuni seni ini.

"Saya belajar langsung dari kakek saya. Proses pembuatannya sangat menarik, membutuhkan kesabaran dan ketelitian, mulai dari memilih kayu yang tepat, mengukirnya dengan detail, hingga memberi warna yang pas. Membuat satu wayang golek bisa memakan waktu hampir satu minggu," ujarnya.

Wayang Golek (Foto: Hapsari Azzahra)
Wayang Golek (Foto: Hapsari Azzahra)

Wayang golek memang menjadi sorotan utama di galeri ini, terutama karena tokoh seperti Si Cepot yang begitu dekat dengan masyarakat. Si Cepot dikenal dengan karakternya yang lucu, tetapi juga membawa pesan moral yang dalam. Melalui Galeri Wayang, Mbah Djani berharap seni pewayangan tetap hidup di tengah perkembangan zaman

"Mbah mau anak anak muda jaman sekarang tahu dan mencintai warisan budaya pewayangan ini. Agar nantinya tradisi ini akan tetap hidup" katanya dengan penuh semangat.

Galeri Wayang di Purwakarta menjadi bukti nyata bahwa seni dan tradisi bisa tetap terjaga di tengah arus modernisasi. Setiap wayang di galeri ini seolah bercerita, setiap ukiran membawa pesan, dan setiap kunjungan memberikan pengalaman budaya yang tidak terlupakan. Bagi siapa pun yang mengunjungi Purwakarta, galeri ini adalah salah satu destinasi yang tidak boleh dilewatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun