Profesi sebagai panggilan jiwa, itulah yang terlintas di benak saya saat mewawancarai Sugiyarto, S. Pd., M. Hum (Rabu, 16/03/2022) yang tidak hanya aktif sebagai seorang Jurnalis KOMPAS tapi juga Dosen di Prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang. Berkecimpung dalam dua bidang yang berbeda ternyata tidak membuat Sugiyarto merasa kewalahan, karena apa yang dilakukannya atas dasar kecintaannya pada dunia jurnalisme dan pendidikan.
Pria yang menempuh pendidikan S1 di Universitas Negeri Sebelas Maret, lalu S2 dengan program beasiswa di Universitas Indonesia, dan saat ini pun masih menempuh S3 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , mengawali karirnya sebagai seorang Jurnalis KOMPAS, ia sudah banyak mengunjungi daerah serta bertemu tokoh terkemuka di Indonesia.
“Selama saya menjadi Jurnalis, hal yang paling membuat saya puas adalah saat berhasil mewawancarai dan meliput tanpa halangan, sehingga saya dapat membuat laporannya dengan baik untuk kemudian diterbitkan”, ungkapnya.
Ia juga membagikan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan saat ditugaskan untuk meliput kejadian perampokan di Bangka Belitung, “Kurang lebih enam jam perjalanan melelahkan lewat jalur laut saya tempuh bersama kru, lalu dilanjutkan lewat jalur darat yang cukup sulit, benar-benar luar biasa rasanya, namun saya anggap itu petualangan pekerjaan”.
Pada tahun 2015 Sugiyarto bergabung di Universitas Pamulang sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Stilistika dan Kajian Bahasa-Sastra-Media di Prodi Sastra Indonesia, memutuskan menjadi Dosen karena ia ingin secara langsung membagikan ilmu dan pengalamannya sebagai Jurnalis kepada para generasi selanjutnya, namun hal yang menarik menurutnya dari para mahasiswa saat ini adalah, “Mereka inginnya punya IP yang besar, tapi saat kuliah malas – jarang hadir, lalu belajarnya juga sekedarnya, saat saya kuliah dulu, mendapatkan IP tiga itu sulit sekali, sampai-sampai ada ungkapan mahasiswa isakom yaitu mahasiswa IP satu koma”.
Ini menjadi kekhawatiran tersendiri baginya karena menurutnya masih banyak yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar sampai tingkat perguruan tinggi, dan bagi mereka yang mampu mengenyam pendidikan sampai ke tingkat mahasiswa seharusnya lebih giat dan total dalam menjalaninya.
“Metode pengajaran saya kepada para mahasiswa saya lebih menitik beratkan pada dengar pendapat, bukan sekedar teori yang bisa didapatkan dari literatur-literatur, karena dengan dengar pendapat – jawaban langsung, saya mampu menilai kedalaman ilmu dari para mahasiswa saya, seberapa jauh mereka memahami materi perkuliahan yang mereka terima”, tutupnya.
Oleh : Dini Satya Hapsari (Prodi Sastra Indonesia UNPAM)
Matkul : Penulisan Kreatif
Narasumber : Sugiyarto, S. Pd., M . Hum