Mohon tunggu...
happy threenosa
happy threenosa Mohon Tunggu... Lainnya - Padamu Negeri, Bagimu Negeri, INDONESIA !!!

Proses tidak akan mengkhianati hasil.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI

21 April 2021   10:31 Diperbarui: 21 April 2021   10:36 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PNS memiliki peran sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk dapat melaksanakan peran tersebut, maka diperlukan manajemen aparatur sipil negara sesuai dengan UU ASN sebagai bentuk pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dalam UU ASN disebutkan bahwa profesi ASN berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku yang bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku ASN yang diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah dan bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN.

Fungsi kode etik dan kode perilaku ini sangat penting dalam birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan, sebagai pedoman, panduan birokrasi publik/aparatur sipil Negara, sebagai standar penilaian sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publik/aparatur sipil Negara, Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi aparat birokrasi. Agar dapat melaksanakan kode etik dan kode perilaku sebagai ASN adalah dengan mengetahui peran dan kedudukan ASN dalam menjalakan tugas dan fungsinya.

Sebagai PNS, tentunya saya harus dapat menjalakan peran PNS dalam melaksanakan kebijakan publik, melayani publik secara profesional, serta mampu menjadi Perekat dan pemersatu bangsa. Kewajiban pegawai ASN adalah setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah; menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.

Dalam sistem pengelolaan pemerintahan yang terintegrasi dalam pemberian pelayanan di kenal adanya konsep Whole of Government (WoG). Di Indonesia dikenal beberapa jenis lembaga yang dibentuk guna mengkoordinasikan sektor atau kementerian dan lembaga. Dalam struktur kabinet, lembaga setingkat menteri dibentuk Kementerian Koordinator, yang bertugas mengkoordinasi kementeriankementerian dan lembaga yang relevan dengan bidangnya. Beberapa sektor juga dibentuk forum atau lembaga interdepartemen yang bertugas mengkoordinasikan program atau kegiatan tertentu yang beririsan dari beberapa sektor. Beberapa bentuk gugus tugas juga dibentuk untuk menangani isu-isu tertentu. Di tingkat masyarakat, forum-forum komunikasi warga dan kemitraan dengan pemerintah daerah juga dibangun untuk membahas perencanaan pembangunan dan bagaimana masyarakat dapat memahami isuisu pembangunan. Terdapat 5 pola dalam penerapan WoG yaitu :

1. Pola Pelayanan Teknis Fungsional

Suatu pola pelayanan publik yang diberikan olehsuatu instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan kewenangannya. Pada pola pertama ini pelayanan yang dilakukan adalah pelayanan sektoral, yang bisa jadi sifatnya hanya relevan dengan sektor itu, atau menyangkut pelayanan di sektor lain. WoG dapat dilakukan manakala pola pelayanan publik ini mempunyai karakter yang sama atau memiliki keterkaitan antar satu sektor dengan yang lainnya.

2. Pola Pelayanan Satu Atap

Pola pelayanan yang dilakukan secara terpadu pada satu instansi pemerintah yang bersangkutan sesuai kewenangan masing-masing.Pola ini memudahkan masyarakat penguna izin untuk mengurus permohonan izinnya, walaupun belum mengurangi jumlah rantai birokrasi izinnya.

3. Pola Pelayanan Satu Pintu

Merupakan pola pelayanan masyarakat yang diberikan secara tunggal oleh suatu unit kerja pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang dari unit kerja pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan. Ini adalah salah satu bentuk kelembagaan WoG yang lebih utuh, di mana

pelayanan publik disatukan dalam satu unit pelayanan saja, dan rantai izin sudah dipangkas

menjadi 1 (satu) saja.

4. Pola Pelayanan Terpusat

Pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh suatu instansi pemerintah yang bertindak selaku koordinator terhadap pelayanan instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan bidang pelayanan masyarakat yang bersangkutan. Pola ini mirip dengan pelayanan satu atap dan pelayanan satu pintu.Perbedaannya tergantung pada sejauh mana kewenangan koordinasi yang diberikan kepada koordinator.

5. Pola Pelayanan Elektronik

Pola pelayanan yang paling maju dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

yang merupakan otomasi dan otomatisasi pemberian layanan yang bersifat elekronik atau on-line sehingga dapat menyesuaikan diri dengan keinginan dan kapasitas masyarakat pengguna.

Contoh implementasi WoG dalam perspektif kebijakan publik di Indonesia adalah koordinasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah investasi ilegal. Melalui halaman media Tirto, Andreas (2018) mengungkapkan bahwa untuk melakukan pencegahan investasi ilegal , pemerintah menunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi fasilitator, dan terdapat 13 lembaga yang terlibat dalam koordinasi tersebut. Dalam kolaborasi ini, OJK akan memberikan program capacity building kepada 13 lembaga yang terlibat, agar lembaga-lembaga tersebut lebih bertanggung jawab. Kolaborasi dan koordinasi ini dibentuk karena OJK meyakini bahwa penindakan terhadap kegiatan investasi ilegal tidak bisa dibebankan seluruhnya kepada OJK, akan tetapi juga unsur lembaga lain yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan porsi dan domain masing-masing.

            Terkait implementasi WoG di Indonesia, ada permasalahan kebijakan yang dihadapi pertama dari sisi koordinasi, Pemerintah belum sampai pada ranah memahami fungsi instansi lain yang berhubungan dengan fungsinya.. Kedua dalam kaitannya dengan sharing data dan informasi yang masih terjadi dilapangan adalah fragmentasi kepemilikan data dimana satu institusi hanya memiliki satu data yang menjadi tugas dan tanggungjawab institusi tersebut.Ketiga, belum terintegrasinya antar kebijakan. Solusinya adalah diterapkannya 5 pola penerapan whole of government dengan konsisten.

            Sebagai seorang pegawai ASN harus dapat berkontribusi dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik dengan cara patuh terhadap aturan atau Undang – Undang yang sudah mengatur sistem pelayanan publik, dikarenakan saat ini dibutuhkan konsistensi dalam pelaksanaan pelayanan publik sehingga menjadi pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.

            prinsip pelayanan publik yang baik untuk mewujudkan pelayanan prima adalah:

1) Partisipatif. Dalam penyelenggaraan pelayananpublik yang dibutuhkan masyarakat pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam merencanakan,melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya;

2) Transparan. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan akses bagi warga Negara untuk mengetahui segala hal yang terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut, seperti: persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya. Masyarakat juga harus diberi akses yang sebesarbesarnya untuk mempertanyakan dan menyampaikan pengaduan apabila mereka merasa tidak puas dengan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah;

3) Responsif. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.

Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat yang menduduki posisi sebagai agen;

4) Tidak diskriminatif. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh dibedakan antara satu warga negara dengan warga Negara yang lain atas dasar perbedaan identitas warga negara, seperti: status sosial, pandangan politik, enisitas, agama, profesi, jenis kelamin atau orientasi seksual, difabel, dan sejenisnya;

5) Mudah dan Murah. Penyelenggaraan pelayanan publik dimana masyarakat harus memenuhi berbagai persyaratan dan membayar fee untuk memperoleh layanan yang mereka butuhkan harus diterapkan prinsip mudah, artinya berbagai persyaratan yang dibutuhkan

tersebut masuk akal dan mudah untuk dipenuhi. Murah dalam arti biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan tersebut terjangkau oleh seluruh warga negara. Hal ini perlu ditekankan karena pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi mandat konstitusi;

6) Efektif dan Efisien. Penyelenggaraan pelayan publik harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (untuk melaksanakan mandate konstitusi dan mencapai tujuan-tujuan strategis Negara dalam jangka panjang) dan cara mewujudkan tujuan tersebut dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja yang sedikit, dan biaya yang murah;

7) Aksesibel. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah harus dapat dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan dalam arti fisik (dekat, terjangkau dengan kendaraan publik, mudah dilihat, gampang ditemukan, dan lain-lain.) dan dapat dijangkau dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan tersebut.

8) Akuntabel. Penyelenggaraan pelayanan public dilakukan dengan menggunakan fasilitas dan sumber daya manusia yang dibiayai oleh warga negara melalui pajak yang mereka bayar. Oleh karena itu semua bentuk penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggung-jawabkan secara terbuka kepada masyarakat. Pertanggungjawaban di sini tidak hanya secara formal kepada atasan (pejabat atau unit organisasi yang lebih tinggi secara vertikal) akan tetapi yang lebih penting harus dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat luas melalui media public baik cetak maupun elektronik. Mekanisme pertanggungjawaban yang demikian sering disebut sebagai social accountability.

9) Berkeadilan. Penyelenggaraan pelayanan public yang dilakukan oleh pemerintah memiliki berbagai tujuan. Salah satu tujuan yang penting adalah melindungi warga negara dari praktik buruk yang dilakukan oleh warga negara yang lain.

            Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang secara dinamis disertai dengan peningkatan taraf hidup dan pendidikan masyarakat ditambah dengan berkembangnya kemajuan dibidang teknologi dan informatika menjadikan peningkatan proses empowering dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pelayanan birokrasi disektor publik juga diharapkan mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan dinamis sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Dimana dari monolog harus berani diubah menjadi fleksibel, kolaboratif, alighment dan dialogis. Dan dari cara-cara sloganis yang berkembang dikalangan birokrasi model orde baru sebaiknya dirubah dengan pola kerja yang realistis, programis dan pragmatis.

Birokrasi pemerintahan sebagai suatu bentuk organisasi sedang bergeser dengan beberapa upaya korektip, mengupayakan netralitas tumbuhnya demokrasi, tumbuhnya orientasi pada masyarakat dan tumbuhnya aspirasi dan kontrol masyarakat. Birokrasi sedang bergeser dari paradigma sentralistik ke desentralistik, dari otoritarian ke egalitarian dan demokratis, dari kedaulatan Negara ke kedaulatan rakyat, dari organisasi yang besar menjadi ramping tapi kaya fungsi, dari rowing (semua dikerjakan sendiri) menjadi stering (mengarahkan). Upaya-upaya tersebut masih dibayangi oleh ketidakpastian dan sedang mencari bentuk yang tepat. Pada dasarnya upaya tersebut diarahkan untuk mendapatkan dukungan administrasi Negara yang mapan mengenai kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi birokrasi dalam mewujudkan administrasi yang makin handal, professional, efisiensi, efektif serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan dinamika perubahan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun