"The whole damn system is clogged up with dirty money.
And the news doesn't say a word about it.
'Cause who owns them?
The same corporations that own the government.
Courts and the law is all we have left."
"Keseluruhan sistem ini dipenuhi dengan uang najis.
Dan media tidak mengatakan apapun mengenai hal tersebut.
Karena, siapa yang mengusai mereka?
Adalah korporasi-korporasi yang juga menguasai pemerintahan.
Pengadilan dan hukum, cuma itu yang tersisa kita miliki."
Itulah yang dikatakan Derek Jeter kepada detektif Terry Hoitz (Mark Wahlberg) dan Allen Gamble (Will Ferrell) menjelang akhir film "The Other Guys". Film bergenre drama aksi komedi tersebut mengangkat kisah tentang pasangan detektif yang berbeda karakter.
Terry Hoitz berupaya menjadi seorang "polisi sejati" yang penuh aksi. Namun ia menyadari, semakin ia ingin berbuat benar, semakin ia salah. Di sisi lain, rekannya Allen Gamble berusaha menjadi seorang polisi yang "lurus-lurus saja" dengan mengandalkan sistem dan menjauhi bahaya. Namun keduanya memiliki tujuan yang sama: membuat perubahan.
Saat  kalimat ini diketik, kurang dari 5 jam lagi seluruh TPS di Indonesia akan dibuka untuk mengakomodasi hak kita untuk "membuat perubahan" bagi Ibu Pertiwi. Katanya demikian. Tapi sederhananya, bagi saya..., saat ini..., siapa yang harus saya pilih untuk berkuasa?
Saya terdiam beberapa menit sebelum melanjutkan menulis paragraf ini. Dalam diam saya bertanya kepada diri saya sendiri, "Lo mau nulis apa sih?" "Maksud lo apa?" "Apa hubungannya Pemilu 2014 sama film itu?"
Ya, saya bingung juga.
Akhirnya, saya merasa tidak ada gunanya saya melanjutkan tulisan ini panjang lebar. Saya memang tidak mahir meringkas kata. Saya hanya merasa down untuk melakukan perubahan. Apalagi saya belum juga berubah, menjadi bermanfaat bagi lingkungan.
Setelah cukup terhibur dengan peran Mark Wahlberg dan Will Ferrell dalam film yang lengkap dengan kekonyolan, kelucuan, laga, dramatisasi, romatika dan idealisme dengan kadar yang sedikit-sedikit, baris-baris dialog Derek Jeter di atas mengingatkan saya akan kondisi negeri ini. Apalagi tampaknya "pengadilan dan hukum" pun sudah tidak dapat saya andalkan. Galau.
Dulu saya sempat bertekad, bahwa hari ini, saya akan memilih. Walaupun saya harus memilih yang terbaik di antara yang terburuk. Setidaknya saya akan "sedikit" membuat perubahan.
Namun sampai menit ini, saya belum menemukannya. Tidak ada yang lebih baik di mata saya. Semuanya bagai kisah sinetron yang gampang ditebak akhirnya.
Saya takut. Saya takut, siapapun yang berkuasa kelak, akan dikuasai oleh "korporasi". Semoga ini tidak terjadi. Namun nyatanya demikian. Jika memang benar saya salah, mengapa alam Indonesia semakin rusak hanya demi kepentingan korporasi? Mengapa sumber daya alam tidak bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk kemakmuran rakyat? Mengapa BUMN selalu rugi? Mengapa korupsi? Mengapa menyuap? Mengapa mereka tidak takut dengan Tuhan?
Padahal Tuhan sudah mengingatkan kita dengan berbagai bencana, bertubi-tubi.
Semoga Pemilu 2014 ini berbanding terbalik dengan prasangka buruk saya. Semoga Tuhan menuntun bangsa ini menjadi lebih baik. Semoga Tuhan mengampuni kita semua. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H